Part 1 - Silly Sneaker

196K 7.5K 183
                                    

Di usianya yang ke-23, Sabrina Aurora Aletta mengalami banyak hal yang tidak terduga sebelumnya. Sesuatu yang memburuk secara tiba-tiba padahal sebelumnya baik-baik saja.

Usianya baru 12 tahun ketika tiba-tiba kedua orangtuanya mengalami kecelakaan dan meninggal. Membuatnya harus hidup bersama sang nenek serta tante yang sudah menikah dengan pria bajingan menyebalkan. Lalu tiba-tiba saja nenek meninggal juga. Membuat Sabrina harus keluar dari rumah peninggalan neneknya karena sang tante tidak mau lagi menampung keponakannya. 

See?

Setelah dua bulan menumpang di rumah mantan pengasuhnya waktu masih kanak-kanak, akhirnya Sabrina bisa hidup mandiri. Nasib baik membawanya bisa bekerja menjadi staf bergaji rendah di salah satu perusahaan yang berkantor di wilayah elit SCBD.

And the story begin.

Sabrina sedang mengantre untuk masuk ke gedung tempatnya bekerja ketika punggungnya ditepuk dari belakang.

"Woy!" Tika, teman sekantornya. "Belum ganti baju lo?" tanyanya sambil menunjuk pada penampilan Sabrina pagi ini.

"Ya masa gue masuk kantor pakai baju kuli gini?" Sabrina nyengir.

"Lo ngadi-ngadi emang, Bree," ejek Tika. "Hawa lagi gerah gini malah nekat jalan kaki. Emang kenapa lagi gang ke kos-kosan elo?" tanya Tika.

"Nggak kenapa-kenapa." Sabrina menggeleng. Cukup maklum dengan komentar temannya tentang lokasi kos-kosannya di ujung Tulodong Bawah yang berkali-kali bermasalah dengan beberapa pengelola gedung-gedung megah SCBD ini. Berkali-kali warga memblokir jalan, yang membuat karyawan kesulitan mengakses lokasi gedung tempatnya bekerja.

"Terus kenapa lo nggak naik ojek aja?"

"Sayang duit, Tik. Sepuluh rebu, bisalah buat beli makan—"

"Halah, ngekos sok-sokan di Tulodong. Tapi gaya hidup ngirit."

"Gue bukan di Tulodongnya lagi," bantah Sabrina. "Tapi di tembok baliknya. Kebetulan aja sih tembok belakang gang bisa dijebol, jadi bisa lewat situ dan sok-sokan jadi warga Tulodong." Sabrina tertawa lebar.

"Tulodong coret," Tika cekikikan. 

Dengan gaji pokoknya yang hanya 2 juta sekian per bulan, tidak mungkin bagi Sabrina memilih tempat kos yang nyaman karena anggarannya sangat ketat dan hanya sanggup membayar hunian berharga murah meriah. Itu pun dia masih harus mengurangi banyak pengeluaran demi agar bisa tetap makan sampai akhir bulan. Yang salah satunya, tentu saja dengan rela berjalan kaki ke kantor. Meskipun untuk itu dia selalu harus membawa minimal sepatu cadangan. 

Namun pagi ini karena udara cukup gerah bahkan sejak terbit matahari tadi, membuatnya memilih mengenakan celana jeans santai dan tshirt katun tipis melengkapi sepatu sneaker-nya yang sudah lumayan buluk. Sedang kostum resminya dia simpan di ransel yang disandangnya.

Suara pemindai berdenting pelan. Sabrina menggeser posisi, minggir dari antrean dan menunggu ranselnya masuk ke rel pindai. "Tik—" panggilnya sambil menoleh. Mengira temannya telah mengikutinya. Namun Sabrina membiarkan kata-katanya menggantung ketika menyadari siapa yang berdiri di dekatnya.

"Morning, Chief," sapanya buru-buru sambil menunduk dalam-dalam.

Pria yang dia sapa hanya meliriknya sekilas. "Silly sneaker," desisnya sinis sambil melangkah tegap menuju lift khusus di sudut ruangan.

"Hih!" gerutu Sabrina sambil berbisik kepada Tika yang telah berdiri di sebelahnya. "Heran. Ada gitu ya orang seangker itu mukanya."

"Makanya tadi gue mundur." Tika balas berbisik. "Lo sih, ngeloyor aja nggak lihat-lihat."

Secret Wife (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang