Chapter 36 - Jujur

25.8K 1.5K 14
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading

***

"Kazeo!"

Sia terperangah sambil melebarkan mata penuh.

Kazeo ada di depannya, Kazeo! Sungguh Sia tak berharap jika ini hanya halusinasi.

Tangan Sia terangkat perlahan dan menyentuh sisi kiri wajah Kazeo, seolah memastikan apakah pria di depannya ini nyata atau hanya bentuk halusinasinya sebab terlalu banyak menangis dan memikirkan pria ini.

Dan ya, telapak tangan bergetar Sia berhasil bersentuhan dengan kulit pipi Kazeo! Jelas itu nyata! Kazeo benar ada di depannya dengan wajah datar khas miliknya. Seolah tidak terjadi apa-apa. Tidak sesi di seret polisi seperti yang dia bayangkan dan cemaskan. Semua itu tidak ada! Kazeo baik-baik saja!

"Hiks, kok lo di sini?" Nangis lagi.

Seperempat malu sebenarnya, karena seharian menangis meraung-raung tapi sekarang pria ini nampak baik-baik saja. Malah dirinya yang kayak zombie, rambut awut-awutan, mata sembab tingkat tinggi, wajah suram. Benar-benar definisi tak layak lihat.

"Hiks," Tapi ya mau bagaimana lagi, Sia tak bisa menahan tangisnya.

"Sedih liat gue nggak di penjara?"

Hng,

Plakk...

Kazeo mendelik mendapat pukulan cepat tanpa aba-aba di pipinya, walaupun tidak keras untuk ukuran pukulan yang biasanya dia dapat, tapi ya cukup terasa.

"Hiks.. Enggak lah bego, hiks." Sia tak bermaksud menampar, refleks saja karena kesal mendapat tuduhan tak berdasar. Reflek menjorok kebablasan sampai tangannya panas, pasti Kazeo mengartikan Sia tengah balas dendam.

Sia tak terlalu ambil pusing, lalu mengusap air matanya dua kali, "Emang orang nangis cuma boleh pas sedih doang," protes Sia di sela-sela tangis.

Tidak membalas Kazeo hanya berdecak saja.

Lalu keduanya diam, Sia melanjutkan sesi tangis, sedangkan Kazeo hanya mendengarkan saja.

Sepuluh menit dalam posisi yang sama, Kazeo pun terdengar bersuara lagi.

"Nggak capek?"

Dan Sia langsung mengangkat kepalanya yang mulanya menunduk.

"Capek banget, hiks, tapi __hiks nggak mau berhenti, hiks." Gila aja, nangis ternyata butuh effort tinggi juga ya. Apalagi ini tangisan tidak jelas, mengingat orang yang menjadi alasannya menangis sudah ada di depan mata, tapi ia masih tak mau berhenti.

Meski begitu, sumpah demi apapun Sia senang melihat Kazeo berada di sini, di depannya.

Kazeo menghela nafas panjang, "Sana balik!" perintahnya tanpa ada nada khawatir atau peduli sama sekali. Sialan kan.

"Bentar dong, hiks." Cukup sebal Kaze tidak tau diri dan malah ngusir, kalau bisa mengumpat sudah dia umpati pria ini sejak tadi. Tapi ya nyatanya Sia tidak bisa.

Walaupun sisi tega Kazeo masih menempel, dan congor jletot Kazeo tetap tak berkurang di keadaan penuh air mata ini. Tapi Sia tau betul kalau masih ada kepedulian samar pada diri Kazeo.

Terbukti dari perlakuan Kazeo yang menutupi tubuhnya dengan jaket. Dan entah sejak kapan pria itu datang, tapi dia tak berniat membangunkannya, yang malah meletakkan kursi di sampingnya, mungkin sebagai sandaran agar Sia tak oleng jatuh.

"Berapa menit lagi?" tanya Kazeo dengan datarnya.

"Apa?"

"Nangisnya."

"Nggak tau, hiks." Padahal tangis Sia sudah mulai mereda tadi, tapi saat di tanyai, itu malah membuatnya ingin menangis kencang lagi, dan mengabaikan matanya yang sudah kayak filer kelopak mata, bengkak banget sampai agak susah di buka.

Kazeo diam lagi.

Sampai beberapa saat setelahnya, isakan Sia benar mulai mereda, dia mengusap air matanya kasar, lalu bersuara dengan nada serak. "Gimana lo bisa pulang?" tanyanya.

Tanpa repot-repot menoleh, Kazeo langsung menjawab, "Pake uang jaminan,"

Sia faham jika uang bisa menyelamatkan segalanya, tapi dia tak menyangka bisa semudah itu.

"Berarti tadi beneran di penjara dong?" tanya Sia lagi.

"Iya,"

Sia menunduk sedih, tangannya bergerak terulur untuk mengambil tangan kanan Kazeo yang terdapat luka di punggung tangan, bekas meninju Dio tadi.

Darahnya juga sampai mengering karena tidak di bersihkan.

"Yo," Sia tak berani mengangkat wajah, dan hanya mengelus punggung tangan pria itu perlahan. Dan Kazeo sama sekali tak menolak atas perlakuan Sia.

"Hm," balas Kazeo merespon.

"Makasih." Ya walaupun perbuatan Kazeo tidak bisa di bilang terpuji, tapi semua alasannya karena dirinya. Kazeo jadi memukul Dio untuk membelanya.

Sia menggigit bibirnya karena akan menangis lagi, menunggu Kazeo yang tak ada respon atas ucapannya, jadi Sia bersuara lagi.

"Yo,"

"Hm,"

"Gue ... Gue minta maaf."

Kazeo diam saja tak menjawab lagi.

Jadi Sia pun mengangkat kepalanya. dan kedua mata mereka pun bertemu.

"Maaf, gara-gara gue lo jadi terlibat," ucapnya sambil melepaskan tangan Kazeo, dan akan menunduk kembali.

Sebelum akhirnya harus di urungkan ketika melihat satu sudut bibir Kazeo terangkat. Kazeo tersenyum miring, antara meremehkan dan kesal tertahan, terbukti dari giginya yang bertaut dan berbunyi gemelutuk.

"Lo ada masalah apa sama si brengsek itu?" Kazeo bertanya. Matanya menyipit menuntut jawaban.

Sia sendiri sontak tertegun mendapat pertanyaan, pupilnya sampai bergetar dengan tatapan lurus ke arah mata Kazeo.

Pertanyaan ini lah yang selalu Sia takutkan. Dia mungkin tak akan bisa menjawab jika yang bertanya bukan Kazeo.

Tapi ... Kali ini Sia ingin jujur pada Kazeo, mengingat pria di depannya itu juga sudah tau fakta tentang dirinya.

"Dia -dia ..," Sia menggigit bibirnya tiga detik. "Dia yang perkosa gue!"

Dan ya ... Raut wajah Kazeo seketika berubah menegang.

Terkejut?

Tentu saja!

Hingga detik selanjutnya kedua tangan Kazeo pun terkepal, seiring rahangnya yang ikut mengeras. Seolah pria itu tengah menahan sesuatu pada dirinya. Salah satunya menahan mulutnya untuk tetap terkatup rapat.

***
TBC

Dikit banget chapter ini, gpp ya:')

See u..
.
.
.
K I  M  T A E Y A

Psycho Gay [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang