Dari judul aja sudah agak, ekhem.
.
Happy Reading!
.Raga melemparkan tasnya asal lantas menjatuhkan tubuhnya di kasur. Helaan napas berat keluar dari bibir kissablenya, manik kelamnya ia sembunyikan sesaat lantas menatap langit-langit ruangan yang sama sekali tak ada indahnya. Raga sudah menduga hal ini akan terjadi, ada perasaan kecewa dan tidak terima atas keputusan orangtuanya yang sekenanya dengan mengatasnamakan kebaikannya. Kebaikan apa? ini hanya akan merenggut kebahagiaannya.
"Cih, selalu merepotkan." Raga membalik badannya lantas membenamkan wajahnya di bantal. Sepertinya tidur adalah hal yang tepat untuk mengistirahatkan pikirannya yang sedari siang memang sudah kacau.
Di tempat lain Alya sepertinya nampak sama dengan Raga. Gadis itu terlihat gelisah, iris coklatnya nampak masih berkaca setelah menangis tadi. Alya bingung harus mengambil keputusan apa, ini terlalu mendadak. Banyak sekelumit pertanyaan yang bersarang di otak cantiknya. Jika ia menerima perjodohan ini apakah akan bahagia nantinya? melihat Raga yang terlihat biasa saja membuat Alya curiga kalau pria itu sudah mengetahui hal ini. Soal rasa, Alya sama sekali tidak memiliki rasa apa-apa selain tidak kesukaannya terhadap sifat Raga yang menyebalkan.
"Alya, Bunda boleh masuk?"
Netranya bergulir menatap pintu yang menampakkan kepala Sindi menyembul dari luar. Gadis itu segera mengusap pipinya yang basah lantas mengangguk pelan membiarkan bundanya masuk.
Ibu dua anak itu tersenyum simpul kemudian berjalan lantas mendudukkan bokongnya di bibir ranjang. Sindi cukup khawatir dengan kondisi Alya yang tidak keluar kamar sejak sore tadi.
"Kamu kenapa gak ikut makan malem?" Sindi menatap wajah Alya yang masih setia menunduk. Wanita itu menghela napas pelan ketika tak mendapati jawaban.
"Apa yang membuatmu sedih, sayang?" tanya Sindi penuh kehati-hatian. Tangannya terangkat untuk mengusap surai hitam didepannya, "Bunda minta maaf, ya." lirihnya.
Alya mendongkak lantas menggeleng pelan, "Kenapa minta maaf, Bunda gak salah." gadis itu sedikit tertawa hambar.
"Selain karena almarhum kakek. Apa ada alasan lain supaya Alya terima perjodohan ini?"
Sindi terdiam sesaat ia menatap lurus iris coklat yang sama dengannya itu, "Tidak ada, ini mungkin hanya keegoisan kami sebagai orang tua. Kami terlaku ingin menjadi keluarga dan menjodohkan kamu dengan Raga, tanpa melihat bagaimana perasaan kalian. Alya bisa menolaknya kalau tidak mau."
Alya menjatuhkan pandanganya mendengar penjelasan Sindi. Ini sedikit berat untuknya, bundanya itu pasti akan sedih jika ia menolak dan Alya tidak suka itu. Apa haruskah ia menerima ini sebagai salah satu balasan dan cara menyenangkan orang tuanya. Apapun itu demi kebahagiaan mereka akan Alya lakukan.
"Kalau dengan perjodohan ini Bunda bahagia, Alya mau."
Sindi tersentak tidak percaya. "Kamu serius?"
Alya mengangguk sebagai jawaban. Ia memamerkan senyumannya yang tak sampai ekor mata, kemudian memeluk Sindi dan menyembunyikan sesuatu yang mulai turun dari pelupuk matanya.
"Terima kasih, sayang," ujar Sindi senang lantas membalas pelukan Alya.
'Semoga ini adalah pilihan terbaik, walau harus mengorbankan perasaan.'
KAMU SEDANG MEMBACA
ALRAGA [Perjodohan]
JugendliteraturPerjodohan dadakan kedua orangtuanya membuat Raga ngebet ingin langsung dinikahkan, meskipun masih berstatus seorang pelajar. Kehangatan selalu Raga rasakan setelah menikah dengan Alya, tapi kehangatan rumah tangganya ternyata tak berlangsung lama...