55

475 62 4
                                    

Si Botak menjauhkan ponsel dari telinganya ketika mendengar teriakan sang bos. Jeongyeon baru saja berteriak kesal karena si Botak menolak permintaannya. Dengan ragu-ragu, ia kembali mendekatkan ponsel ke telinganya, sembari mengusap dada pelan.

Ia menghela napas sebelum akhirnya mulai berbicara kembali. "Bos, kalau aku menculik Bos, lalu siapa yang di Makassar. Aku bisa disembelih Nona mina."

Jeongyeon memejamkan matanya kasar. "Heh, kau ini laki-laki macam apa? Pada mina saja takut! Mafia macam apa kau ini?"

"Memang Bos berani pada Nona mina?"

Nada bicara si Botak yang terdengar seperti ledekan membuat jeongyeon semakin kesal. Seketika laki-laki itu terdiam. Memang benar, dirinya pun takut jika mina sudah mengancam.

"Heh Botak! Pekerjaan di sini sudah selesai. Aku sudah mengurus segalanya. Lagipula Ada Rain dan chan, jadi aku ada atau tidak, tidak akan jadi masalah. Mereka saja yang berlebihan. Ayolah, culik aku! Aku orangnya mandiri, kok. Kau tidak perlu repot-repot membiusku karena aku bisa minum obat tidur sendiri. Aku juga bisa mengikat tangan dan kaki ku sendiri."

Di sana, Botak menepuk dahinya heran. Sudah dua belas tahun dirinya ikut dengan jeongyeon, namun sang bos tidak juga berubah. Ia masih sering meminta hal-hal yang aneh. Dirinya dan mina lah yang selama ini menjadi korbannya.

"Kalau begitu untuk apa diculik, Bos! Apa susahnya pulang."

Jeongyeon menghela napas panjang. Bola matanya berputar pertanda kesal. "Kalau aku sengaja pulang ... maka aku akan disalahkan, Bodoh! Kalau kau menculik ku, tidak akan ada yang menyalahkan ku. Kau mengerti tidak?"

"Ya, aku mengerti, Bos! Intinya aku yang akan disalahkan."

"Baiklah! Kalau kau tidak mau, aku akan bilang pada ryujin bahwa kau yang membawaku kemari ya... Aku tidak sedang main-main!"

Ancaman mematikan terakhir yang dapat dilakukan jeongyeon adalah menyebut nama ryujin. Sudah pasti si Botak akan melakukan apapun untuk tuan mudanya itu. Ryujin adalah segalanya bagi laki-laki berkepala plontos itu. Dengan sangat terpaksa, si Botak meng-iyakan permintaan sang bos. Sudah tidak ada daya untuk menolak.

Telepon terputus setelah terjadi drama menyusun rencana penculikan untuk dirinya sendiri. Jeongyeon tertidur pulas, dan si Botak mendengus kesal.

"Dokter seulgi benar, bos hanya orang bodoh yang mempekerjakan ribuan orang pintar. Untung saja kekayaan dan status mafianya mampu menutupi kebodohannya." gumam Si Botak.

Di tempat lain, chaeyoung sedang mempersiapkan segalanya untuk kelahiran baby monsternya. Laki-laki itu sedang berada di dalam sebuah kamar dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Sebuah kamar dengan cat warna pink di satu sisi, dan warna biru di sisi lainnya.

Ia mendekorasi sendiri kamar anak-anaknya. Semuanya dilakukan sendiri, termasuk saat mengecat kamar itu jauh-jauh hari sebelumnya. Kini, kamar itu terlihat sangat indah dengan beberapa perlengkapan bayi di dalamnya. Dengan senyum mengembang, mina masuk ke kamar itu, memperhatikan chaeyoung yang sedang asyik sendiri.

"Sayang, kenapa belum tidur?" tanya chaeyoung

"Aku menunggumu."

Mina duduk di bibir tempat tidur, matanya berkeliling ke setiap sudut ruangan itu. Sesekali, ia mengambil gambar chaeyoung yang sedang merakit box bayi-- dengan kamera ponselnya.

"Sebentar lagi selesai. Tidur duluan saja. Wanita hamil tidak boleh begadang."

"Tidak mau! Aku mau tidur denganmu." mina mendekat pada chaeyoung dan berbisik di telinganya. "Aku habis membeli pakaian jaring laba-laba seperti yang kau beli waktu itu," mina berbisik dengan malu-malu.

[END] MR.PECICILAN DAN MOSTER BETINA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang