6. Memperbaiki semuanya

572 77 1
                                    

"Shika, bagaimana?"

Pria nanas yang belum sempat duduk berdecak sebal mendengar pertanyaan Naruto. Ia tak langsung menjawab, pria itu mendudukkan dirinya terlebih dahulu lalu merebahkan kepalanya setelah ia memesan kopi terlebih dahulu.

"Jangan tidur Shika!" Naruto mendesak tak sabar. Naruto sudah menunggunya di kafe langganan mereka tapi malah sahabat malasnya ini memejamkan mata.

"Kau ini sungguh merepotkan. Kenapa selama ini tidak kau sendiri saja yang melakukannya?" Posisi Shikamaru masih sama ia hendak memejamkan matanya lagi.

Mendengar penuturan Shikamaru, wajah Naruto kembali sendu. Benar, selama empat bulan ini dia hanya mengandalkan Shikamaru untuk mencari informasi tentang hubungannya dengan mahasiswa bernama Harry. Harus Naruto akui, gadis itu nyatanya tak memiliki hubungan khusus dan mereka memang baru kenal sekitar lima bulan lalu ketika mahasiswa itu datang. Ya, saat ini hanya itu informasi yang ia dapatkan.

Meski begitu, tak bisa di pungkiri Naruto cemburu melihatnya. Cemburu? Ya, pria itu sudah menyadarinya sekarang. Dia tidak bisa melewatkan hari-harinya dengan Hinata. Meski selalu bersama Sakura dan kawan lainnya, tetap ada yang kurang di dalam hatinya.

Katakanlah Naruto pengecut. Bahkan akhir-akhir ini ia benar-benar tidak mau menampakkan wajahnya di depan Hinata. Ada rasa sakit ketika melihat wajah gadis itu. Sakit karena waktu itu ia pernah membentaknya, mengabaikannya. Sungguh ia tak punya muka untuk bertemu dengan Hinata secara langsung. Jadi hanya sahabat nanasnya ini yang bisa ia percaya.

Naruto selalu menyibukkan diri di kantor setelah kuliah. Hanya itu kegiatan sehari-harinya. Berkumpul jika memang perlu.

Shikamaru tak tega melihat wajah Naruto yang jika membahas Hinata selalu menjadi tak bergairah. Ia mengerti, Naruto memang sudah menyesalinya tapi butuh waktu untuk memperbaiki semuanya.

Setelah pesanan kopi datang, barulah Shikamaru memulai kembali percakapannya. "Masih sama. Kau tenang saja. Aku rasa Hinata tak akan mudah jatuh cinta secepat itu. Aku tidak punya informasi apa-apa lagi. Hinata selalu menyimpan semuanya sendiri." Jelas Shikamaru. Ia menyesap kopinya perlahan.

"Maaf merepotkanmu Shika. Mungkin benar, sekarang aku tidak boleh menyembunyikan diri."

Mendengar penuturan Naruto, pria di depannya tersenyum kecil. "Kau dengan Hinata adalah teman sejak kecil. Akan sangat di sayangkan jika berakhir begitu saja."

"Tidak akan pernah!" Naruto menatap Shikamaru.

"Aku tidak akan membiarkan itu berakhir Shika." Dia sudah bertekad akan memperbaiki hubungannya kembali, membangun kepercayaan yang sudah ia hancurhan. Menata hatinya memang butuh waktu. Tapi sekali lagi, Naruto tak ingin kehilangan Hinata.

Obrolan ringan dengan Shikamaru segera berakhir. Ia melirik jam di tangannya sudah pukul sepuluh lebih.

Mobil mereka berpisah di persimpangan jalan.

Tak sampai lima belas menit, Naruto sudah tiba di kediaman mansion Nami-Uzu.

Setelah menyerahkan kunci mobil pada sang penjaga rumah, kakinya melangkah masuk ke dalam menapaki anak tangga menuju lantai dua. Sebelum masuk ke dalam kamarnya, Naruto melihat ke sekeliling rumah. Hanya kesunyian yang ada.

Jika ada pun, pasti hanya pelayan. Naruto memang sudah biasa dalam kondisi ini. Kedua orang tuanya berada di luar negeri. Tapi dulu ketika rumah Hinata masih dekat dengan kediamannya, rumah ini tak sepi. Gadis kecil riang yang selalu mengganggu Naruto.

Bahkan ketika usia mereka menginjak remaja, hingga di saat mereka kuliah bersama. Hanya Hinata yang bersedia bermain di mansion megah ini. Katanya sambil bernostalgia ketika mereka kecil. Teman-temannya yang lain selalu ingin mengajaknya keluar.

WHEN YOUR GONE {✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang