09.Rumah ternyaman yang ku punya

3 0 0
                                    

"𝘛𝘦𝘳𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘭𝘪𝘳 𝘵𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘯𝘥𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘭𝘶𝘮𝘣𝘶𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘵𝘦𝘳𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮"
~𝙅𝙖𝙫𝙚𝙧𝙞𝙖 𝙪𝙯𝙢𝙖 𝙫𝙞𝙘𝙩𝙤𝙧𝙮~

     Di rooftop SMA Garuda yang berada tepat di halaman belakang sekolah itu, ada seorang gadis yang tengah memejamkan matanya sembari menikmati semilir angin dari pohon yang di jadikannya sebagai sandaran.

Selang beberapa waktu ia pun merasakan kehadiran seseorang namun, ia memilih untuk tetap diam daripada meladeni seseorang yang sangat ia kenal.

"Gw sering bilang ke elo buat jangan mendem semuanya sendirian, ada anak-anak Wolfe yang siap bantu lo. Lo juga boleh nganggep gw abang lo Aver" suara berat itu terdengar lembut dan menenangkan.

"Dan gw selalu bilang sama elo Zac kalok lo gak bakal pernah ngerti sama semua beban dan luka yang gw tanggung setiap detiknya. Sampai kapanpun, lo maupun mereka gak akan ngerti sebelum lo ngerasain jadi gw"

"Lo terlalu hebat dan kuat Aver buat di kasih ujian yang ringan. Mangkanya Tuhan ngasih ujian berat di pundak lo supaya lo bisa jadi lebih kuat lagi dan lagi. Gw percaya lo bisa ngelewatin semuanya, gak papa kalau mau istirahat tapi jangan nyerah. Di masa depan nanti siapa tahu ada hadiah luar biasa di luar ekspetasi lo yang udah di siapin sama Tuhan"

Javeria membuka mata nya yang semula terpejam. Helaan nafas lelah pun dapat Irfana dengar dengan jelas.

"Daripada nge-sad mending kita ke kantin, gw traktir deh" tawarnya.

"Gw gak laper dan gak butuh belas kasih dari lo. Gw duluan" Javeria langsung melangkahkan kaki nya ke arah kelas agar dapat segera menyelesaikan jam pelajaran nya.

Melihat punggung rapuh yang berlalu tepat di hadapan matanya membuat Irfana menghela nafas, entah sampai kapan anak itu akan menyembunyikan segala luka beserta beban berat di pundaknya. Tapi yang ia tahu, bahwa gadis itu berbeda dengan kebanyakan gadis yang ia temui. Baginya Javeria itu gadis kuat yang tak mau di kasihani dan ia juga adalah seorang yang tak pernah mengeluh bahkan ketika dunia nya hancur berantakan.

🍀🍀🍀

Malam ini, Javeria memutuskan untuk pergi ke markas setelah luka baru ia dapatkan. setelah memakai hoodie hitam kesayangannya Ia mengendarai motor ninja nya dengan kecepatan penuh berharap dapat mengurangi kebisingan yang terus bersarang di otaknya.

Sesampainya di depan bangunan berlantai dua dengan ayunan berwarna putih di halaman depan ia pun memarkirkan motor nya di garasi.

Sepertinya malam ini inti Wolfe sedang berkumpul terbukti dengan suara ricuh dari dalam markas.

"Wih... Ibu negara dateng nih" ucap Ridho heboh.

"Brisik" ketus Javeria dan langsung berlalu menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

"Nan, Zac coba kalian lihat kondisi Jave, sepertinya ia menyembunyikan sesuatu dari kita" ucap sang ketua Alber.

Keenan dan Irfana menuruti perintah dari Alber sebelum mendapatkan lebih banyak masalah.

"Lo aja"ucap Keenan setelah sampai di depan pintu kamar Javeria.

"Jangan gw, lo aja, gw gak berani. lo kan abang" balas Irfana.

Akhirnya mereka memutuskan untuk menggunakan metode gunting batu kertas hingga membuat Keenan harus mengecek terlebih dahulu keadaan Javeria di dalam di karena ia kalah gunting batu kertas.

"Jave? Adek? Gw masuk ya? "

Belum sempat ia membuka kenop pintu bercat coklat itu, pintu sudah lebih dahulu di buka oleh Javeria yang menampilkan beberapa perban dan hansaplast di beberapa bagian tubuh serta wajahnya yang terekspos karena ia telah melepas hoodienya hingga hanya menyisakan kaos oversize berlengan pendek dan celana joger hitam panjang.

"Apa? "

Meskipun pertanyaan itu telah lolos, baik Keenan maupun Irfana masih menbeku di tempat apalagi ketika menyadari kaos berwarna hitam tersebut mengeluarkan bau amis darah yang begitu menguar kuat.

"Bokap lo lagi Jave? " tanya keenan hampir seperti berbisik karena tak mampu menguatkan suaranya.

Javeria hanya menghendikkan bahunya sejenak dan turun ke lantai bawah, di ikuti dengan Keenan dan Irfana yang masih setia mengekorinya.

"Kanapa? " tanya Jave yang di tujukan pada sang ketua karena ia tahu, tak mungkin kedua temannya mau repot-repot untuk mengusiknya.

"Kita ke tempat biasa, jangan di markas" ucap Alber tiba-tiba dan langsung di angguki seluruh anggota Dark Wolfe meskipun banyak sekali pertanyaan pertanyaan yang bersarang di kepala mereka.

Setelah sampai di tempat tongkrongan mereka yaitu, sebuah warung nasi goreng sederhana yang berada di pinggir jalan dekat pertigaan itupun membuat mereka sengaja kembali berbincang-bincang hangat seraya melempar candaan hingga mampu membuat Javeria melupakan masalah dan berakhir tertawa lepas.

Setidaknya ia memiliki satu rumah terhangat yang mau memeluknya ketika jatuh ke dalam lubang hitam tanpa memandang jijik dirinya.

Malam ini, sekali saja. Tolong biarkan Javeria mempertahankan tawanya dan melupakan sejenak beban berat di pundaknya.

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang