Sampai diruang rawat, aku dan semua yang mengantar masih seperti orang linglung. Bahkan aku, tubuhku bergetar. Aku kedinginan, aku menggigil.
Ibu masih saja menangis dan mas Wisnu hanya diam, matanya seakan tak berkedip menatapku. Raut wajahnya begitu menyedihkan. Kami semua hanya diam, kalut dengan pikiran kami masing-masing.
Sampai ada seorang perawat memasuki kamarku dengan membawa kursi roda.
"selamat siang. Ibu USG dulu ya." sapanya. Ramah.
Seakan baru tersadar akan apa yang terjadi, mas Wisnu menggenggam erat tanganku. Membisikan doa dan kata semangat.
Aku tak sanggup untuk menjawab. Bulir air matapun mulai mengering, namun tak juga reda kesedihan dihati ini.
"ABORTUS INKOMPLIT,",begitu keterangan dokter dari hasil USG.
"Apa Dok? " Mas Wisnu bertanya. Entah tidak mendengar, atau tidak paham dengan istilah yang Dokter berikan.
Belum Dokter menjelaskan, naluriku sudah yakin ini bukan hal baik. Ini tidak berjalan seperti yang kami harapkan.
"Keguguran Pak, dan kami akan segera mengambil tindakan kuretase untuk mengeluarkan sisa jaringan di dalam rahim istri Bapak." jelas Dokter. Mas Wisnu diminta untuk segera menyelesaikan segala administrasi.
Entah apa lagi yang terjadi, semua gelap.
Sampai aku terbangun, Mas Wisnu masih disampingku. Menggenggam erat tanganku.Kusapanya dengan senyuman.
"Mas, tadi adek mimpi lagi. Anak kecil yang tadi malam ada dimimpi adek datang lagi. Tampan dan lucu sekali Mas," aku bercerita dengan begitu semangat.Mas Wisnu menangis. Iya, ini pertama kalinya aku melihatnya menangis. Dipeluknya erat tubuhku yang tengah terbaring.
"Ikhlas dan kuat ya Dek," ucapnya. Aku tak mengerti apa yang mas Wisnu maksud. Aku benar-benar tidak mengerti.
Hingga sebuah ingatan menghantamku. Aku keguguran. Aku menangis, ku dorong sekuat tenaga tubuhnya. Tubuh Mas Wisnu yang kini tengah memeluk-ku.
Semua jahat, itu yang aku pikirkan. Ini tidak adil untuk-ku. Bukankah aku sudah mematuhi semua anjuran Dokter? Bukankah aku sudah menjaga kandunganku dengan baik?
Kenapa Kau ambil??
Saat ini, aku-pun marah pada Tuhan. Bolehkah aku marah?
Entahlah, aku hancur. Aku tak bisa lagi berfikir dengan baik.Hingga selesai tindakan kuretase, Aku belum juga sepenuhnya sadar. Bahwa kini aku telah kehilangan janinku. Calon bayi kami.
Hari ini, aku diperbolehkan pulang. Dokter memintaku menunda untuk hamil lagi. Minimal setelah 3kali siklus menstruasi, pemulihan rahim. Begitu katanya.
Aku sudah tidak perduli, ditunda atau tidak. Mungkinkah aku akan bisa hamil lagi?
Bisakah aku mempunyai keturunan?
Atau benar kata Bu Lasmi dan tetangga yang lain, aku tidak akan bisa punya anak. Karena aku anak dari keluarga "turunan mandul".Ibu, Aku tidak melihat ibu setelah aku dinyatakan keguguran. Mungkin Ibu marah dan benci padaku. Aku tak becus menjaga calon cucunya. Aku tahu, Ibu pasti sangat kecewa. Karena keinginan terbesarnya adalah agar aku memiliki keturunan, dan memberikannya cucu. Itulah doanya dihari pernikahanku dulu.
Entah, berapa banyak orang yang aku kecewakan. Mas Wisnu, mungkin juga akan membenciku. Tapi, dari semua bukankah aku yang lebih pantas marah?
Aku hancur, harapanku pupus. Apa mungkin Tuhan akan memberiku harapan lagi? Aku sama sekali tidak berani untuk memikirkannya lagi.Aku belum juga sanggup berbicara pada siapapun.
Saat kepulanganku, seperti biasa banyak tetangga yang membesuk. Aku tak peduli. Aku pergi kekamar, dan menguncinya.Bersambung....
KAMU SEDANG MEMBACA
Selembar Jarit (TAMAT)
General FictionSelembar Jarit, Hadiah pernikahan dari seorang ibu untuk anaknya yang bernama Ayu. Berharap agar Ayu bisa hamil dan memiliki keturunan. Mungkinkah Ayu hamil dan memiliki keturunan? Sementara ia berasal dari keluarga "Turunan Mandul"? inilah kisahnya...