"Jadi besok lusa ya, kau mulai bergabung di kantor?"
Naruto mengangguk membenarkan pertanyaan sang Ibu. Mulutnya masih di penuhi makanan. Saat di rasa makanannya tertelan barulah ia bicara.
"Apa ada sesuatu? Kenapa wajah ibu seperti itu?"
Ia tahu, ibunya menyembunyikan sesuatu di raut wajahnya yang anggun. Seringnya Naruto di tinggalkan oleh kedua orang tuanya bekerja sejak kecil, tapi ia cukup tahu jika saat ini Ibunya tengah menyimpan sesuatu yang sulit untuk di ungkapkan.
Kushina hanya tersenyum dan melanjutkan makan malamnya dengan tenang. Di sisi lain, Minato tampak tak bisa berbicara apa-apa. Biarlah ini urusan anak dan istrinya, fikirnya. Sedangkan di sebrang meja. Seorang gadis sama halnya dengan Minato. Ia memilih diam dan menikmati makanannya. Menurutnya, perasaan ini jauh lebih canggung apalagi sekarang tepat di depannya adalah Naruto.
"Katakan bu, ada apa?" Naruto meletakkan sendok dan garpu miliknya. Makanan masih tersisa di piring. Ia memilih menghentikan makannya dan menerima penjelasan Kushina.
"Ibu hanya.. ingin kau meluangkan waktumu untuk persiapan pernikahan kalian."
Mendengar perkataan dari ibunya, sontak Naruto terdiam. Benar, satu bulan ke depan memang pernikahannya dengan Hinata. Ia menggulirkan matanya sosok yang berada di depannya. Sang gadis pun ikut terdiam. Tapi tak menunjukkan reaksi apa-apa. Itu membuat Naruto menjadi salah paham, ia mengira gadis itu sama sekali tak senang dengan pernikahan ini. Dia memang kehilangam ingatannya. Lantas kenapa menerima dengan mudah mengenai pernikahan ini? Itulah yang bercocol dalam otak Naruto.
Kembali ia menatap sang ibu yang tampak menampilkan wajah penuh harap.
"Bagaimana jika besok saja? Bukankah ibu bilang hanya mengukur baju saja kan?" Ia kembali menyuapkan makanannya ke mulut. Entah mengapa mood nya tampak buruk ketika melihat ekspresi Hinata yang tampak biasa saja.
"Tapi Bu, besok bukankah kita ada acara di yayasan?" Kali ini Hinata yang bergabung untuk bicara.
Memang selama tiga tahun terakhir setelah Hinata di nyatakan sembuh dan menyelesaikan terapi, ia memilih membantu Kushina bekerja di yayasan milik keluarga Uzumaki. Yayasan besar, selain untuk menampung anak-anak yang kurang mampu juga menerima anak yang tak di inginkan orang tuanya. Gadis itu seperti memulai kehidupan baru setelah ia tahu di nyatakan amnesia oleh dokter.
"Lagi pula, Naruto-san baru saja pulang. Aku rasa.. tidak perlu terburu-buru untuk membahasnya ibu." Lanjutnya kemudian. Hinata menelan ludahnya dengan susah payah setelah mengatakan itu. Setidaknya hanya itu alasan yang bisa ia buat. Ia benar-benar belum siap berhadapan langsung dengan Naruto. Ada perasaan aneh dalam dirinya.
Perasaan yang ia rasa pernah di laluinya. Tapi ia benar-benar tak ingat. Dan sekarang rasa itu muncul kembali dan untuk orang yang sama.
Hinata hanya membutuhkan waktu, sedikit lagi. Untuk meyakinkan dirinya.
"Kau benar, Ibu hampir lupa. Tidak mungkin kita membatalkan acaranya."
Tangan mungilnya mengusap lembut pundak wanita yang sejak lima tahun ini merawatnya. Memberikan ketenangan. "Tidak usah khawatir. Kita bisa melukukannya lain waktu."
"Aku sudah selesai." Naruto berucap kesal. Ia berdiri dari duduknya dan pergi meninggalkan meja makan tersebut.
"Naru__"
"Aku hanya sedang lelah. Ibu, Ayah aku izin ke kamar untuk istirahat." Bahkan Naruto sama sekali tak berpamitan pada Hinata.
Di sisi lain, Hinata hanya mampu menundukkan wajahnya. Ia benar-benar bingung harus berbuat apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHEN YOUR GONE {✓}
RomanceIni hanya kisah cinta klasik. Semua orang mungkin mengalami hal serupa. Bagaimana jika, kamu mencintai tapi tak di cintai. Dan dia mengagumi tanpa di cintai. Lantas, jalan apa yang harus di pilih? Disclaimer : Karakter Naruto dkk milik Masashi Kishi...