Tetangga Luar Bias

531 60 1
                                    

Esok hari, Pagi-pagi sekali saat matahari belum juga meninggi. Aku dan mas Wisnu kembali ke Rumah Sakit. Aku ingin bertemu dengan Dokter yang menangani Ibu.

Aku lihat Ibu masih tertidur, dan juga Bapak yang terlihat begitu kelelahan.

"Pak..." panggilku pelan. Aku tak ingin mengganggu istirahat Ibu. Bapak terbangun dari tidurnya yang hanya beralaskan tikar dilantai yang dingin.

"Kalian sudah datang?" tanya Bapak.

"Iya, Pak. Bapak sepertinya sangat lelah, sebaiknya bapak pulang dan beristirahat di Rumah. Biar Wisnu antar ya Pak?" tawar Mas Wisnu. Bapak hendak menolak, namun aku meyakinkannya bahwa yang dikatakan mas Wisnu itu benar. Biar aku yang menjaga Ibu.

Ibu meminta pulang hari ini, namun sebenarnya Dokter belum memperbolehkannya. Begitulah cerita bapak kepada mas Wisnu, yang baru aku tahu tadi malam.

Bapak dan mas Wisnu pulang, setelah mendengar hasil pemeriksaan Dokter. Ibu belum boleh pulang. Baru aku tahu penyakit Ibu yang sebenarnya. Infeksi Saluran Cerna, begitulah kata Dokter. Lambung dan usus Ibu mengalami luka.

Ibu hanya boleh mengkonsumsi bubur yang encer tanpa tambahan apapun. Hambar, aku yakin itu yang Ibu rasakan setiap lidahnya menerima makanan.

"Sudah, Ayu. Ibu sudah kenyang," protesnya. Saat aku hendak menyuapkan lagi bubur untuknya.

"Sekali lagi ya, Bu?" bujukku. Karena Ibu baru menelan dua suap jatah bubur pagi ini.

"Sekali saja ya,nak. Enggak enak buburnya." ucap Ibu. Aku sangat kasian sebenarnya melihat kondisi ibu.

"Iya, Bu. Habis ini Ibu minum obat terus istirahat ya, Bu?  Biar cepat sembuh," jawabku. Ibu menurutiku, untuk meminum obat dan istirahat.

Hanya ada aku dan Ibu sekarang di Ruangan ini. Sementara dua pasien yang lain telah diperbolehkan pulang hari ini.

Ku temani Ibu yang mulai terlelap. Aku pandangi tubuhnya, kurus. Aku menyesali kondisinya yang sekarang. Bagaimana bisa sampai separah ini.

"Aaafkan Ayu, Bu." ucapku dalam hati. Aku menyesal tak begitu memperhatikannya selama ini. Tak terasa air mataku mulai mengalir.

"Kenapa nak?" Tanya ibu. Aku baru menyadari jika Ibu belum benar-benar terlelap.

"Tidak apa-apa, Bu" jawabku. Ku seka air mata dipipiku. Aku tidak ingin membuatnya khawatir. Aku takut akan memperburuk kondisi kesahatannya.

"Ibu tidak apa-apa nak, besok kita pulang ya?" begitu ucapnya. Entah ingin menenangkanku atau Ibu sudah tidak kerasan di Rumah Sakit. Tapi apapun alasannya, Dokter belum memberikan izin.

"Iya, besok kita pulang kalau kondisi Ibu sudah benar-benar baik ya Bu?!" jawabku. Berharap agar Ibu mau mengerti, ini semua demi kesehatannya.

Tok tok tok..

Terdengar ketukan pintu di Ruangan kami.
Aku mengira itu mas Wisnu, tapi kenapa secepat ini? Rasanya tidak mungkin. Benar saja, bukan mas Wisnu sosok yang muncul dibalik pintu itu. Bu Lasmi, entah apa yang akan dilakukannya kali ini.

Seketika aku berdiri dan menghampirinya. Aku tidak mau Bu Lasmi membuat gaduh lagi, dan membuat kondisi Ibu semakin memburuk karenanya.

"Maaf Bu. Ada apa lagi ya Ibu kesini?" tanyaku sinis.

"Kamu ini ya, Ayu? benar-benar tidak sopan sama orang tua." jawabnya. Suaranya mengeras dan begitu saja melewatiku. Dihampirinya Ibu tanpa memperdulikan aku,

"Saya kesini mau membuat perhitungan sama Ibu juga Ayu!!" bentaknya kepada Ibu.

Ku tarik lengannya, ingin sekali rasanya tangan ini menampar mulutnya itu. Bagaimana bisa seorang wanita berbuat sedemikian kepada sesamanya yang dalam kondisi sakit. Ku urungkan niatku, berulang kali ku memohon ampun kepada Tuhan. Aku berharap agar mampu mengendalikan emosi yang ada di dalam diriku.

"Cukup Bu Lasmi, cukup!!! Atau saya akan segera memanggil satpam atau petugas yang ada di sini untuk mengusir Ibu?"

"Ha ha ha ..., Jangan Sok kamu," kelakarnya.

"Lihat saja, setelah kalian pulang ke Rumah. Apa yang bakal saya lakukan. Saya tidak terima dipermalukan, sampai Bu RT ikut menyalahkan saya!!" ancamnya.

Aku masih diam, belum juga mampu mencerna apa maksud dari ucapan Bu Lasmi. Sampai Bu Lasmi pergi meninggalkan rungan, aku masih diam tak  mengerti apa yang baru saja terjadi.

Bersambung...

Selembar Jarit (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang