11. Perjalanan 1. (Terpisah)

411 52 2
                                    

Setelah bercerita, suasana hening sejenak.

Pria itu tersenyum. Mereka masih dalam posisi sama duduk bersisian. Harry menghabiskan minumannya yang kesekian kali.

"Itu kisah yang menyakitkan." Ujar Hinata.
Ia masih memandang Harry. Pria itu tampak tenang.

"Ya, terkadang perjalanan cinta tidak masuk akal. Menjadi bencana, dan menjatuhkan harga diri."

Hinata bergumam. Kembali memandang langit hitam.

"Aku tidak tahu bagaimana dengan kisahmu. Tapi Hinata, kau bisa memberi jalan lagi pada hatimu. Jangan membohongi diri sendiri. Kalian tentu masih saling mencintai."

"Tapi bukankah kau juga begitu?"

Harry tersenyum tipis. "Hinata, sebelumnya aku menceritakan Cho dengan mudahnya mencintai orang lain tanpa sepengatahuanku. Bahkan dia sendiri tak mengerti kenapa semua bisa terjadi. Bahkan dengan sabar aku ingin menunggu penjelasannya. Tapi apa yang aku dapat?" Harry mengusap wajahnya kasar. Memejamkan matanya sejenak. Menundukkan wajahnya.

"Lalu apa aku harus kembali? Bahkan tanpa menunggu perkataanku, dia pergi begitu saja." Harry terlihat emosi mengingat kejadian itu. Bukan Harry tak ingin menahannya, tapi semua itu keinginan Cho. Cho memilih jalan cintanya sendiri. Sunggub menyesakkan.

Hinata yang mendengar itu memalingkan wajahnya. Matanya mulai berkaca-kaca. Jika di ingat lagi, saat itu Hinata yang mengakhiri semuanya. Benar apa yang di katakan Harry, Naruto pasti berfikir untuk apa kembali dengannya. Sedangkan sekarang, gadis itu masih mencintainya. Sekalipun ia memeluk erat luka yang pernah di torehkan Naruto.

"Maafkan aku.." Hinata berkata lirih. Air mata jatuh tak tertahankan.

Harry yang mendengar itu terkejut melihat Hinata menangis. Sepertinya pria itu salah mengartikan kata maaf Hinata.

"H-hinata maafkan aku. Aku tidak bermaksud__"

"Bukan salahmu. Aku hanya terlalu bodoh. Jelas aku masih mencintainya tapi aku sendiri yang mengakhiri." Hinata menyeka air matanya. Sekarang ia sangat merindukan pria itu.

Pria di sampingnya berusaha menenangkan Hinata. Dengan ragu, dia mengusap pelan surai indigo milik Hinata. "Kau tidak salah, pasti ada alasan yang membuatmu mengambil keputusan dengan cepat. Kau juga berhak bahagia, tak apa biarkan saja seperti ini. Suatu hari nanti aku yakin, dia akan kembali padamu." Saat mengatakan demikian, entah mengapa dada Harry terasa sesak. Tapi di sisi lain, ia bisa melihat sorot mata Naruto yang malam itu begitu marah dan cemburu. Harry yakin sejujurnya mereka saling mencintai, hanya saja keadaan yang belum mendukung mereka.

Hinata tak bisa menahan tangisnya. Ia mulai terisak kecil. Harry yang sadar akan hal itu, ia memberikan pundaknya pada Hinata. Gadis itu butuh tempat bersandar, bukan Harry memanfaatkan keadaan tapi hal ini tidak termasuk pengkhiatan pada Naruto kan?

Harry semakin merapatkan tubuhnya untuk Hinata agar bisa menangis di pundaknya. "Berjanjilah ini terakhir untukmu menangis. Dirimu berharga, kau berhak bahagia." Kembali tangannya mengusap kepala gadis yang sudah terisak di pundaknya.

Sedangkan di belakang, api unggun sudah menyala. Mereka sama sekali tak menyadari Ron dan Hermione yang sejak tadi mengumpulkan ranting.

Harmione menatap sendu punggung mereka. Bahkan sudut matanya terlihat basah. Hermione sangat mengerti perasaan Harry.

"Apa Harry mencintainya?"

"Kau lihatnya bagaimana?"

"Memang begitu."

"Lantas kenapa bertanya?" Ron benar-benar heran dengan seorang wanita. Apa susahnya menjawab 'iya'. Tidak perlu bermain tebak-tebakan.

"Apa? Kenapa kau memandangku seperti itu?" Ketus Hermione.

WHEN YOUR GONE {✓}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang