14. Perjalanan 4. (Desa Aogashima)

340 48 0
                                    

Keesokan paginya mereka melanjutkan perjalanan menuju desa Aogashima. Tampaknya pagi ini cukup bersahabat. Mulai dari kedekatan mereka dan cuaca yang baik yang menemani mereka.

Tapi tetap saja perasaan jengkel Naruto selalu ada di hatinya. Ia teramat dongkol melihat Hinata begitu akrab dengan Harry. Kebetulan mereka berjalan di depan Naruto.
Tapi bukan Hinata namanya jika ia tak khawatir pada lelaki pirang ini. Beberapa kali, ia selalu memeriksa keadaan tubuh Naruto. Khawatir kedinginan lagi. Meski suhu mulai hangat, tetap saja gadis itu cemas dengan kondisi Naruto.

Berhenti sesaat dan berbalik. Jarak antara dia dan Naruto hanya beberapa meter saja.

"Naruto-kun, tanganmu sudak tidak kaku?" Tanyanya setelah mereka saling berhadapan. Tatapan Naruto yang semula jengkel akhirnya kembali melembut saat Hinata meraih kedua telapak tangannya yang besar.

"Syukurlah sudah tidak terlalu dingin."

"Ya, tanganku sudak tidak kaku." Atensinya terlalihkan saat ia melihat beberapa orang melewatinya. Bahkan beberapa mereka membawa gerobak berukuran sedang berisi sayuran segar. Ia meyakini mereka adalah penduduk lokal.

Itu artinya posisi mereka dengan desa Aogashima sudah dekat.

"Woah akhirnya kita sudah sampai. Aku benar-benar lelah." Seru Ron senang. Kemudian ia bertanya pada salah satu orang yang melewatinya.

"Permisi, apa desa Aogashima masih jauh?" Ron bertanya dalam bahasa jepang.

Pria berusia sekitar empat puluh tahunan tersebut berhenti sesaat. Matanya meneliti Ron dari atas hingga bawah. Hingga Ron merasa aneh di tatap seperti itu.

Kemudian matanya mengarah pada empat orang lain di belakang Ron.

"Desanya tidak jauh." Jawabnya dengan datar. Tanpa kata lagi, pria itu melanjutkan perjalanan.

"Kau tidak lihat Ron?" Hermione menunjuk papan kayu kecil yang tertancap di salah satu pohon bertuliskan:

Desa Aogashima, 5km

"Apa kita akan lanjutkan atau istirahat?" Tanyanya kenudian.

"Anu...maaf bolehkah untuk istirahat dulu? Aku merasa di dalam sepatuku ada yang mengganjal." Bukan itu alasan sebenarnya Naruto. Meski tak sepenuhnya bohong, tapi dia benar-benar cemburu melihat kedekatan Harry dan Hinata. Jadi dia beralasan saja agar bisa berbicara dengan Hinata.

Naruto melepas seluruh sepatu di kaki kirinya. Rasanya begitu tidak nyaman.

"Biar aku bantu." Saat tangan mungil Hinata hendak membantu dan ia ikut berjongkok untuk melepas sepatu Naruto, sayangnya di tahan oleh sang pemilik.

Lelaki itu menggeleng. Ia tersenyum penuh pengertian. Mengajaknya untuk duduk di bebatuan. Naruto sempat memperhatikan kondisi di sekitarnya.

Jalan setapak yang di kelilingi tebing curam ini tidak terlalu licin, tapi mereka sepertinya harus memerlukan tenaga lebih karena setelah ini mereka akan berjalan menanjak karena desa tersebut berada di di tengah kawah. Sudah di pastikan, setelah menanjak mereka akan turun kembali.

"Naruto-kun, apa kaki mu terluka?" Hinata bertanya sangat cemas. Ia memperhatikan Naruto yang membuka sepatunya.

Lelaki itu tersenyum kembali. "Jangan terlalu mengkhawatirkanku. Ya, rasanya tidak sakit hanya aneh saja. Sebaiknya kau minum dulu Hinata. Kau terlihat lelah. "

Gadis itu menurut. Kemudian ia membuka tutup botol dan meneguk perlahan. Ia juga menyodorkan botol tersebut pada Naruto dan di sambut baik oleh Naruto. Mata birunya teralihkan lagi oleh ketiga sahabat yang tampak berdiskusi yang tak jauh dari tempatnya duduk.

WHEN YOUR GONE {✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang