Alya menuruni setiap undakan tangga dengan terburu, ia masih kesal dengan Raga yang menciumnya tadi. Bisa-bisanya pria itu bersikap santai dan malah menggodanya. Ia berhenti dengan napas yang sedikit terengah-engah, tubuhnya membungkuk memegang kedua lututnya, berjalan cepat di tangga membuat oksigennya sedikit terkuras.
"Raga!" panggilnya sedikit berteriak.
"Hn?" Raga menoleh dan mengangkat sebelah alisnya menunggu Alya bicara.
"Lo harus tanggung jawab, ya!"
Alisnya sedikit menekuk tidak mengerti dengan ucapan gadis didepannya. "Apa yang harus dipertanggung jawabkan, Alya?"
"B-bibir gue, lo tadi cium gue depan Rafli. Sialan, dia bisa mikir yang nggak-nggak tentang gue, Raga!" kesal Alya.
Raga memutar bola matanya malas melihat Alya yang mulai drama. Bukannya bagus jika ia menciumnya tadi, setelah ini Rafli mungkin tidak akan mengganggunya lagi.
"Tenang aja, itu gak bakal bikin lo dikeluarin dari sekolah, kan." Raga berujar santai lantas kembali berjalan menuju kelas.
"Tenang, lo bilang? gue cewek Raga, Rafli mungkin sekarang ngira gue cewek yang gak punya harga diri karena mau-mau aja di c-cium sama lo. Padahal tadi itu gue gak tau dan gak mau, ya."
Raga sedikit jengah mendengar Alya yang terus-menerus menyebut nama Rafli, ia menghentikan langkahnya kemudian menatap gadis itu. "Lo suka sama dia?""Enggak." Alya menggeleng cepat, mencoba meyakinkan, meskipun dulu ia memang pernah menaruh rasa pada sang ketua OSIS.
Raga mendengus pelan merasa tidak yakin dengan jawaban Alya, kakinya melangkah pelan mendekati gadis itu yang masih berdiri disana. "Gue tau lo bohong, Alya." desisnya.
Alya mengusap tengkuknya pelan, melihat tatapan Raga yang sulit diartikan membuatnya merinding seketika. Bahkan pria itu semakin mendekat dan hampir membunuh jarak diantara mereka.
"Jangan deket-deket." Alya mencoba mundur demi bisa menghindari Raga, tapi sial posisinya yang berada di pojokan membuatnya sulit untuk menghindar.
Seringai tipis terpatri di bibir Raga. Melihat Alya yang seperti ketakutan membuat ide jahil muncul di otak pintarnya. Sepertinya tidak ada salahnya sedikit menggoda calon isterinya itu.
'Calon isteri, ya?' Raga terkekeh pelan.
Alya menatap bingung Raga yang mesem-mesem tiba-tiba.
'Apa dia gila?'
Tangan Raga terangkat mengusap pipi Alya, hal itu membuat gadis didepannya menegang seketika. Raga bahkan bisa menebak Alya terlihat mencoba menahan napas sekarang.
"Gak usah, ditahan." bisik Raga.
"Hah, apa?" Alya gelagapan, pria itu pasti menyadari dia tengah menahan napas barusan. Posisi ini sangat dekat dan berbahaya, bahkan ia bisa merasakan deru napas Raga yang menerpa kulit wajahnya. Alya meneguk salivanya susah payah ketika tangan Raga turun menyentuh bibirnya.
Manik kelam Raga menatap lekat iris coklat didepannya kemudian mengamati setiap inci wajah gadis itu. Ia baru sadar kalau ternyata calon isterinya cantik sekali, mata bulat dengan bulu mata lentik yang tak kunjung berubah lurus, hidung mancung yang kecil dan bibir penuh merah merona membuat Raga ingin kembali merasakan bibir itu sekali lagi dengan lebih.
"Apa boleh?" Tangan Raga mengusap bibir Alya pelan.
Seperti terhipnotis dengan tatapan Raga, Alya mengangguk pelan lantas menutup matanya. Ia tidak memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRAGA [Perjodohan]
Fiksi RemajaPerjodohan dadakan kedua orangtuanya membuat Raga ngebet ingin langsung dinikahkan, meskipun masih berstatus seorang pelajar. Kehangatan selalu Raga rasakan setelah menikah dengan Alya, tapi kehangatan rumah tangganya ternyata tak berlangsung lama...