5. Terlibat

1.2K 70 0
                                    

Di mansion Pak Byan, Ari dibawa oleh para pengawalnya memasuki rumah. Di dalam rumah, Ari direbahkan di sofa rumah Pak Byan. Ia terlihat babak belur karena Pak Byan yakin pencuri itu bukan orang yang sembarangan. Wajah Ari berdarah di setiap sisi. Dari celah matanya, pipinya yang tergores dan celah bibir yang berdarah.

Pak Byan melihatnya begitu miris. Sementara, pencuri itu diamankan di sebuah markas. Markas khusus yang dibuat Pak Byan untuk rapat dengan para pengawalnya.

"Siapa yang nyuruh lo?" tanya salah satu pengawal.

Pencuri itu terus bungkam di depan para pengawal Pak Byan.

"Lo mau jawab atau mati sekarang?"

Heru, selaku pengawal Pak Byan menodongkan senapan ke si pencuri.

"Oke gue bakal jawab. Tapi kalian janji akan bebasin gue setelah ini, karena gue nggak akan kembali ke mereka."

"Cepet jawab!"

"Richard! Gue disuruh Richard buat menghentikan Byan ngelakuin ekspor. Jadi, puas kalian? Bebasin gue sekarang!"

"Lo kira gue bakal percaya sama lo gitu aja?"

"Gue gak ada keterlibatan apapun sama dia. Gue cuma disuruh. Ini ID Card gue. Kalau mau, lo cari identitas gue sedetail mungkin. Gue yakin lo bakalan tau siapa gue."

Setelah melakukan hal itu, Heru segera mungkin melapor ke Pak Byan yang sedang menatapi Ari dengan miris. Ari pun terlihat tengah diobati oleh Pak Danu. Setelah mendapat laporan dari Heru, Pak Byan begitu emosi. Ia menggebrak mejanya dengan kasar. Hal itu akhirnya menyadarkan Ari yang sebelumnya begitu lemah menahan rasa sakit. Ari menghindar dengan sergap dari Pak Danu. Wajahnya terlihat ketakutan bersambung bingung.

"Si ... siapa kalian?" tanya Arizona dengan bingung.

Pak Danu berdiri. Sementara Pak Byan menghampiri Ari dengan senyuman.

"Saya Byantara. Terima kasih, kamu telah menyelamatkan nyawa kami semua."

Arizona menyurang heran dengan ucapan Pak Byan.

"Nyawa siapa? Maksud bapak, nyelamatin HP bapak yang dicuri tadi? Hati-hati Pak, di daerah sana emang banyak maling." Arizona menimpali santai Pak Byan sembari mengusap darah di celah bibirnya.

"Pak, saya izin untuk mengurus pencuri tadi. Sebaiknya, bapak berhati-hati."

"Kamu gak perlu takut. Saya yakin dia gak membahayakan." Ucapan Pak Byan membuat Ari menyurang heran.

"Kalau gitu, saya permisi Pak." Pak Danu memberi hormat untuk pergi dari tempat. Hal itu lagi-lagi membuat Arizona kebingungan dengan sikap mereka.

Pulang dari rumah Pak Byan, Ari terlihat memasuki rumahnya. Di sana, sang Ibu melihatnya dengan mata melotot tajam. Ia pun dikagetkan dengan wajah anaknya yang babak belur.

"Ari! Kenapa muka ... kenapa muka kamu babak belur gini? Kamu berkelahi sama siapa lagi sih? Kamu buat masalah lagi? Atau kamu mencuri?"

Ari terduduk di rumahnya yang beralaskan sebuah tikar. Ia menghela napasnya pasrah karena selalu dituduh berbuat kejahatan terus oleh Ibunya. Padahal, dirinya benar-benar sudah dan ingin berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

"Ari tadi ngejar copet bu. Dia ngambil HP bapak-bapak di deket restoran Jepang gang depan tuh."

"Ngejar copet? Jadi, kamu nolongin bapak-bapak itu?"

"Ya emang menurut Ibu apa? Masa Ari ikut komplotan dia sih bu? Nih, bapak tadi kasih uang buat Ari. Padahal, Ari gak minta, tapi dia maksa."

Bu Erika membuka amplop tersebut. Matanya terkejut karena jumlah uangnya tak pernah ia kira.

"Ari, banyak banget. Kamu serius cuma nolongin bapak-bapak?"

Ari merebut uang dari tangan Ibunya. Ia pun ikut terkejut ketika menghitung jumlah uang yang diberikan Pak Byan padanya. Jujur saja, Ari tak pernah mendapatkan uang segitu banyak sebelumnya walaupun dari hasil taruhan yang sempat ia lakukan.

"Gila. Banyak banget. Ari gak tau uangnya bakalan sebanyak ini bu. Kalau dari penampilannya sih, bapak-bapak tadi bukan orang sembarangan bu. Dia juga dikawal sama orang-orang yang pakai baju hitam-hitam itu, apa ya namanya ... body body ... apa ya bu?"

"Bodyguard!" tukas Alvin lantas menghampiri mereka.

"Asik banyak duit bisa makan enak," ucap Alvin, adik Arizona yang masih menempuh pendidikannya di SMP kelas tiga.

Arizona memukul kepala Ari dengan uang itu.

"Bang, Alvin bener kan?"

"Duh, kita ketiban rezeki nomplok begini. Sekarang, Ibu percaya kamu udah berubah Ri. Jadi, Alvin antar Ibu ke pasar, Ibu bakalan masakin makanan enak hari ini." Bu Erika begitu antusias dan kegirangan.

Mereka pun berteriak kegirangan dan saling memeluk satu sama lain.

"Tunggu, sebelum Ibu ke pasar, Ibu mau ngobatin luka Bang Ari dulu. Vin, ambilin kotak obat dong di kamar Ibu."

"Oke siap Bu."

"Aishh, tuh anak baiknya kalau ada maunya doang bu," tukas Ari.

Di markas Pak Byan, mereka berkumpul membahas pencurian tadi. Kalau saja bukan karena Ari, Pak Byan akan kehilangan aset berharganya yang ia simpan dalam ponsel dan belum dipindahkannya ke tempat yang aman. Hal itu membuat mereka akhirnya merasa kesal dengan VP Corp karena terus meneror TR Group hanya karena satu alasan yang sama.

"Tapi, gimana sama anak tadi? Dia bahkan hampir tau alasan kita," ucap Heru.

"Kalian tenang aja. Anak itu saya rasa gak tau apapun. Dan Danu, tolong kamu cari tau siapa dia, seluruhnya ... jangan sampai ada yang kita gak ketahui dari dia."

Ucapan Pak Byan mengejutkan beberapa pimpinan pengawalnya dan ajudannya. Mereka bahkan sudah khawatir kalau anak itu akan lenyap dari dunia ini jika ia tak sengaja mengenal Pak Byan.

"Ba ... baik Pak. Akan saya cari identitasnya."

Di kamar, Keinan terus memikirkan bagaimana caranya ia bisa melakukan penelitian ke Spanyol, di salah satu sekolah ternama di sana. Keinan memang akan memasuki babak skripsi. Maka dari itu, ia harus mendapat tempat research terbaik untuk karya ilmiah akhir. Ia kuliah di salah satu kampus ternama di Indonesia selama ini. Keinan harus bisa melakukan hal yang bermanfaat, setidaknya ia harus mendapatkan pengalaman yang berharga selama menjalani kehidupan. Karena selama ini, hidupnya hanya bisa terkurung di dalam kamar setiap hari.

"Gue akan deketin Mama dulu."

Beberapa menit, Keinan telah membujuk sang Mama untuk bicara pada Papanya mengenai research yang akan Kei lakukan. Ia terus mengikuti Mamanya di sekeliling dapur untuk mengambil gelas dan meminum air mineral.

"Kamu gak waras ih Kei. Kalau Papa tau, apa yang bakalan Papa kamu jawab? Bahkan kamu aja tau sendiri jawabannya."

"Ma, please Ma. Rere bakalan ikut Keinan ke manapun kan? Kei gak akan sendiri. Kalau Keinan pergi, justru musuh kita sendiri bakalan sulit buat cari Keinan kan Ma?"

"Kei! Kamu gak boleh merendahkan musuh-musuh kamu. Posisi kita saat ini sedang kacau. Bagaimana kamu mau ke Spanyol buat penelitian coba? Keselamatan kamu sedang terancam."

"Bukannya Papa sangat mencintai dunia pendidikan Ma? Bukannya kakek dulu pendiri sekolah-sekolah terkenal saat ini? Papa gak akan bisa menolak aku kali ini. Mama liat aja nanti," ucap Keinan dengan pedenya. Ia pun sempat sedikit jengkel karena Mamanya membawa-bawa permasalahan bisnis ke dalam kehidupan Keinan.

-o0o-

NOTE :

Jangan lupa tekan bintangnya ya ges ya. Vote, komen, kritik dan saran terbuka untuk umum. Terima kasih

BUDDY GUARDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang