Langkah riang dengan senyum mengembang menyapa semua orang yang ditemui. Beberapa orang tampak memandang tak berkedip. Bahkan, ada yang sengaja berhenti untuk memfokuskan mata menatap sinaran matanya. Berkali-kali membalas sapaan dari mereka. Hingga langkah akhir membawanya memasuki pintu kelas. Tepat saat memasuki ruangan, atensi beberapa anak langsung tertuju padanya. Hal itu buat Zini seketika menghentikan langkah, menunduk, tak berani menatap mata orang-orang yang sering menggoreskan luka pada hatinya.
Berusaha mengabaikan tatapan itu Zini segera ke tempat duduk. Di sampingnya sudah ada Lula yang masih tetap mengekori dengan tatapan takjub sekaligus terkejut. Tak lama kemudian para siswa perempuan mulai mengerubungi meja Zini, menanyainya ini dan itu terkait perubahan drastis wajahnya yang jelek menjadi cantik.
"Zini jadi cantik woy!" teriak salah satu siswi antusias sembari menghampiri Zini, diikuti yang lain.
Giliran Zini cantik mereka pada penasaran apa rahasianya. Bersikap seolah selama ini mereka tak pernah melakukan kesalahan. Zini muak dengan kelakuan mereka, maka dengan gayanya ia mengeluarkan kipas tangan dari laci meja, mengembangkannya lalu mengibaskan dengan manja. Beberapa siswa yang wajahnya terlalu dekat dengan Zini menarik diri sedikit menjauh.
"Zini, pake skincare apa, lo, ha? Bisa putih secepat itu?" tanya salah satu dari mereka.
"Skincare? Gak berani, ah, ntar kalau bermasalah, gue lagi yang disalahin," jawab Zini sembari menghentikan gerakan kipasnya, ia kini menyelipkan rambut yang terurai di balik daun telinga. Dari sudut matanya tampak anak cowok yang kepergok memperhatikannya. Cowok yang sering mengejeknya itu gelagapan tertangkap basah curi pandang.
"Bagi-bagi dong! Kita juga pengen glowing kaya lo," desak siswi lainnya.
"Udah ah, anggap aja ini giliran gue yang lebih glowing dari kalian. Dunia itu berputar, masa gue buluk terus!" ujar Zini sambil tertawa. Rasanya ingin sekali mengusir mereka secara tak hormat dari tempat duduknya, tetapi ia masih punya rasa tak enak hati untuk melakukan itu.
Bel istirahat akhirnya berbunyi, semua siswa yang tadinya masih membujuk Zini untuk memberitahu jenis skincare yang dipakai mulai bubar.
"Gue gak akan nyerah Zi. Sebelum lo ngasih tau gue, lo pake apa. Gue gak bakal berhenti nanyain lo," katanya tak tahu malu, bersikap seolah mereka berteman dekat. Padahal selama ini dia salah satu yang gencar mengajek Zini jika sudah ada yang memulai.
Geng Tara kemudian memasuki kelas, gadis paling depan itu tak henti menatap Zini seperti ingin membunuh saja. Zini tetap mengabaikannya meski tahu dari sudut matanya ia sedang ditatap tidak suka. Kalau dengan teman-teman yang lain ia akan bersikap berani lain hal dengan Tara, Zini sulit menutupi rasa takutnya jika berhadapan dengan gadis itu.
"Tara kayanya bakal kalah saing, nih, sama kecantikan Zini!" Itu suara siswi yang tadi terus mendesak Zini. Gadis tak punya malu, sekarang dia malah mengadu Zini dan Tara.
"Kebanting banget tau nggak, kecantikan Tara terlalu jauh di atas Zini." Suara siswa cowok yang merupakan teman Tara menggema di sudut ruangan. Kelas tiba-tiba riuh dengan obrolan mereka yang mulai membandingkan Tara dan Zini. Hingga akhirnya mereka diam seketika kala guru memasuki kelas dan memulai pembelajaran.
Selama pembelajaran Zini dan Lula sama sekali tak terlibat percakapan apa pun. Zini masih gengsi untuk memulai percakapan dengan Lula, sementara gadis itu juga terlalu gengsi untuk mengakui kesalahannya. Hingga akhirnya sampai pembelajaran berakhir mereka hanya diam-diaman.
Guru telah keluar dari kelas, beberapa siswa juga menuju kantin. Zini telah menyimpan alat belajarnya kembali ke dalam tas, ia kini tengah menimbang-nimbang untuk menanyakan Lula mau dibelikan apa hari ini. Kebiasaan menjadi kurir bagi Lula masih belum bisa ia lepaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Extraordinary Zini (END)
Teen FictionMenemukan perhiasan ajaib yang bisa membuat wajahmu menjadi cantik, mulus dan menawan. Anugerah ataukah kutukan? Zini Zahira, gadis dengan tingkat kepedean di bawah rata-rata, sering dibully dan selalu bersikap seolah baik-baik saja terhadap pembul...