Bab 21 end

39 12 4
                                    

Hari yang ditunggu akhirnya tiba. Zini tengah berada di ruang make up di belakang panggung. Beberapa orang tampak sibuk berseliweran menyiapkan ini dan itu. Lelaki gemulai yang bertugas meriasnya telah selesai dengan tugasnya.

Penampilan yang sangat berbeda membuat Zini malu-malu. Make up memang seperti magic, bisa menutupi bekas jerawatnya yang menghitam dan membuatnya tampak seperti bukan dirnya. Zini tersenyum senang, kepercayaan dirinya meningkat pesat.

“Ayo Zi, ke ruang tunggu!” ajak Tasya sembari menggandeng Zini. High heels yang dipakai Zini membuatnya khawatir, tetapi Zini sudah berlatih dan terbiasa menggunakannya.

“Lo cantik banget!” Tasya tersenyum bangga sembari merapikan bagian atas gaun tanpa lengan berwarna hitam yang diberi glitter itu. Penampilan mewah yang sangat menarik.

Saat Zini sudah duduk di kursi tunggu, tampak Tara lewat di depannya dengan tatapan tak suka. Gaunnya tak kalah mewah dengan bagian belakang yang lebih panjang menjuntai. Tubuhnya yang tinggi dan body goals sungguh lebih menarik perhatian.

Saat nomornya dipanggilkan Zini menarik napas panjang lalu mengembuskannya pelan. Ia melangkah ke panggung yang langsung disambut riuh penonton. Senyum Zini terus mengembang sesuai yang dipelajari. Langkah yang teratur serta sedikit tambahan gerakan yang manis membuatnya banjir tepukan tangan setelah berjalan kembali ke belakang panggung.

Meski mendapat tepukan yang riuh, Zini masih belum puas. Ian tidak ada diantara orang-orang yang menontonnya. Beraninya laki-laki itu absen di momen bersejarah yang akan Zini ingat sepanjang hidupnya.

Congrate, Zi! Lo berhasil, mulai sekarang gak ada yang bakal bully lo lagi!” Tasya menggenggam tangan Zini terharu. Seperti sudah berteman lama, mereka saling berpelukan.

Panggilan berulang pada nomor urut yang Zini kenal menyadarkan keduanya. “Itu nomor urut Tara, kok dia gak masuk?” Tasya mengedarkan pandangan, Tara sama sekali tak ditemukan di sana.

“Zi, lo tunggu di sini dulu ya!” Tasya pergi dari ruang tunggu. Meski tak suka dengan sikap sombong dan bossy Tara, gadis itu tetap khawatir. Tak biasanya Tara pergi di saat seperti ini, gadis itu selalu exited dengan hal-hal berbau modeling, fashion show dan semacamnya.

Tasya kembali dengan wajah tak tenang, Tara otomatis didiskualifikasi dari lomba. Hal itu membuat Zini curiga Yuki telah melakukan sesuatu. Hingga acara selesai Zini masih berusaha mencari keberadaan Ian di antara kerumunan orang-orang yang menyalaminya mengucapkan selamat.

Gelar runner up tak membuatnya senang sama sekali. Buket bunga dan penghargaan simbolis ia titipkan pada Tasya. Zini menghambur ke pelukan sang Nenek yang kemudian menghujaninya dengan kecupan di seluruh wajahnya. Beruntung lipstik yang digunakan Nenek tak menempel di wajahnya.

“Ian mana Nek?” tanya Zini selesai berpelukan.

“Tadi dia yang anterin Nenek ke sini, tapi langsung pamit jemput temennya yang katanya mau ke sini juga. Sampai sekarang Nenek belum liat dia lagi.” Penjelasan Nenek buat Zini khawatir, mungkinkah terjadi sesuatu saat laki-laki itu menuju ke sini.

“Zini! Pacar lo nih!” teriak Yuki di kejauhan membuat Zini mencarinya diantara kerumunan. Siapa yang dia bilang pacarnya.

Tatapan Zini bertubrukan dengan mata sayu Ian yang tersenyum padanya. Segera gadis itu berjalan cepat ke sana. “Lo ke mana aja sih? Gue udah gak penting lagi buat lo, ha?” semprotnya dengan nada merajuk. “Eh, lo kok pucat? Kenapa, sakit?”

“Aneh emang nih orang! Lo yang lomba dia yang stres sampai asam lambungnya naik!” cerocos seorang gadis di samping Ian. Saking fokusnya pada Ian, Zini sampai tak menyadari ada gadis lain di samping Ian. Gadis yang sempat ia bully juga, Ana.

Extraordinary Zini (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang