Vertebrae Cocigeus

417 55 32
                                    

Suara deru motor terdengar kencang di salah satu jalanan yang sepi. Saat ini sudah tengah malam tetapi sekelompok anak geng motor malah sibuk mengadakan balapan liar. Clifford, salah satu peserta yang ikut balapan kali ini sudah siap di atas motornya dan menatap lurus ke depan. Begitu hitungan mundur selesai, motornya langsung melaju kencang membelah jalanan kota Jakarta. Mata tajamnya secara bergantian fokus menatap jalan di depannya serta kaca spion motor.

Sialan, batinnya kesal saat tahu bahwa motor Leon sudah semakin dekat dengannya. Meski dirinya yang sedang memimpin tetapi ia tetap merasa khawatir ketika posisinya yang akan menjadi juara direbut oleh orang lain. Maka dari itu laju motornya semakin kencang dari sebelumnya.

Hal yang sama pun juga terjadi pada Leon. Laki-laki ini tidak mau kalah juga dari temannya. Laju motornya semakin kencang hingga menyamai motor Clifford. Kepalanya menoleh sebentar pada pengendara di sampingnya itu. Tak lupa kaca helmnya ia buka supaya suaranya dapat terdengar. "Dasar cupu. Kali ini lo nggak akan menang, Clif," ejeknya seraya memekik.

"Anjing lo," balas Clifford tak terima.

Benar saja, setelah percakapan singkat itu motor Leon yang memimpin. Laki-laki ini tertawa dengan sesekali melihat kaca spion maupun menoleh ke belakang untuk melihat motor temannya yang tertinggal. "Dasar payah."

Akan tetapi belum sempat mulut Leon kembali menutup, tiba-tiba saja motornya oleng. Dan kini giliran Clifford yang menertawai temannya itu. Sepertinya itu adalah karma instan yang terjadi pada orang sombong.

"Ahh. Bangsat," maki Leon saat terjatuh dari motornya. Dengan cepat ia mencoba berdiri kembali. Namun baru setengah berdiri saja kakinya sudah lemas lagi. Matanya bergetar menatap lumuran darah yang membasahi aspal. Ternyata orang yang sempat mengganggu fokusnya tadi benar-benar ia tabrak. "Sialan," ujarnya seraya bergerak mundur.

Clifford menghentikan motornya beberapa meter dari dua orang itu. Dengan sigap ia menuruni motor lalu membantu temannya untuk berdiri. "Ayo berdiri bego."

"Dia gimana, Clif?" tanya Leon dengan nada takutnya.

"Ya panggil ambulanslah."

"Tapi nanti gue ditangkap polisi dong. Gue nggak mau."

"Ah, anjing. Lo ngerepotin orang aja bisanya," ucap Clifford seraya melepas helmnya. Sebelum ponselnya menelpon nomor darurat, ia menatap pada temannya lagi. "Lo mau tanggung jawab kan, Le?" tanyanya memastikan.

"Tapi tadi bukan salah gue. Dia asal nyebrang aja. Lampunya tadi masih hijau buat kendaraan bukan penyebrang jalan," balas Leon tidak terima.

"Kalau sikap lo kayak gini yang ada lo dikira pelaku tabrak lari. Mikir dikit dong, Le."

Leon ikut melepas helmnya. "Kalau gue ditangkap, lo juga bisa ditangkap bego. Kita ini balapan liar bukan balapan di lapangan khusus balapan motor. Lo juga harus mikir, Clif."

Clifford kembali mengacak rambutnya. Jari tangannya bergerak cepat menelepon nomor lain yang dikenalnya. "Bubar kalian semua. Leon barusan nabrak orang. Kita semua bisa ditangkap polisi kalau ketahuan ngadain balapan liar."

Leon masih diam saja ketika temannya selesai bertelepon dengan seseorang di seberang sana. Ia menunggu keputusan laki-laki yang lebih pintar darinya. Ia tahu Clifford pasti bisa memutuskan solusi yang tepat untuk kondisi mereka saat ini.

High Level (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang