21. Jangan hina orang tuaku

2 0 0
                                    

"𝘑𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘥𝘪 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢, 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘛𝘶𝘩𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘩𝘢𝘵𝘪𝘮𝘶"

~𝙉𝙖𝙮𝙖𝙠𝙖 𝙘𝙝𝙪𝙣𝙝𝙚𝙞 𝙚𝙯𝙧𝙖~

    


       Siang ini akhirnya Javeria dapat lepas dari selang infus serta selang oksigen yang sebelumnya melekat pada tubuhnya.

Ia pergi ke caffe lotus hanya sekedar menghilangkan rindu pada rasa makanan yang di sajikan di sana.

Ia memesan 𝘤𝘩𝘰𝘤𝘰𝘭𝘢𝘵𝘦 𝘤𝘢𝘬𝘦 dan secangkir kopi susu untuk menemani nya menyaksikan keramaian taman di sebrang jalan cafe tersebut.

"Wah wah wah... Nona muda keluarga Victor bukan? Lama tak berjumpa dan sepertinya kau masih belum pantas menjadi bagian dari kedua keluarga kelas atas ya? " seru seorang perempuan berbaju ketat yang bergelantung pada seorang pria berjas hitam.

"Ya seperti yang Anda lihat nona Ji-an dari keluarga Xie yang saya hormati, saya menikmati hidup bergelimang harta tanpa perlu menjual diri pada banyak laki-laki berhidung belang, sekolah di sekolah ternama dengan nilai yang paling sempurna serta memiliki saham perusahaan yang mendunia tanpa perlu repot-repot menjual aset yang telah ada" senyum miring pun terbit kala melihat guratan emosi di wajah wanita tersebut.

"Cih! Dasar anak haram! Sudah anak haram terlahir dari orang yang naif pula! Asal kamu tahu ya, orang tuamu itu sangat bodoh karena tetap membesarkan anak seperti dirimu! Bahkan ibumu pun juga jalang yang sering berpergian bersama banyak laki-laki setiap harinya! Aku tidak yakin jika kau dan adikmu adalah anak kandung dari tuan Arshen yang terhormat! "

𝘉𝘳𝘢𝘬

Suara gebrakan meja terdengar nyaring membuat para pegawai bergetar ketakutan. Dengan urat tangan dan leher yang menonjol, Javeria menampar kuat pipi wanita tersebut hingga jatuh kelantai marmer yang dingin dan kotor.

"JANGAN PERNAH MENGHINA ORANG TUAKU DENGAN MULUT KOTOR MU ITU!!! AYAH KU MEMILIKI IQ YANG LEBIH TINGGI DARI PADA LELUHUR MU DAN IBU KU JAUH LEBIH TINGGI DERAJAT NYA DARI PADA WANITA RENDAH SEPERTI MU!!! DENGARKAN INI BAIK-BAIK, KAU BOLEH MEMBUNUH KU TAPI TIDAK DENGAN MELUKAI KELUARGA KU WALAUPUN HANYA SEUJUNG RAMBUT!!! KAU WANITA RENDAH DARI KELUARGA KELAS BAWAH, TERLAHIR DARI RAHIM ORANG YANG SOMBONG DAN AYAH YANG GILA HARTA HINGGA MENJUAL ANAK NYA SENDIRI DARI USIA DUA BELAS  TAHUN!!!" Ia berlalu keluar dari caffe tersebut, membiarkan wanita itu menangis sembari memegangi pipinya yang berdarah, sementara lelaki yang ada di samping wanita itu tadi terlihat tak perduli.

Javeria mengendarai motor ninja tersebut dengan kecepatan penuh membelah jalanan di ibukota jakarta yang padat dengan lalu lalang kendaraan.

Ia menepikan motor nya di sebuah rumah tua yang catnya telah luntur dengan rumput rumput tinggi di beberapa sudut rumah tersebut.

Berjalan memasuki rumah tersebut lalu mencari satu ruangan yang menyisakan ribuan kenangan.

"Bunda...sakit... Hati Jave sakit waktu denger orang lain ngatain ayah sama ibu...kapan bunda pulang... Jave mau di peluk... Sakit 𝘩𝘪𝘬𝘴.... Sakit..." iya menangis menumpahkan segala kerinduan di tepian kasur bertingkat dua tersebut.

Ya, rumah tua yang lama tak berpenghuni tersebut merupakan tempat tinggal Javeria bersama Zaila dan Nayaka dulu.

Setelah puas menumpahkan air matanya, ia memutuskan untuk berkeliling membersihkan rerumputan yang telah tinggi di sudut sudut rumah tersebut.

Meramat pelan hoodie yang ia kenakan kala rasa sesak menghampiri. Berteduh di bawah pohon mangga sembari menyaksikan dengan jelas memori masa kecilnya terlintas oleh penglihatan nya.
Senyuman tipis terbit kala suara tawa kedua anak kecil bermain selang bersama seorang wanita muda. Mereka terlihat sangat bahagia dengan kesederhanaan yang ada.

Ingin rasanya Javeria merasakan tawa itu lagi. Kebahagiaan tanpa kebohongan, ketulusan kasih sayang tanpa kepalsuan dan keberadaan yang selalu di akui bahkan dengan ribuan kekurangan yang ada.

"Buku diary yang kamu titipin tinggal beberapa lembar lagi Nan, kalau kamu udah pulang aku balikin buku beserta kenangan yang ada di dalamnya. Maaf kalau isinya buat kamu nangis, maaf kalau waktu baca aku gak bisa ngapus air mata kamu dan maaf kalau kamu sudah selesai bacanya kamu gak bisa meluk aku. Aku izin kembali ke rumah aku yang sesungguhnya, tolong Terima keputusan aku " ia menatap langit biru dengan berbagai bentuk awan yang indah serta suara kicauan burung yang menjadi melodi alam.

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang