Part 6 - Call Me Nicko

53.9K 6.1K 156
                                    

Kamar yang ditempati Sabrina terletak di dekat pintu masuk. Namun karena Chief sedang berada di living room yang berbatasan dengan balkon, membuat Sabrina harus masuk lebih dalam untuk mengucapkan salam dengan canggung. 

Chief menggeram sambil mengecek jam tangannya. Membuat gadis itu merasa sedang melanggar peraturan jam malam dan harus siap menerima risiko dihukum sang ayah. Hanya saja ini bukan ayahnya. Melainkan Chief Nick.

“Apakah Kevin mengajakmu lembur lagi?” tanyanya tanpa memandang pada Sabrina.

“Iya, Chief. Tapi cuma sampai jam tujuh.”

Good.”

“Sudah makan malam?”

“Sudah, Chief.”

“Okay. Go to your room.”

Sabrina berbalik dan melangkah cepat menuju kamarnya. Lalu menutupnya dengan pelan. Sialan. Ini hari Jumat malam. Semoga setelah ini Chief Nick pergi entah ke mana atau kencan dengan siapa. Mungkin dia akan membungkus satu cewek seperti cerita Katrina tadi siang, dan menghabiskan malam di hotel. Apa pun. Asal pria itu tidak berada di rumah ini. Malam ini Sabrina berniat mencuci baju. Keberadaan Chief Nick di rumah hanya akan membuatnya canggung.

Sayangnya harapan Sabrina tidak terwujud. Hingga jauh malam tidak terdengar Chief Nick meninggalkan tempat. Alih-alih dia mendengar suara televisi di living room yang diputar dengan volume pelan, namun tetap terdengar hingga ke ruangannya.

Akhirnya merasa tidak ada lagi yang bisa dia lakukan, Sabrina memilih mencari bacaan dan menyimpannya di akun Google PlayBook-nya. Dia memang harus ketat dalam mengatur anggaran. Beli buku di toko hanyalah kemewahan yang saat ini belum bisa dia jangkau. Pilihannya tersisa dengan membaca dalam bentuk digital. Karena dengan begitu dia bisa membaca 20% bagian awal buku. Kalau menarik, barulah Sabrina membeli versi full-nya. Kalau tidak, maka dia bisa meninggalkannya.

Hemat, Bree! Lo kan nggak bisa terus-terusan seperti ini? Sampai kapan lo numpang di sini? Dua minggu berlalu dan lo masih belum nemu work-life balance punya elo sendiri.

Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Chief Nick terbuka. Lalu suara langkah pria itu yang hampir tak terdengar karena berjalan di atas karpet tebal. Namun suara terakhir, suara pintu utama apartemen, membuat Sabrina yakin kalau si bos sudah pergi meninggalkan rumah. Yeay! Akhirnya!

Sabrina bergegas membawa keranjang pakaian kotornya dan meloncat menuju mesin cuci yang terpasang di laundry room. Ruangan sempit yang memanfaatkan lorong kecil tapi di situ ada mesin cuci canggih yang dilengkapi pengering otomatis sehingga dia tidak perlu repot menjemur lagi. All in one. Besok hari Sabtu Sabrina bisa nyaman berkencan dengan setrika. Selain membersihkan kamar yang sekarang dia tempati.

Sabrina menunggu mesin cuci berputar sambil membaca ebook di HP-nya. Terlalu asyik dengan bacaannya membuatnya tidak sadar Chief Nick telah berdiri di dekatnya.

“Astaga!” jeritnya terkejut sambil buru-buru melompat dan berdiri tegak. “Kenapa nggak ada suaranya sih, Pak?” tanyanya spontan.

Chief Nick menatapnya tajam. “Sepertinya kamu terlalu fokus dengan HP-mu. Sampai tidak mendengar suara saya.”

Sabrina tersipu malu. “Maaf.”

Chief menatapnya dengan saksama. “Kenapa kamu jarang mengikat rambut seperti itu?” tanya pria itu tiba-tiba.

Refleks Sabrina menyentuh rambutnya. Sehari-hari dia menggerai rambutnya yang panjang melebihi bahu. Namun kalau di rumah dia mengikatnya di belakang seperti kali ini.

“Pipi saya gembil. Muka saya lebar. Leher saya tidak bagus. Saya menggerai rambut untuk menutupi itu semua,” katanya jujur. Karena dia tidak bisa memikirkan jawaban lain.

Secret Wife (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang