Zini menguap lebar, ia baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya di atas kasur UKS. Sepi, suasana yang dapat dengan kentara ia ketahui. Suara keramaian di lapangan tempat acara dilangsungkan dan stan-stan para klub dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah lumayan jauh dari UKS, hingga hanya sayup terdengar riuh mereka di sini. Kakinya yang bengkak di alas dengan bantal hingga posisinya lumayan tinggi. Vira telah membalut kakinya dengan perban setelah selesai mengompres dengan es, katanya supaya tidak tambah bengkak. Zini mengubah posisi menjadi duduk, meregangkan tubuhnya, lalu menurunkan kaki ke bawah ranjang untuk beranjak dari tempat itu.
Gadis itu mencari-cari orang di dalam ruang UKS, tetapi tak ditemukan siapa pun di sana. Hanya dirinya yang tinggal sendiri. Rasa sakit di kakinya sudah tak begitu terasa, hanya saja jika dipakai untuk berjalan dan menopang tubuh untuk seimbang masih terasa sakit. Jadi, dengan terpincang-pincang gadis itu keluar dari UKS hanya bersandal jepit dan kondisi kaki yang masih diperban.
Untuk menghindari keramaian Zini hanya berjalan menyusuri koridor meski jalur yang dilalui lebih jauh. Gadis itu sebenarnya tak punya kegiatan lain untuk dilakukan, karena hari ini seharusnya ia bisa ikut bersuka ria dengan acara yang diadakan sekolah. Sekarang lihatlah, berjalan pun ia tak bisa normal karena kakinya ini, semuanya gara-gara Tara. Sampai kapan gadis itu jadi duri dalam perjalanan hidup Zini. Sejak SD mereka sudah satu kelas, tetapi tak pernah sekalipun interaksi antara keduanya mengarah pada hal positif.
“Zini, ngapain di sana?” Zini berhenti berjalan, lalu menoleh ke belakang. Ia mendapati Vira yang sedang mempercepat langkah ke arahnya.
“Gabut, di UKS gak ada orang,” jawabnya setelah bersisian dengan Vira.
“Ohh, sekarang mau ke mana? Gue anterin, yuk!” tawar Vira sembari menggandeng Zini. Ucapan itu buat Zini menghentikan langkah, tertegun menatap teman barunya, matanya tak berkedip untuk beberapa detik. Niat baik Vira begitu menyentuh hatinya, lebay memang, tapi begitulah perasaannya.
“Kuy, mau ke mana?”
“Emm, aku … aku gak tau mau ke mana.” Zini menjawab seadanya, dia memang tak tahu mau kemana, tadinya hanya ingin melihat-lihat keramaian saja.
“Ya, udah, temenin gue jagain stan klub mading yok!”
“Ayuk!”
Vira menuntun Zini berjalan menuju stan klub mading yang ternyata bekerja sama dengan klub sastra, pembimbing mereka bilang klub mading dan klub sastra berada di bidang yang sama oleh karena itu stan mereka disatukan agar tidak terlalu memakan tempat. Lagi pula, sejak dulu stan mereka paling sepi pengunjung. Setidaknya ada tiga orang yang menjaga stan mereka kali ini, dua orang anak perempuan menyambut ramah Zini dan Vira yang baru datang. Dan seorang lagi itu laki-laki yang selalu tampan di mata Zini, siapa lagi kalau bukan Aji. Hari ini biarlah Zini ter-Aji-Aji.
Zini duduk di kursi yang ada di tenda stan mereka, ada mading berbentuk persegi dengan sisi berukuran lima puluh sentimeter dipajang di depannya. Berhias indah dengan tema party, mungkin itu digunakan untuk menarik perhatian. Ada pula minuman dingin yang berhadiah surat motivasi, rayuan gombal atau apapun yang mereka mau pilih. Ada mangkok kaca yang berisi bola-bola resin dan gulungan surat. Mereka akan mengundi surat seperti apa yang mereka dapatkan. Ada pula kotak besar yang bertuliskan donasi buku. Sementara di sudut meja terdapat tumpukan buku yang dijilid oleh klub mading yang berisi kumpulan berita yang pernah menghebohkan seolah, mulai dari yang menyenangkan hingga berita sedih dan memalukan.
Itu yang dijelaskan oleh Vira, dan yang dapat Zini tangkap dari penglihatannya. Kalau disuruh menilai memang Zini pun merasa stan ini membosankan, tetapi asal ada Aji di sini, itu akan berubah jadi menyenangkan.
“Ji, bentar lagi mau mulai acara, kita harus siap-siap, nih.” Vira buka suara, diikuti anggukan dari dua orang siswi di belakangnya.
“Apa nggak nanti aja?” tanya Aji, mencoba menahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Zini (END)
Teen FictionMenemukan perhiasan ajaib yang bisa membuat wajahmu menjadi cantik, mulus dan menawan. Anugerah ataukah kutukan? Zini Zahira, gadis dengan tingkat kepedean di bawah rata-rata, sering dibully dan selalu bersikap seolah baik-baik saja terhadap pembul...