12. Perjalanan 2. (Hipotermia)

416 52 1
                                    

Pagi ini bisa di katakan hari sial bagi Naruto.  Selain ia yang di tinggal teman-temannya, dirinya juga harus mengalami kesulitan yang lain.
Seandainya ia berada di tengah-tengah kota atau  negara yang ia tak kenali, masih banyak cara untuk di lalui. Bertanya pada siapapun mencari informasi. Tapi disini? Apa yang bisa ia harapkan? Bertanya pada pohon-pohon besar nan menjulang tinggi atau bebatuan terjal yang selalu ia temui.

Merujuk pada peta? Sungguh itu tidak bisa di harapkan.

Pada awalnya Naruto bisa bernafas lega ketika pagi hari di awali gemercik hujan. Sejak dini hari tadi ia membuat tempat untuk dirinya berteduh. Membuat bivak dari daun-daun berukuran lebar. Dengan alat seadanya menggunakan pisau lipat berukuran kecil. Susah payah lelaki itu memotong daun-daun tersebut.

Satu-satunya yang bisa ia harapkan adalah peta. Seharusnya peta bisa menuntun seseorang setidaknya menemukan sebuah lokasi yang mungkin bisa membantu. Namun apa yang menjadi rencananya hanya sebuah harapan kosong. Peta itu hanya memiliki denah yang di lalui alur sungai. Sisanya ia sama sekali tak bisa membaca karena tanpa keterangan. Dan sialnya saat itu sama sekali tak ada yang bertanya pada Toneri termasuk dirinya.

Naruto hanya mengikuti instingnya kemanapun ia berjalan. Peta yang ia pegang setidaknya bisa di pahami walau hanya sedikit. Logikanya, bukankah ia hanya perlu mengikuti laju arah sungai? Sungai adalah sumber kehidupan. Berharap ketika sampai pada hulu maka ia akan menemukan penduduk disana. Di katakan dan di bayangkan memang mudah.  Tapi tidak dengan kenyataan. Terpaksa Naruto mencari jalan memutar tak tentu arah.

Dan sekarang ia benar-benar tersesat.

Sejak pagi menyusuri hutan, sekitar tiga jam lamanya pria itu menerobos hujan. Minimnya pengalaman survival di alam bebas membuat lelaki pirang ini benar-benar menderita.

Ia bahkan tidak tahu buah mana yang bisa di makan untuk sekedar mengganjal perutnya. Air semalam yang di bawanya, terpaksa ia teguk sedikit demi sedikit. Sisa cemilan yang ia kemas pun, sudah habis sebelum dirinya berangkat untuk 'memulai perjalanan'.

Tubuh kekar itu sudah kuyup. Cuaca ekstrim mulai terasa di kawasan dalam hutan. Padahal Naruto sebelumnya berharap akan menemukan cahaya matahari untuk menghangatkan badannya yang sudah menggigil. Jaket yang ia kenakan basah, ransel yang ia bawa? Jangan di tanya.

Sayangnya hanya kabut tebal yang ia temui. Jarak pandang yang sanget pendek. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.00. Tapi Naruto sama sekali tak menemukan apa-apa. Selain dirinya yang tanpa sadar sudah mengitari tempat itu lebih dari lima kali.

"A-ada telur." Katanya dengan bibir yang bergetar hebat. Wajah pucat pasi bahkan bibir kecoklatan itu kini menunjukkan kebiruan.

Naruto tak bisa menahan kegembiraannya saat menemukan telur yang berkumpul di suatu lubang dekat pohon. Kakinya harus terseok karena lelah.
Tidak peduli itu telur apa, Naruto ingin segera melahapnya. Kelaparan dan kedinginan membuat otaknya tak bisa berfikir jernih.

Namun saat berada dekat dengan sarang telur berwarna putih itu, keningnya nengernyit heran. Naruto semakin mengeratkan pelukannya sendiri karena menggigil hebat. Bibirnya terasa sulit untuk sekedar berucap akibat kaku karena dingin.

"Telur ini sudah pecah. Dan ada jejak kaki. I-itu berarti seseorang baru saja datang." Begitu senangnya Naruto membayangkan ternyata dirinya tidak sendiri. Mata biru yang mulai kemerahan memandang sekitar berharap 'orang' itu masih dekat dengannya.

"Hello!! Aku disini!!" Teriaknya dengan tak sabar.

"AKU DISINI! TOLONG AKU SIAPAPUN!!" Naruto masih berusaha berteriak. Bahkan suaranya hampir habis.

Tapi kemudian ada yang aneh dengan jejak kakinya. Memang banyak jejak kaki yang tak jauh dengan lubang penyimpanan telur ini. Seketika sedikit kesadarannya mulai datang.
Naruto membandingkan jejak kakinya dengan ukuran sepatu miliknya.

WHEN YOUR GONE {✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang