18. Kembali

443 50 1
                                    

5 Tahun kemudian...
.
.
.


Hari ini adalah hari terakhir Naruto di Amsterdam. Setelah menyelesaikan pendidikannya dan membantu perusahaan cabang disini, Naruto memutuskan untuk kembali. Sang ayah juga memerintahkan Naruto untuk memegang perusahaan pusat di Tokyo. Tentu saja Naruto tak keberatan soal itu. Apalagi ia sudah merencanakan hal yang lebih besar.

Pria berusia 27 tahun itu kini jauh lebih dewasa. Pribadinya yang berubah menjadi dingin dan sosok yang di segani dalam berbisnis. Jangan tanyakan ketampanannya. Meski banyak wanita yang bahkan karyawan kantor pun banyak tergila-gila pada sosok keturunan Namikaze Minato ini, tak ada satu pun yang berani menganggunya. Bahkan hanya untuk menatap mereka tak sanggup.
Tak pernah mereka lihat senyum terbit di bibirnya. Hanya berbicara jika perlu.

Kulit tan yang eksotis membuatnya semakin mempesona, tubuh kekarnya tak ayal jadi incaran para wanita.

"Kau belum pulang? Padahal jadwal keberangkatannya besok pagi." Kakashi, asisten ayahnya baru saja datang untuk memastikan anak tuannya sudah siap untuk penerbangan esok hari.

Mata birunya masih menatap langit sore dari dalam gedung bertingkat tersebut. Perlahan, ia memutar kursinya. "Jika Paman tahu aku disini, kenapa harus bertanya?"

Pria bermasker itu hanya terkekeh pelan. Naruto akan menjadi pribadi yang hangat hanya jika dengan orang-orang yang sudah lama kenal dengannya. Seperti Kakashi, pria itu sudah mengenal Naruto sejak dia masih kecil.

"Aku hanya mengingatkan saja. Agar malam ini kau istirahat."

Kemudian Naruto bangkit dari duduknya. Ia meraih jas dan ponsel di meja.

"Aku akan kembali ke Tokyo, sesekali paman pulanglah kesana."

"Tentu, aku akan pulang jika kau menikah."

"Itu harus. Lalu kau? Akan menjomblo seumur hidup?" Wajah Kakashi berubah masam di balik maskernya.

Naruto hanya terkekeh pelan dengan leluconnya sendiri.

"Kau urus saja hidupmu." Sudahlah bicara soal menikah, Kakashi akan mundur. Bukan tak mau, hanya saja sampai saat ini ia masih memperjuangkan seseorang disana agar mau hidup dengannya disini.

"Hahaha. Baiklah Paman. Aku doakan yang terbaik."

"Begitu juga kau. Semoga semua akan kembali seperti semula."

Naruto menghela nafas pelan. Jika ia mengingat itu, memang menyakitkan. Tapi setidaknya ia harus bersyukur. Kekasih hatinya sudah kembali meski tidak dengan ingatannya.

"Aku harap begitu." Suaranya tercekat seperti tak ada harapan. Meski sudah lama berlalu tapi rasa sesak di dada tak pernah hilang.

Kakashi merasa iba pada Naruto.

Sosoknya yang hangat dan periang seolah hilang di telan bumi. Meski sudah lima tahun, tampaknya Naruto masih di liputi rasa bersalah. Oleh karena itu ia bertekad tidak akan mengulang kembali kesalahan yang sama. Dan akan menjadikan Hinata seutuhnya hanya untuk dia, hanya untuk Naruto.

"Aku permisi Paman Kakashi. Terima kasih sudah menyiapkan semuanya. Aku menunggumu di Tokyo." Kaki panjangnya melangkah menuju Kakashi. Ia memeluk erat sang paman yang sudah menjadi sosok ayah bagi Naruto.

Kakashi tertawa kecil. "Jika pegawai mu tahu kau seperti ini, aku yakin mereka akan pingsan."

Kali ini, demi kalimat yang Kakashi utarakan, ia merasa geli sendiri. Ia bahkan tak menyadari jika dirinya manjadi bahan perbincangan kantor karena sikapnya yang dingin.

"Baiklah, karena hari ini aku terakhir disini. Aku memutuskan untuk tersenyum pada karyawanku. Dengan catatan hanya jika berpapasan! Jika aku tersenyum sepanjang koridor, mereka akan menganggapku gila paman!"

WHEN YOUR GONE {✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang