Terpaksa Berbohong

28 4 0
                                    

"Aurel jangan lari, Itu tidak bagus untuk kandunganmu," dengan berteriak kecil, dokter Diana memberi peringatan.Tanpa menoleh ke arah pusat suara. Aurel yang awalnya berlarian, tampak berjalan dengan pelan sambil mengelus perut ratanya.

"Anak itu, apa bisa dia jadi Ibu. Bagaimana bisa dia mengurus bayi, mengurus dirinya sendiri saja di tidak bisa," ucap Anggia menghembuskan napasnya berat.

"Apalagi besok Anggia akan pergi, Anggia benar-benar khawatir padanya," sambung Anggia lagi.

"Tentu saja Aurel bisa. Walaupun dia terlihat polos. Tapi sebenarnya, Aurel adalah anak yang pintar dan juga cerdas. Jika kita arahkan ke yang baik dia akan cepat mengerti. Kamu tidak perlu khawatir, Ibu yakin Aurel akan jadi Ibu yang baik sekaligus Ayah yang hebat untuk anaknya kelak.

" Ucap dokter Diana meyakinkan Anggia.

"Tapi tunggu dulu, tadi kamu bilang kamu akan pergi. Pergi kemana? Anggia?" Sambung dokter Diana lagi.

"Sebenarnya, tujuan Anggia datang kesini adalah, Anggia ingin menitipkan Aurel untuk tinggal bersama Ibu, itupun jika ibu tidak keberatan.

Anggia akan pergi ke negara china,bu." Ucap Anggia menyampaikan tujuannya.

"Anggia, kamu dan Aurel sudah Ibu angap seperti anak Ibu sendiri. Ibu tidak akan pernah merasa keberatan jika kamu ataupun Aurel tinggal bersama Ibu. Malahan Ibu yang akan senang dan berterima kasih, karena kalian sudah mau menemani Ibu disini.

Dan Ibu tidak akan sendirian lagi, lagi pula Ibu sudah dari dulu membujuk kalian untuk tinggal bersama Ibu. Tapi kalian berdua selalu menolak. Dan jika sekarang Aurel akan tunggal disini bersama Ibu, maka ibu akan merasa sangat senang menerimanya.

Tapi, kamu mau ngapain pergi ke china, Disana kan jauh, Anggia," jelas dokter Diana.

"Anggua ditawari kerja disana, bu. Untuk jadi tkw. Dan gajinya juga lumayan. Anggia harus ambil kesempatan ini.

Anggia, ingin hidup kami lebih layak kedepannya. Apalagi sekarang Aurel hamil dan Anggia harus mencari pekerjaan yang lebih baik lagi," tutur Anggia dengan mengalihkan pandangannya dari dokter Diana.

Anggia tidak ingin dokter Diana tau, kalau saat ini dia tengah berbohong.

"Anggia, tatap mata Ibu jika sedang bicara," pinta dokter Diana, kedua telapak tanganya memegang wajah Anggia, menatap mata sipit Anggia dalam, mencari kejujuran dari mata itu.

"Anggia, kamu tidak lagi membohongi Ibu, bukan? Kamu tidak lagi menyembunyikan sesuatu dari Ibu, bukan?" Tanya dokter Diana curiga.

"Nggak bu, Anggia beneran kerja disana. Anggia nggak mungkin ngebohongi ibu," jawab Anggia menatap mata dokter Diana.

Mendengar itu dokter Diana menarik napas dalam dan menghembuskannya kasar.

"Baiklah kalau begitu, ibu akan percaya padamu. Entah apa yang kamu korbankan sekarang. Ibu akan selalu mendukung apapun keputusanmu. Ibu harap kamu akan bahagia dan betah kerja disana. Jaga diri kamu baik-baik disana, sayang. Kalau terjadi apa-apa jangan sungkan untuk menghubungi Ibu." ujar dokter Diana memeluk erat tubuh kurus Anggia.

Dan mencium kening Anggia yang sudah ia angap seperti anaknya sendiri."Terima kasih, bu." Ucap Anggia pelan semakin menenggelamkan wajahnya, merasai hangatnya pelukan seorang Ibu yang telah lama tidak ia rasakan.

Mereka berdua tidak sadar, jika sekarang ada sepasang mata yang tengah menangis mendengar semua yang mereka ucapkan.

MY BOSS IS MY HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang