Iris coklat Alya terlihat bergerak cepat menghindari tatapan tajam manik kelam di depannya. Ia memalingkan wajahnya ketika Raga semakin mencondongkan wajah tampannya lebih dekat.
"Kenapa aku harus marah?" Suara berat Raga agak sedikit membuat Alya merinding.
"Ka-karena marah tandanya sayang," ujar Alya gugup.
Alis Raga terangkat sebelah mendengar jawaban aneh dari istrinya itu, "terus kalau aku gak marah, berarti gak sayang?"
Anggukan yang Raga dapatkan dari Alya membuat bibirnya sedikit mendengus geli. Sejujurnya ia ingin marah melihat Alya dengan Rafli tadi, tapi setelah wajah menggemaskan Alya muncul di hadapannya saat bangun tidur. Membuat Raga mengurungkan niatnya untuk merajuk.
Cup-
Bola mata Alya melebar sempurna ketika bibir Raga mengecup singkat bibirnya dengan seenaknya. Alya bisa merasakan hawa panas mulai menjalari wajahnya hingga ke telinga. Mungkin sekarang pipinya sudah memerah, semerah tomat kesukaan pria itu.
Seringai tipis terukir di bibir menggoda Raga, saat melihat Alya yang bergerak tak nyaman dalam duduknya, mencoba menghindar.
"Mau ngapain, sih?" Alya kembali memalingkan wajah, saat Raga semakin membunuh jarak di antara mereka.
Ekspresi dan tingkah ketakutan Alya membuat Raga semakin gemas saja ingin langsung menelan istrinya itu bulat-bulat. Kalau mode penakut seperti ini, Alya jauh lebih manis dari mode garangnya. Tangan Raga terulur, membelai pipi Alya lembut, memaksa gadis itu untuk menatap manik kelamnya.
Seperti biasa di situasi seperti ini, Alya hanya bisa diam dengan matanya yang beberapa kali mengerjap lucu. Jangan ditanya bagaimana kondisi jantungnya saat ini, gadis itu berusaha mati-matian untuk menahan degupnya yang semakin keras.
Tanpa permisi Raga kembali mengecup bibir Alya gemas, ciumannya agak sedikit lama. Membuat jantung Alya semakin berdetak cepat. Bahkan sekarang perutnya terasa ada yang menggelitik.
Alya meraup oksigen sebanyak mungkin saat Raga melepaskan ciumannya. Gadis itu mendengus pelan sebelum memberi delikan tajam. "Kalo mau cium itu, minta ijin dulu!"
Raga terkekeh geli. Pipi merona Alya sedikit membuatnya tertarik untuk mencubit gemas pipi itu, "Kalo bilang pasti gak mau."
Alya mendelik tajam, "Nanti ada yang masuk gimana? Bisa bahaya tau," ujarnya kesal.
Raga mengedigkan bahunya tak peduli. Alya yang melihat sikap Raga yang kelewat santai semakin kesal dibuatnya. Tangannya terangkat memberi pukulan tak berarti pada pria itu.
Si empunya hanya mendengus geli mendapat serangan yang tak berarti dari gadis pendek di depannya. Dengan cepat Raga meraih tangan Alya dan membawanya masuk kedalam dekapan hangat.
"Lepaaasss! Nanti ada yang liat." Alya berusaha melepaskan tangan Raga yang malah semakin memeluknya erat.
Jantungnya kembali bekerja tak normal saat bibir pria itu kembali mengecup keningnya lama. Semburat merah kembali menyambangi pipi chubby Alya, hawa panas yang menjalar sampai telinga semakin menambah beban malunya sekarang.
'Gengsi banget gue mau bilang cemburu, tapi meluk Alya kayak gini gue berani.'
Bibir Raga terangkat tipis membentuk lengkungan samar. Ia melonggarkan pelukannya lantas menunduk menatap wajah ayu di depannya, "Lain kali jangan terlalu deket sama cowok lain." Raga berujar pelan, tangannya mengusap surai hitam Alya lembut. "Aku gak suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRAGA [Perjodohan]
Fiksi RemajaPerjodohan dadakan kedua orangtuanya membuat Raga ngebet ingin langsung dinikahkan, meskipun masih berstatus seorang pelajar. Kehangatan selalu Raga rasakan setelah menikah dengan Alya, tapi kehangatan rumah tangganya ternyata tak berlangsung lama...