Darah

70 4 0
                                    

"Gia, tolong antarkan kopi ini ke meja di sebelah sana ya! Aku kebelet nih," ujar salah satu pelayan menunjukkan jarinya ke arah sebuah meja disana.

"Baiklah," jawab Anggia, lalu melangkahkan kakinya menuju meja dengan membawa 2 cangkir kopi hitam.

"Ini kopinya tu.... aaaaakh ..."teriak Anggia, saat ia tak sengaja tersandung kaki jenjang seorang pria yang tak lain adalah sekretaris adit. Dengan sigap sekretaris adit menangkap tubuh Annin yang hendak jatuh.

Dan kopi panas yang ia bawa, tumpah membasahi jas seorang pria berwajah dingin dan tampan yang tak lain adalah wakil presdir Askana, yang tadinya tengah berbincang-bincang dengan sekretaris adit.

"Apa kau tidak punya mata! " Bentak Askana , lalu berdiri dan menarik kasar pergelangan tangan Anggia dari pelukan sekretaris adit.

"Ampun tuan, maafkan saya. Saya benar-benar tidak sengaja," Mohon Anggia meringis menahan sakit di pergelangan tanganya akibat cengkraman kuat dari wakil presdir askana.

Kini mereka bertiga menjadi pusat perhatian pengunjung cafe itu.

"Apa yang kalian lihat!" Bentak sekretaris Adit menatap tajam membuat para pengunjung kembali ke urusan mereka masing-masing.

Tak lama datanglah manager cafe. Manager itu membungkukkan tubuhnya saat berhadapan dengan wakil presdir Askana.

"Saya Benar-benar minta maaf atas apa yang telah terjadi, tuan Yong." Ucap manager paruh baya itu masih membungkuk. Berharap ia tidak akan terkena masalah, karena ia tau pria yang ada dihadapaanya saat ini adalah adik dari seorang Presdir ASKA DIRGANTARA, yang tak lain adalah pemilik cafe tempatnya bekerja sekarang.

"Apa kau sudah bosan bekerja, bagaimana bisa kau mempekerjakan karyawan yang tidak becus seperti dia!" Bentak Yong menunjuk Anggia.

"Saya mohon maafkan saya, tuan. Dan tuan tenang saja, saya akan memberikan pelajaran padanya," Janji manager itu.

"Saya tidak mau tau, saya tidak ingin melihat wanita ini lagi di cafe saya. Dan lain kali kau harus mencari karyawan yang yang benar-benar bisa diandalkan. Apa kau mengerti!" bentak Askana lagi.

"Ba-baik tuan, sa-saya mengerti," jawab manager itu terbata-bata, tapi ia bersyukur tidak dipecat. Sedangkan Anggia hanya menundukkan wajahnya dalam. Dan tampak buliran bening lolos dari kedua sudut matanya.

Setelah kejadian di cafe tadi. Kini Anggia berjalan gontai, dengan langkah demi langkah yang terasa begitu berat.

Tak lama sampailah Anggia di kontrakanya. Anggia tidak ingin ke rumah sakit dalam keadaan seperti ini.

Anggia akan mandi terlebih dahulu setelah itu barulah pergi ke rumah sakit.

Anggia melepaskan seluruh pakaiannya, yang masih terasa basah karena diguyur Managernya tadi. Anggia meringis merasakan perih saat ia menyiramkan air ketubuhnya. Dan rasa perih itu berasal dari luka bekas operasinya, yang kini mengalirkan darah segar. merubah kain kasa yang awalnya berwarna putih menjadi warna merah tua.

"Aaw...lukanya terbuka lagi," ringis Anggia lalu meraih handuk menyudahi mandinya.

"Aaaa... Sakit sekali," ringisnya dengan berlinang air mata.

Anggia terus menangis sejadi-jadinya. Bukan hanya rasa perih di luka yang membuatnya menangis. Tapi, juga luka di hatinya akibat semua keadaan yang ia alami selama ini.

Di mulai dengan keprgian orang tua angkatnya yang begitu ia sayangi, penyakit Aurel yang memaksanya harus bekerja keras, hutangnya yang begitu besar, dan juga kejadian hari ini. Dimana ia telah dipecat dari tempatnya bekerja. Tempat yang ia andalkan selama ini, untuk membayar angsuran kepada renternir, karena di cafe itu gajinya lumayan besar.

Sekarang ia harus mencari tempat kerja yang baru lagi, jika ia hanya mengandalkan gajinya sebagai OG, maka ia tidak akan bisa membayar angsuran.

Entah kemalangan apa lagi yang akan ia hadapi setelah ini, Jika saja tidak ada Aurel yang membutuhkannya. maka, sudah lama ia mengakhiri hidupnya dari semua kemalangan ini.

MY BOSS IS MY HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang