Waspada

65 5 0
                                    

Kesempurnaan fisik Aurel, ia dapatkan dari sang ibu, yang dulunya adalah seorang model tercantik dan terseksi di kota.

Kecantikan dan kemolekan tubuh Aurel, membuat Anggia begitu ekstra menjaganya dari para lelaki hidung belang.

Namun, apalagi yang bisa dibanggakan dari tubuh indah itu, jika sudah dirusak oleh lelaki yang tidak bertanggung jawab.

Setelah dirasa Aurel sudah mulai tenang, Anggia melepasakan Aurel dari pelukanya. Dengan kedua tanganya menggenggam pelan bahu kanan dan kiri Aurel.

"Kenapa bisa begini Aurel?" Tanya Anggia

"A-aurel ti-tidak tau k-kak... Orang itu maksa Aurel... hiks, hiks, huwa ... " Ucap Aurel dengan terbata-bata. Tangisannya semakin pecah saat potongan-potongan adegan itu menari-nari memenuhi pikirannya.

"Sayang," Kesedihan yang sempat Anggia tahan, kini sudah tidak sangup lagi ia tahan, saat mendengar ucapan adiknya, rasa bersalah kini mendominasi memenuhi pikirannya.

Anggia langsung memeluk Aurel dengan begitu eratnya, berusaha menguatkan Aurel. Padahal ia sendiri juga rapuh. Anggia melepaskan pelukan itu, menghapus air mata Aurel dengan kedua ibu jarinya.

Dengan segala sisa kekuatan yang ada, Anggia mampu menyembunyikan kesedihan dan keperihan hatinya. Anggia menuntun pelan Aurel menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh Aurel agar ia lebih tenang dan nyaman.

Aurel hanya diam dengan matanya memandang kesembarang arah. Hanya mengikuti dan menerima apa yang dilakukan kakaknya.

Begitu sampai di dalam kamar mandi, Anggia membantu melepaskan pakaian Aurel. Mata Anggia membulat sempurna, hatinya bagaikan diiris-iris pedih, saat melihat warna merah bahkan juga ada yang terlihat membiru pada setiap inchi tubuh Aurel. mungkin sebagian tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pria tak bertanggung jawab itu kepada Aurel, saat aurel melakukan perlawanan.

Anggia semakin tidak tega, saat matanya melihat bagian inti dari tubuh Aurel yang terlihat membengkak. Benar-benar hancur hatinya sekarang. Bagaiman rasanya? Pasti itu sangat sakit sekali. Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Apakah mampu orang-orang sepertinya, melawan hanya sekedar mencari keadilan untuk adiknya. Apa yang bisa ia lakukan di negara yang pastinya hukum tidak akan pernah berpihak kepadanya. Anggia hanya mampu memberikan doa-doa agar orang-orang tak bertanggung jawab di luaran sana dapat berubah. Padahal dalam hatinya, Anggia benar-benar merasa tidak adil dalam kehidupan ini. Kenapa ia selalu diberikan ujian hidup yang bertubi-tubi. Apakah tidak bisa ujian-ujian itu datang berurutan. Ujian yang datang setelah ujian yang ada selesai ia hadapi.

Apakah tidak akan ada sebuah hari, dimana itu adalah masa kebahagian. Buah dari hasil ujian yang ia hadapi.

"Sa-sakiiit kak... hiks," ringis Aurel memandang sedih Anggia dan tanganya mengelus bagian bawah perutnya.

Mata Anggia dibuat berkaca-kaca, saat mendengar kalimat singkat Aurel. Kakak mana yang tidak sedih melihat adiknya diperlakukan seperti ini, kenapa tidak ia saja yang berada di posisi Aurel.

"Umurnya baru 18 tahun tuhan kenapa kau membiarkannya merasakan hal semacam itu, kenapa tidak aku saja ya Tuhan...kenapa?" Batin Anggia sedih.

Dengan hati-hati Anggia mendudukkan Aurel di kursi kayu yang tadi sempat ia ambil. Anggia pun memulai ritual memandikan aurel.

Setelah selesai memandikan Aurel, dengan pelan Anggia menuntun Aurel untuk keluar dari kamar mandi. Namun, saat Aurel melangkahkan kakinya, ia kehilangan kesadarannya.

Anggia yang panik, mencoba menenangkan dirinya. Dan dengan cepat memasangkan pakaian ketubuh Aurel yang saat ini tidak sadarkan diri.

Anggia langsung membawa Aurel keluar kontrakkan menuju jalan raya, berusaha mencari taksi dengan tertatih serta pikiran yang tidak karuan.

***
Begitu sampai di rumah sakit. Aurel langsung ditangani oleh dokter yang biasanya menangani penyakit Aurel.

Anggia terlihat bolak balik didepan pintu ruang UGD. Buliran air mata tak henti-hentinya mengalir begitu derasnya, tanpa bisa ia tahan.

30 menit kemudian, akhirnya pintu itu terbuka. Dan keluarlah seorang dokter wanita paruhbaya. Anggia yang panik langsung menanyakan keadaan aurel.

"Dokter Diana, bagaimana keadaan aurel? Apa ada masalah dengan ginjalnya? Apa aurel akan baik-baik saja, Bu?" Pertanyaan-pertanyaan beruntun yang dilontarkan Anggia, membuat dokter Diana, sahabat dari almarhum ibu angkatnya, menatapnya iba.

"Ibu akan menjelaskannya. Tapi, tidak disini, mari ikut ibu, ke ruangan ibu terlebih dahulu, ajak dokter Diana.

"Baik,bu"jawab anggia seraya menepis air matanya.

Visual

Aurelia cloris

Aurelia cloris

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Anggia nara

Anggia nara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MY BOSS IS MY HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang