Egi menatap jengah guru yang tengah mengoceh di depannya. Otaknya sudah pada kadar mendidih akut sekarang, jangan sampai 100 ° C. Bisa-bisa ia masuk rumah sakit tanpa rekomendasi apapun.
Mata bulatnya melirik teman sebangkunya yang masih setia fokus mendengarkan pak Karsa. Sementara ia sendiri tidak peduli dengan penjelasan Pak Karsa yang membahas soal kuardan I dan kuardan IV. Persetan dengan itu, saat ini ia hanya ingin tidur.
"Siapa yang bisa mengerjakan soal di papan tulis?" tanya Karsa. Ia mendesah pelan saat tidak melihat pergerakan seincipun dari semua siswanya. "Tambahan 80 point untuk nilai ulangan Minggu depan jika––"
Beberapa murid agaknya tergiur dengan tawaran guru matematika killer itu. Mereka mulai menghitung di buku cekeran sebelum benar-benar maju ke depan. Suara decitan kursi membuat seluruh atensi menatap terkejut.
Pemuda itu berjalan ke depan, mengambil spidol lalu menuliskan angka-angka rumit di papan tulis. Karsa diam-diam tersenyum tipis, ternyata masih ada siswa yang mengerti pelajarannya.
"Gak salah, Der?" bisik Egi.
Dera menyeringai tipis "Gak heran, sih. Gak inget si Raga emang pinter, cuma kebanyakan males aja tuh anak," sahutnya yang tetap fokus menatap hasil jawaban Raga di depan.
"Bagus, Raga. Tambahan 80 point untuk nilai kamu di ulangan harian nanti." kata Karsa.
Raga hanya mengangguk, dan kembali duduk di kursinya. "Otak lo encer juga, ya. Setelah nikah," ujar Dean nyaris berbisik.
Raga menyeringai tipis dan menjulurkan tangan kirinya menerima adu jotos dari sohibnya itu. Para siswi terlihat memberi tatapan kagum pada hubungan pertemanan mereka, sekaligus tatapan damba pada Raga.
"Oke anak-anak. Saya rasa pelajaran hari ini dicukupkan sekian." Karsa membereskan buku-buku pelajaran miliknya, "Untuk lebih mengasah ketajaman otak kalian, silakan buka latihan halaman 77. Lusa kita bahas." Setelah mengatakan itu Karsa berlalu pergi keluar dari kelas 12 IPA I.
Para siswa mendesah pelan menanggapi itu, sumpah serapah dan keluhan dari berbagai sudut istimewa mulai menampakkan diri.
"Kebiasaan banget guru satu itu," celetuk Wawan. "Katanya harus istirahat, udah tau capek. Masih aja di kasih tugas." Sambungnya sambil memasukan buku catatan ke dalam tas.
"Bener banget, kita kurang apa coba? Dengerin udah, merhatiin iya, ngerjain tugas, apalagi?" balas Egi.
"Kurang otak lo, ketinggalan di Mang Ujang, noh." Sarkastik Dera membuat semua penghuni kelas menertawai Egi.
Egi memutar bola matanya malas dan menyusul yang lainnya keluar kelas. Makan mie ayam agaknya sangat cocok untuk mencairkan suhu otaknya sekarang.
****
Raga terus memusatkan atensinya, menatap pintu kantin yang penuh dengan lalu lalang murid SMA Garuda. Ia menghela napas pelan saat tak kunjung mendapati Alya masuk ke area kantin. Karena tak sempat sarapan tadi, Alya bilang akan makan di jam istirahat. Salahkan dirinya yang lupa mereset alarm dan berakhir kesiangan.
"Ck, kemana sih?"
"Siapa yang kemana?" tanya Dera sebelum memasukkan suapan terakhir bakso kedalam mulutnya.
"Alya. Gue mau cari dia dulu." Raga segera beranjak dari duduknya dan meninggalkan area kantin.
"Bucin." celetuk Egi menatap kepergian Raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRAGA [Perjodohan]
Teen FictionPerjodohan dadakan kedua orangtuanya membuat Raga ngebet ingin langsung dinikahkan, meskipun masih berstatus seorang pelajar. Kehangatan selalu Raga rasakan setelah menikah dengan Alya, tapi kehangatan rumah tangganya ternyata tak berlangsung lama...