14.Tak selalu bahagia

1 0 0
                                    

"𝘈𝘬𝘶 𝘴𝘢𝘯𝘨𝘢𝘵 𝘪𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬 𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵
𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯
𝘵𝘢𝘬 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘬𝘶 𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘦𝘭𝘶𝘢𝘳𝘨𝘢 𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘶𝘵𝘶𝘩"
~𝙕𝙖𝙮𝙣 𝙧𝙞𝙙𝙝𝙤 𝙖𝙠𝙧𝙞𝙨𝙣𝙖~

      Selepas membagikan nasi bungkus dan beberapa bahan sembako lainnya, para inti Wolfe kembali kerumah masing-masing.

Langit sore yang begitu indah dan suasana hati yang sedang baik, membuat Javeria menepikan sejenak motor kesayangannya di sebuah taman.

Ia duduk di salah satu bangku yang di sediakan sembari menikmati semilir angin yang begitu menyejukkan kepala yang bising oleh banyak hal.

"Na... Andai lo di sini, pasti lo sakit banget ya Na ngeliat keadaan gw yang sekarang? Gw bersukur banget Na sama Tuhan yang berbaik hati misahin lo sama gw sejauh mungkin. Karena, dengan cara kayak ini lo jadi gak tau seberapa hancur nya semesta gw"

"Gw capek Na. Pengen tidur. Tapi kalok gw tidur sekarang, siapa yang bakal jaga adek gw Na? "

"Setiap hari, papa sama mama masih gak bisa nerima Jave na. Mama sama papa maunya Jave sempurna tanpa celah. Jave gak sekuat itu buat jadi sempurna"

"Sesempurna apapun manusia pasti seenggaknya ada satu hal yang gak bisa dia sempurnakan"

Setelah puas mengeluarkan segala unek-unek di hatinya ia pun memutuskan untuk kembali pulang ke rumahnya.

Langit sore telah berganti dengan malam yang begitu indah dan menenangkan.

Javeria yang baru saja menyelesaikan dua soal bahasa Indonesia itupun harus menghentikan aktivitas nya di karena teriakan sang papa yang terus memanggil namanya dari lantai bawah.

"Ada apa? " tanyanya ketika tengah menuruni anak tangga.

"SINI KAMU!!! "

Javeria menurut dan ketika ia baru saja ia menginjak anak tangga terakhir, tamparan kerasa di pipi sebelah kanan nya telah mendarat dengan mulus tanpa meleset sedikitpun.

"MAU JADI APA KAMU DENGAN NILAI SEMBILAN PULUH SEMBILAN INI HAH?!! PAPA NYEKOLAHIN KAMU PAKAI UANG BUKAN DAUN 𝙅𝘼𝙑𝙀𝙍𝙄𝘼 𝙐𝙕𝙈𝘼 𝙑𝙄𝘾𝙏𝙊𝙍𝙔!!! "

"Selain tidak berguna kamu juga sangat bodoh. Otakmu terlalu dangkal untuk menjadi bagian dari keluarga Yohanes dan Victor. Memang benar kata nenek mu dulu bahwa kamu adalah aib bagi keluarga ini. Mama benar-benar menyesal telah melahirkan anak bodoh seperti dirimu, lebih baik kamu mati saja sekarang daripada harus hidup sebagai aib yang bodoh dan tidak berguna" sarkas sang mama.

"Jave juga gak minta di lahirin ke dunia ma. Jave gak pernah ngemis-ngemis ke Tuhan buat ngelahirin Jave ke keluarga Yohanes dan Victor. Kalau papa sama mama memang sebenci itu sama Jave.... Ayo ma, pa bantu Jave buat kembali ke Tuhannya Jave."

Suara bergetar dengan airmata yang terus menetes tak membuat senyuman di wajahnya hilang. Sungguh sakit hatinya kala mendengar perkataan orang tuanya. Namun yang ia dapatkan justru tamparan yang kembali di layangkan di pipi kanan nya yang bahkan telah mengeluarkan banyak darah.

"ANAK KURANG AJAR KAMU!!! MAMA GAK PERNAH NGAJARIN KAMU KAYAK GITU JAVERIA!!! SUDAH BERANI JADI ANAK DURHAKA RUPANYA KAMU!!! INI PASTI GARA-GARA ANAK-ANAK BERANDALAN ITU KAN?!!! JAWAB KAMU!!!"

Meluruhkan kakinya ke lantai dan menyatukan kedua telapak jangan di depan dada. Kini, Javeria telah bersimpuh di hadapan kedua orang tuanya berharap mengerti bahwa ia sudah lelah dengan segala luka yang di tanggung nya.

"Ma... Pa... Maafin Jave ya? Jave tau Jave bodoh, Jave tau Jave gak berguna. Tapi tolong ngertiin Jave, Jave cuma manusia biasa. Manusia yang punya kekurangan. Mau sesempurna apapun manusia di ciptakan, itu pasti di barangi dengan ketidak sempurnaan. Tolong ngertiin Jave ma, pa......Jave capek buat terus dituntut jadi yang paling sempurna padahal Jave sendiri gak sekuat itu. Tolong ma..pa..Jave gak sanggup buat sesempurna yang kalian mau"

"MANGKANYA BERUSAHA!!! GITU AJA NANGIS. ORANG GOBLOK KAYAK KAMU YA GINI NIH KALAU DI KASIH TAU BISANYA NANGISSS TERUS. KAYAK ORANG GILA AJA!!! " suara sang mama menggelegar di seluruh penjuru rumah.

Victory dan Arshen pun meninggalkan Javeria yang masih bersimpuh itu sendirian.

"Hiks... Kak... " suara bergetar itu membuat Javeria menghapus airmatanya dan dengan badan yang bergetar hebat ia memeluk tubuh adiknya seraya tersenyum.

"𝘏𝘪𝘬𝘴... Jangan nangis 𝘩𝘪𝘬𝘴, maaf, maaf 𝘨𝘢𝘬 bisa lindungin kakak 𝘩𝘪𝘬𝘴 maafin Yohan 𝘩𝘪𝘬𝘴... Maaf... "

"Syutt... Kakak gak papa kok. sekarang... Adek kakak yang ganteng ini harus tidur, udah malem. Besok ada lomba kan? Jadi harus tidur cepet" dengan senyuman yang senantiasa ia perlihatkan ia pun menuntun sangat adik menuju kamarnya.

"Pipi kakak berdarah"

"Iya nanti kakak obatin. Jangan kawatir ini gak sakit kok" ia pun menyelimuti tubuh sangat adik lantas berlalu menuju kamarnya.

Ia masuk ke dalam bak mandi dan membiarkan tubuhnya tenggelam oleh genangan air yang bercampur darah hingga benar-benar menenggelamkannya.

Ia berkali-kali mencelupkan kepalanya untuk ikut tercelup air namun, berkali-kali juga ia duduk untuk sekedar mengambil nafas.

Kini jam telah menunjukkan pukul 02:47 dini hari. Dengan suara nafas yang tercekat dan tubuh yang pucat serta bergetar hebat ia pun memutuskan untuk keluar dari bak mandi tersebut.

Ia terjatuh di atas lantai kamar mandi yang tergenang air dari luapan backup.

"Bunda... " lirihnya lantas meringkuk untuk sekedar mencari kehangatan di tengah rasa dingin yang seperti akan membekukan tukangnya.

Kepala yang berdenyut nyeri, nafas yang tersendat-sendat, kuping yang berdengung kuat serta tubuh yang sangat dingin itupun mulai melemas hingga tak sadar kan diri.

Serpihan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang