05.Perpisahan

4 1 0
                                    

"𝘋𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘢𝘴𝘶𝘴 𝘵𝘦𝘳𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘮 𝘣𝘪𝘭𝘢 𝘫𝘢𝘵𝘶𝘩 𝘬𝘦𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩"

~𝙍𝙞𝙙𝙝𝙤 𝙚𝙡𝙛𝙖𝙧𝙤 𝙖𝙡𝙩𝙖𝙣~

     

     Zaila membisu di tempatnya. Ia menatap ke arah sang putra yang tengah memeluk Javeria setelah ia bangun tadi.

Ia dilema, ia kebingungan dan otaknya mendadak berhenti berkerja. Ia jatuh terduduk dengan air mata yang menetes dan pandangan mata yang kosong.

Nayaka yang mendengar suara benda jatuh itupun berlari sembari menggandeng Javeria untuk mencari keberadaan sang bunda lalu memeluk ibundanya.

"Om jahat!!! Om berani buat bunda Naya menangis!!! Naya pasti bakal hukum om!!!" teriak Nayaka lantang yang bahkan tak di gubris sama sekali orang lelaki itu.

Saat Nayaka dan Javeria tengah membantu sang bunda untuk berdiri, lelaki itu menarik paksa kerah sekolah Javeria dan menyeret nya keluar sementara para bawahannya menahan zaila dan Nayaka.

"Javeria!!! " teriakan zaila menggelegar keseluruh penjuru rumah.

Sementara di luar Javeria yang kesulitan untuk mengambil nafas pun di lempar kedalam mobil hingga mobil itupun menjauh dari rumah sang bunda dan sahabat nya tinggal.

Melihat Javeria yang terbatuk-batuk dengan nafas berat lelaki itu justru cuek dan tetap menatap ke arah depan.

"B-bunda... Sa... Kit... " ucap Javeria sembari meremat seragam sekolahnya.

Tak lama mobil itu pun berhenti di depan sebuah bangunan rumah bertingkat dan lagi-lagi Javeria di seret kasar, kali ini oleh bawahan pria tersebut.

"Buat apa kamu bawa anak itu kemari? " tanya seorang wanita cantik dengan tampang tak sukanya.

"Menurut mu? "

"Cih! melihat wajahnya saja sudah membuat ku ingin menghabisinya apalagi harus berpura-pura menyayangi nya? "

"Keluarga Yohanes membutuhkan bukti bahwa mereka memiliki penerus, dan bukankah keluarga Victor pun juga demikian? Hanya untuk pertemuan-pertemuan saja, selebihnya terserah padamu mau kau apakan dia" ucap laki-laki itu lantas menaiki anak tangga menuju lantai atas.

"Woy bocah! Sini lo" ucap perempuan itu.

Javeria yang ketakutan pun hanya diam dan menangis.

Melihat itu, wanita itu menjadi sangat emosi dan berjalan ke arah Javeria.

Ia menjabak rambut anak itu sembari berucap " lo tuli apa gak punya mulut hah?!! Gw itu mama lo!!! Gak sudi banget gw ngelahirin anak prematur kayak lo!!! Gak berguna!!! " ia pun langsung melepaskan cengkraman nya dan pergi meninggalkan Javeria yang berjongkok sembari memegangi kepalanya.

"Bunda... Mau pu.. Lang... Sakit... Ma... Ma.... Sama... Pa... Pa... Gak sayang sa... Ma... Jav....." isak nya.

Sudah 2 jam lamanya ia terisak di pojok ruang tamu tepatnya di samping lemari kaca tempat barang-barang mewah nan antik tersusun rapi hingga akhirnya ia tertidur walaupun sesekali ia masih sesenggukan.

"Eh dek? Kenapa tidur di sini? Dingin loh" ucap perempuan berusia sekitar 20 tahunan yang baru saja di pekerjakan di rumah ini.

𝘼𝙡𝙚𝙚𝙮𝙖 𝙯𝙖𝙞𝙣𝙖 𝙛𝙖𝙮, Ia bertugas sebagai babysitter baru karena 𝘛𝘶𝘢𝘯 𝘯𝘺𝘢 berkata " 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘤𝘰𝘤𝘰𝘬 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘪𝘵𝘶. 𝘑𝘢𝘨𝘢 𝘥𝘪𝘢 "

Dan hari ini ia baru mendapatkan panggilan untuk bekerja walaupun ia tak tahu mana anak yang harus ia asuh. Apakah itu laki-laki ataupun perempuan dan berapa usianya, ia tidak tahu.

" bunda ? " tanya Jave sembari mencoba melihat seseorang yang berada di hadapannya.

"Eh... Bukan dek... Nama saya Aleeya, saya babysitter baru di rumah ini" ucap nya lembut.

"Mau pulang... "

"Emang rumah nya adek di mana? "

"Enggak tahu... Jave mau pulang, mau ketemu bunda sama Naya"

Javeria berusaha melihat ke sekeliling yang bahkan tak jelas bentuk dan rupanya di karena matanya yang mendadak buram, penglihatannya memutih bahkan benda-benda besar di dekatnya pun tak tampak jelas wujud nya.

"Bawa dia ke lantai dua, kamar sebelah kanan paling ujung" ucap seorang laki-laki berbadan tinggi tegap yang tak lain dan tak bukan adalah papa Javeria.

Ya, papa Javeria lah yang berprilaku kasar tadi. Ia memiliki kepribadian yang dingin, tegas dan kejam. Jangankan berbicara, berada di sekitarnya saja, sudah pasti akan membuat bulu kuduk berdiri karena, auranya yang tak pernah bersahabat.

"Ba-baik tuan" tak membantah ia pun hendak menggendong Javeria, namun tindakannya terhenti saat suara berat itu kembali terdengar ke telinganya.

"Dia tidak lumpuh, buta,maupun tuli. suruh dia berjalan sendiri ke kamarnya"

"Ja-Jave gak bisa lihat pa... Jave bakal gak bisa lihat sampai lima belas menit kedepan, karena Jave tadi kelamaan nangis" cicitnya.

"Bukan urusanku" meskipun begitu ia tetap berjalan mendekat dan melambaikan tangannya di hadapan Javeria yang tak berkedip maupun bereaksi.

Ia pun memutuskan untuk menggendong Javeria dengan satu tangan sembari menaiki anak tangga dan menurunkan nya saat sudah berada di depan pintu kamar anak itu.

"Mandi bau badanmu seperti hewan ternak"

Javeria hanya diam dan mulai meraba sekelilingnya. Berdecak sebentar dan menarik tangan Javeria ke arah kamar mandi.

Ia mengambil handuk kecil dan membasahi nya menggunakan air hangat lalu memberikan nya kepada Javeria.

Javeria yang tak mengerti pun hanya diam sembari memegangi kain basah tersebut.

"Bodoh. kompres matamu menggunakan kain itu. Aku tak membutuhkan anak buta"

Ia langsung berjalan keluar dari kamar Javeria.

Javeria yang penglihatannya sedikit membaik pun tersenyum simpul lalu bergumam " papa sebenarnya baik, cuman cara nunjukin nya beda. Jave ngerti kok papa, trimakasih " ia pun memutuskan untuk langsung mandi tanpa memperdulikan penglihatannya. toh, nanti juga akan membaik.

Setelah selesai, ia pun merebahkan dirinya di atas kasur tepat setelah azan magrib telah selesai.

"Baju jave besar banget... Tapi gak papa, biar gak kedinginan hehehe"

Lambat laun ia pun menutup matanya saat indra pendengaran nya mendengar suara gemercik hujan.

"Lo cantik, tapi sayang gak berguna buat gw... Andai lo terlahir sempurna, lo pasti bakal gw lindungi. Dengan mata lo yang gak sempurna itu lo seharusnya gak boleh lahir dulu" ucap wanita muda yang tak lain dan tak bukan adalah mama Javeria, ia  menyandarkan dirinya di ambang pintu.

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang