Library Date

1.6K 39 8
                                    

Kabar burung ditangkapnya Bima Wirantara beserta kedua putrinya, membuat segores senyum kemenangan terbit di wajah tampan Raga. Sarapan pagi ini rasanya jauh lebih tenang, saat mengingat semua masalahnya sudah selesai.

Ia membuka mulutnya untuk menyuapkan gigitan terakhir sandwich tanpa tomat buatan sang istri tercinta. Manik hitamnya bergulir menatap Alya yang duduk cukup jauh dari tempatnya. Wanita muda itu tengah asik memakan beberapa potong buah tomat segar yang menjadi favoritnya semenjak hamil.

Setelah mengetahui penyebab dirinya sering muntah di pagi hari karena tomat, Raga terpaksa harus makan berjauhan dengan Alya, dan ia benci itu. Bibirnya ditekuk malas saat Alya menatapnya dengan mulut penuh tomat.

"Apwa?"

Alya mengangkat sebelah alisnya seraya mengunyah tomat dalam mulutnya sebelum kemudian mengirimnya ke lambung. "Kamu mau? Nanti mual-mual loh." Ia berdiri dan berjalan menuju wastafel untuk mencuci piring bekas makannya. Langkahnya terhenti saat tiba-tiba Raga mengambil alih piring itu dari tangannya.

"Biar aku yang cuci."

Alya dengan senang hati memberikan piringnya dan membiarkan suaminya itu mencuci piring. Ia lantas memposisikan tubuhnya di samping Raga. Lalu melingkarkan tangannya memeluk suaminya itu manja.

Iris coklatnya sibuk merekam setiap inci wajah serius Raga. Tanpa sadar bibirnya tertarik membentuk lengkungan tipis, menyadari ketampanan Raga yang rasanya jauh semakin bertambah. Otaknya berputar membayangkan akan setampan atau secantik apa anaknya nanti.

 Otaknya berputar membayangkan akan setampan atau secantik apa anaknya nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Senyum-senyum sendiri. Mikirin apa?"

Alya mendongak menatap Raga yang ternyata sudah selesai melakukan tugasnya. "Siapa yang senyum-senyum sendiri. Gak juga," sanggahnya.

Ia memalingkan wajahnya saat tiba-tiba Raga mencuri kecupan ringan di pipinya.

Pria itu tersenyum tipis dan mencubit pelan pipi gadis itu yang semakin terlihat berisi. "Gemoy."

Alya menekuk bibirnya kesal, tangannya terangkat mengusap bekas cubitan Raga di pipinya. "Aku jadi gendut, ya?" tanyanya sedih.

Raga menggeleng cepat. Bisa bahaya urusannya kalau salah bicara. "Enggak, Sayang," ujarnya tenang seraya mengusap lembut rambut Alya. "Kamu itu gak gendut. Tapi gemoy. Lihat tangan kamu aja kecil."

Alya menatap Raga dengan bibirnya yang masih cemberut. Agaknya itu tidak berhasil membuatnya percaya kalau dirinya memang tidak gendut. Mengingat saat melakukan pemeriksaan kandungan yang kedua kalinya, berat badannya jelas bertambah.

"Tapi BB aku naik, Ga. Aku emang gendut," ujarnya terdengar merajuk.

"Itu kan karena kamu lagi hamil. Makanya timbangannya naik." Raga berusaha memberi pengertian, namun nampaknya Alya masih sedih dan tidak terima. Jelas ia tidak suka itu. Ibu hamil tidak boleh sedih ataupun stress.

ALRAGA [Perjodohan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang