Raga mendengus bosan, ia meraup kerikil lantas di lemparnya ke kolam ikan kecil yang berada di pinggir sekolah. Manik kelamnya kembali menoleh kearah ruangan yang masih tertutup tidak menandakan kehidupan disana. Sejak setengah jam yang lalu ia sudah duduk di tepian kolam menunggu Alya yang katanya tengah rapat OSIS. Niat hati ingin sekali meninggalkan gadis itu, tapi terpaksa ia urungkan setelah mendapat telpon dari tante Sindi yang menyuruhnya untuk pulang bersama Alya.
"Sial, bahas apa mereka, tau gini gue pulang duluan tadi." Raga bangkit dari duduknya lantas berjalan menuju ruangan yang bertuliskan R. OSIS di depan pintu. Ia agak sedikit kepo dengan apa yang mereka lakukan di dalam. Selama ia menjabat sebagai ketua basket di sekolah, tidak pernah rapat selama ini sebelumnya. Bahkan Raga tak ingat kapan terakhir kali ia rapat dengan anggota basketnya.
Krek
Jelaganya membulat kala mendengar suara kenop pintu yang seperti akan dibuka dari dalam. Telinga yang tadinya menempel di pintu segara ia jauhkan, kakinya mundur selangkah lantas berdiri tegak dan bergeser kesamping mencoba menjauh. Perlahan pintu mulai terbuka dan menampakkan beberapa murid SMA Garuda yang nampak menghela napas lega setelah keluar dari ruangan tersebut. Raga mengernyit ketika tak mendapati Alya diantara mereka, dimana gadis itu?
Ia sedikit menyembulkan kepalanya, mencari secuil rambut hitam panjang Alya. Bibirnya mendengus pelan ketika melihat gadis itu tengah asik mengobrol bersama Rafli. Agak sedikit tidak terima melihat Alya yang memamerkan senyumannya manisnya pada pria berkacamata tersebut. Bahkan, Alya tak pernah tersenyum seperti itu padanya.
'Cih, so manis.'
"Alya." Suara berat Raga mengalihkan atensi Alya yang tengah mengobrol bersama Rafli, lantas menatap pria yang bersandar pada kusen pintu itu dengan tatapan seolah bertanya 'ada apa?'
"Ayo, pulang." Raga menegakkan tubuhnya lantas tanpa di persilahkan ia masuk kedalam.
"Gak perlu narik tangan gue juga, Raga." Alya berontak mencoba melepaskan tangan Raga yang memegang tangannya kuat. Cowok di depannya itu selalu saja sekenanya.
Rafli yang berada disana merasa tidak terima melihat Alya yang di seret paksa oleh Raga. "Lepasin dia, lo jangan kasar sama cewe," ujarnya.
"Ini bukan urusan lo," ujar Raga datar dan kembali berjalan menyeret Alya, cekalan pada tangan gadis itu sedikit ia kendurkan. Bisa bahaya kalau tangan mulusnya lecet kembali, yang disalahkan pasti dirinya.
"Raga, lo budeg apa gimana, sih? Gue bilang lepasin!" Alya sedikit mencubit pinggang Raga dengan sebelah tangannya yang bebas.
Pria itu meringis pelan tapi kemudian terlihat mati-matian menahan sakitnya. "Lo bakalan kabur kalau gue lepas."
"Nggak, gue janji." Alya menarik ujung seragam Raga membuat cowok itu menoleh kearahnya.
"janji!" Gadis itu mengangkat tangannya membentuk huruf 'v' terlihat mencoba meyakinkan.Raga menghela napas pelan lantas melepaskan cengkeramannya. "Ya udah, ayo. Tante Riani udah nunggu, kalau telat gue juga yang di salahin."
Alya memutar bola matanya malas. Sebelum berjalan menyusul Raga gadis itu sempat melirik Rafli dan melambaikan tangannya. "Aku duluan, ya."
Rafli mengangguk singkat dengan senyumnya yang tak luntur sama sekali.
"Ayo, Alya!" kesal Raga. Aneh, ia benar-benar tidak suka dengan tingkah Alya yang so manis depan Rafli.
Alya menoleh dan sempat mendelik tajam sebelum akhirnya berjalan mendahului Raga menuju parkiran.
'Dasar, cewek aneh.' batin Raga sedikit ngenes.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRAGA [Perjodohan]
Teen FictionPerjodohan dadakan kedua orangtuanya membuat Raga ngebet ingin langsung dinikahkan, meskipun masih berstatus seorang pelajar. Kehangatan selalu Raga rasakan setelah menikah dengan Alya, tapi kehangatan rumah tangganya ternyata tak berlangsung lama...