Orang tidak pernah tahu kapan nasib buruk menimpa. Seperti terjadi dalam sekedip mata. Tanpa aba-aba sebelumnya.
“Sabrina!”
Sabrina yang sedang tekun di depan layar komputernya segera berdiri dan menoleh ke arah Laura. “Iya!”
“Sini!”
Kenyataan Laura memanggilnya sambil berdiri di depan pintu Silicon Valley Room bersama Pak Iyan membuat Sabrina jadi waswas. Karena, pertama, sejak tadi pagi dia belum melihat sosok Cheryl sekelebat pun. Kedua, Pak Iyan adalah kepala HRD di Systec Ventures. Dipanggil untuk menghadap orang seperti Pak Iyan adalah momok bagi pekerja outsourcing seperti Sabrina. Jangan-jangan dia akan diberhentikan. Karena hanya dalam waktu tiga bulan bekerja, Sabrina sudah bisa memahami bagaimana perusahaan ini hobi sekali bongkar-pasang tim. Pegawai datang dan pergi hanya dalam hitungan bulan dan minggu.
Memang sudah bukan rahasia umum kalau perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan rintisan ini sangat dinamis. Bahkan dalam urusan bongkar pasang tim. Namun hal itu tidak relevan bagi nasib orang seperti Sabrina. Kondisi rekeningnya sangat tidak relatable dengan style bongkar pasang ini.
Sabrina diliputi kecemasan saat digiring menuju ke dalam ruangan pertemuan khusus itu. Begitu pintu ditutup, gadis itu merasakan betapa angkernya meeting room yang didesain kedap suara itu.
Serius nih, kalian bakal pecat gue setelah tiga kali gajian?
“Sekarang lo sedang ngerjain apa, Sab?” tanya Laura tanpa basa-basi.
“Data entry yang kemarin itu—”
“Belum kelar juga? Ini sudah jam berapa?” Seperti biasa Laura bersungut-sungut. Di mata perempuan itu pekerjaan karyawan seolah tidak pernah benar. Selesai lambat dimaki-maki. Selesai lebih cepat malah dicurigai curang. Punya atasan problematik memang menyebalkan. Demi gaji bulanan, tak apalah hal ini dilakukan.
“Apa tugasnya bisa didelegasikan ke orang lain?” tanya Pak Iyan.
“Pasti bisa,” sahut Laura cepat. “Tika bisa ambil alih job elo, Sab.”
Sepertinya dia memang akan dipecat. Sabrina merasakan darah yang tiba-tiba terkuras dari wajahnya. Dia yakin saat ini mukanya sudah sepucat hantu. Baru juga gue ngerasain gaji 3 juta gue yang sudah termasuk lemburan sampai mampus itu!
“Oke kalau begitu ya. Sabrina untuk sementara gantiin Cheryl di Algorithm Room. Dan job dia di public room akan dihendel oleh tim lain.”
Eh? Sabrina bengong menatap Pak Iyan yang mencoret-coret sesuatu di layar iPad-nya.
“Oke. Gue rasa gitu aja, Pak. Lebih cepet juga.”
“Sebentar—” Pak Iyan menatap Sabrina yang sudah berganti pakaian dengan busana kantor yang sopan. “Chief—”
“Bisa kompromilah. Sambil nyari lagi yang body-nya sesuai selera kacamata dia.” Laura mencibir meremehkan.
“You know what I mean,” Pak Iyan terkekeh pelan.
“Chief and his fucking penis!” sembur Laura. “Sabrina can be the temporary replacement. Nggak ada waktu buat cari sekarang.”
“How about the pretty one?”
Dua orang ini pasti nggak mengira gue paham omongan mereka. Dan the pretty one yang dimaksud Pak Iyan, siapa lagi kalau bukan Tika? Sabrina menunduk dalam-dalam agar kedua orang itu tidak menyadari dia sedang mendengarkan dengan penuh perhatian.
“She is not smart enough for this job,” sahut Laura sambil mengedikkan bahu tak peduli.
Sialan! Sabrina bersyukur Tika tidak perlu mendengar tentang komentar ini. Dan dia berjanji untuk menutup mulut rapat-rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Wife (TAMAT)
Storie d'amore"Are you clean? Are you virgin?" Sabrina terkejut oleh pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Nick. "Yes," katanya dengan kaku. "So, lets get married," sahut Nick ringan. "Secretly." ☘️☘️☘️ We don't meet people by accident. They are meant to cro...