Raga membuka kancing seragamnya serampangan. Iris hitamnya terus menatap gelisah pintu bercat putih, menanti sang istri keluar dari kamar mandi. Sehabis pulang sekolah tadi ia langsung membeli testpack untuk memastikan perkataan Dean. Persetan dengan karyawan dan pengunjung apotek yang menatapnya aneh bahkan ada yang berbisik curiga.
Bukannya menuruti perintah istrinya untuk berganti baju dulu, Raga malah mondar mandir tidak jelas dari tadi. Perasaannya benar-benar campur aduk sekarang, antara bahagia dan ...
Sedih, eh?
Cklek
Raga langsung berdiri dari duduknya saat pintu kamar mandi terbuka, ia lantas berjalan cepat menghampiri sang istri. Keningnya mengernyit samar menangkap raut datar Alya yang sama sekali tak terbaca. Manik hitamnya bergulir menangkap testpack yang dipegangnya.
"Gimana hasilnya?" tanya Raga kepo pakai banget.
Melihat Alya yang diam seperti itu membuatnya curiga kalau hasilnya memang benar positif. Raga tahu sejak awal pernikahan Alya memang ingin menunda untuk memiliki momongan, dengan dalih belum siap dan tak ingin kerepotan mengurus bayi di usia muda.
Alya menarik napas dalam. Iris coklatnya bergerak lincah menghindari manik kelam Raga. "Positif," ujarnya rendah, terdengar bergetar.
Sebisa mungkin ia mencoba menahan embun bening yang berusaha merengsek keluar dari pelupuk matanya.
Raga menghela napas dalam. Ia meraih tangan Alya lalu menuntunnya pelan untuk duduk disisi ranjang.
"Bukannya KB ya, kok bisa isi?"
Alya mengangguk lemah. "Mungkin gak manjur." Tangannya mengepal menggenggam testpack itu erat.
"Aku bingung, Ga. Aku masih sekolah, bentar lagi juga ujian, sementara aku berbadan dua sekarang." Alya menunduk, mengusap perutnya yang sedikit membesar. Kemarin ia pikir itu semua karena faktor berat badannya yang naik, ternyata salah.
Raga merangkul pundak Alya, mengusapnya pelan mencoba menenangkannya. "Aku yakin kamu bisa, Sayang. Terlepas dari kamu yang belum siap, harusnya kita bahagia karena akan hadir anggota baru, kan?"
"Kamu bener, Ga. Tapi aku takut sesuatu terjadi sama bayinya karena kesiapan aku yang belum matang."
Raga menyelipkan anak rambut Alya guna melihat lebih jelas wajah jelita istrinya, "Tapi kita juga gak bisa tolak pemberian Tuhan, Sayang. Aku yakin kamu gak sejahat itu buat gugurin anak kita."
Alya terdiam mendengar ucapan terakhir Raga.
"Kita coba terima ini pelan-pelan, ya." Raga melepas rangkulannya dan berpindah menarik lengan Alya lalu mengenggamnya. Hal itu agaknya membuat Alya perlahan mendongak dan menatap wajah Raga. "Kamu gak usah khawatir, ada aku ayahnya," ucap Raga serius.
Alya mengangguk ragu. Ia lantas memeluk Raga guna menyembunyikan kristal bening yang siap kembali turun membasahi pipinya. Suaminya benar, bagaimanapun juga ia harus menerima ini semua. Sekali lagi dirinya hanya bisa berpasrah dan berdoa pada Tuhan, semoga ini yang terbaik.
Raga tersenyum, ia kemudian membalas pelukan. Hatinya menghangat, onyxnya terlihat berkaca bahagia.
'Mah, sebentar lagi mama punya cucu. Raga bakalan jadi ayah, Mah, Pah.' batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRAGA [Perjodohan]
Roman pour AdolescentsPerjodohan dadakan kedua orangtuanya membuat Raga ngebet ingin langsung dinikahkan, meskipun masih berstatus seorang pelajar. Kehangatan selalu Raga rasakan setelah menikah dengan Alya, tapi kehangatan rumah tangganya ternyata tak berlangsung lama...