“Aku benci masa sekolah. Dan pergaulan di SMA-ku dulu seperti di neraka,” kata Sabrina ketika mereka dalam perjalanan pulang.
“Apa kamu di-bully?”
“Tidak secara langsung. Aku hanya tidak punya teman. Kupikir hal itu sama-sama menyedihkan.”
Sabrina tidak memahami makna kemiskinan sampai kedua orangtuanya meninggal dan dia harus ikut neneknya. Sebenarnya semua baik-baik saja. Nenek membesarkannya dengan standar seperti sebelumnya. Sabrina yang masih duduk di tahun terakhir sekolah dasar benar-benar tidak tahu apa-apa. Mungkin juga karena dia terlalu larut dalam kesedihannya.
Begitu menginjak masa remaja, dia pelan-pelan mulai paham dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Juga di balik pertengkaran antara nenek dan Tante Renata. Dia memang tahu kalau Tante Renata tidak menyukainya. Namun tidak pernah tahu apa alasannya.
“Kamu nggak bisa pakai warisan Sabrina semaumu, Re. Papanya menyiapkan biaya pendidikan buat dia—”
“Halah! Persetan. Orang mati nggak akan paham duitnya buat apa. Udah bagus anak keparat itu nggak dibuang di jalanan biar dijual sama orang.”
“Kamu bilang anak keparat? Ini anak kakakmu—”
“Kakak yang sudah merebut pacarku!” jerit Tante Renata.
Sabrina yang baru mendapat mens pertamanya, bersembunyi di belakang pintu dengan badan gemetar ketakutan.
“Sebastian akan tertarik padaku kalau Regina keparat itu tidak merebutnya—”
“Regina tidak pernah merebut Sebastian, Renata. Sadarlah! Kamu yang tidak bisa menerima kenyataan kalau Sebastian tidak pernah tertarik sama kamu!”
“Aku nggak mau tahu! Sekarang aku akan pastikan anaknya Regina hidup menderita ketika Regina membusuk di kuburnya!”
“Renata! Jaga ucapanmu! Kalau Sabrina dengar bagaimana?”
“Semakin baik. Biar dia sadar dia itu anak siapa.”
“Dia anak Sebastian dan Regina, Re—”
“Belum tentu! Bisa saja Sabrina anak laki-laki lain—”
“Renata!”
Pertengkaran mereka begitu sering terjadi. Hingga lama-lama Sabrina kebal dengan semua itu. Namun saat dia duduk di bangku SMA, pertengkaran Nenek dan Tante Renata kembali meruncing ketika wanita itu menikah dengan Om Gabriel dan mereka memutuskan tinggal di rumah itu.
“Kamu dan suamimu nggak ada hak tinggal di sini, Renata! Ini rumah yang dibeli Sebastian untuk Sabrina—”
Tapi Tante Renata tak peduli. Semakin hari tingkahnya semakin keji terhadap Nenek dan Sabrina. Om Gabriel juga sama. Mereka pasangan jahat yang hanya mau hidup enak tanpa bekerja. Hingga pelan-pelan mereka jatuh miskin. Sabrina tahu dan memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah di SMA yang berada dalam satu yayasan dengan sekolah lamanya.
Namun Nenek keras kepala, memaksa Sabrina tetap di sana meskipun untuk membiayai itu wanita tua itu harus banting tulang berjualan di pasar maupun menjadi pembantu di beberapa rumah, melakukan pekerjaan kasar seperti bersih-bersih dan menerima jasa laundry.
Sabrina tidak bisa menolak perjuangan neneknya begitu saja. Karena hanya akan membuat Nenek merasa bersalah pada almarhum orangtuanya. Jadi yang bisa dilakukan hanyalah membantu beliau bekerja kasar di rumah-rumah yang ada di sekitar kompleks mereka. Yang beberapa di antaranya ternyata rumah teman-teman sekolahnya. Sabrina tidak bisa mengungkapkan betapa malu dia pada teman-teman itu di hadapan neneknya. Karena Nenek pasti akan semakin sedih. Dia hanya bisa menyimpan semuanya sendiri. Perasaan tertekan dan kesepian. Tidak punya rasa percaya diri sama sekali. Terjepit antara kasihan pada Nenek, dan rendah diri karena selalu dimaki-maki Tante Renata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Wife (TAMAT)
Romance"Are you clean? Are you virgin?" Sabrina terkejut oleh pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Nick. "Yes," katanya dengan kaku. "So, lets get married," sahut Nick ringan. "Secretly." ☘️☘️☘️ We don't meet people by accident. They are meant to cro...