Rudi membalik lembar koran yang sedang dibacanya. Kacamatanya yang melorot ke ujung hidung ia naikkan. "Dari mana saja kamu?" tanyanya pada seseorang yang mengendap-endap saat memasuki rumahnya.
Leon yang sudah tertangkap basah terpaksa mendatangi papanya yang duduk di teras rumah. "Habis dari rumahnya Clifford, Pa."
"Kamu yakin?" tanya Rudi sembari mendongak menatap wajah anaknya.
"Iya. Mana mungkin aku bohongin Papa," balas Leon dengan cengengesan. Tengkuk lehernya ia garuk seraya menghindari tatapan papanya yang tajam dan penuh curiga itu.
Rudi tiba-tiba melipat koran yang tadi dibacanya. Tangannya beralih mengambil sebuah tablet setelah meletakkan koran itu. "Ini ulahmu kan?" ujarnya seraya menunjukkan foto seseorang yang penuh darah.
Glek.
Leon menelan ludahnya kasar setelah sadar siapa orang yang berada di dalam foto itu. "A–aku bisa jelasin, Pa. Itu—"
"Bertanggung jawablah pada tindakanmu. Jangan pernah kamu lari dari tanggung jawab. Jangan pernah menjadi anak yang pengecut."
"Tapi dia—"
"Dia sudah baik-baik saja. Dokter sudah menanganinya dengan baik. Tapi dia ingat kalau kamu yang menabraknya."
Sialan, batin Leon sembari menggigit bibir bawahnya. "Maaf, Pa."
"Untuk apa kamu minta maaf ke papa? Seharusnya kamu minta maaf ke orang yang sudah kamu tabrak. Sekarang tanggung jawabmu bagaimana?"
"Soal itu—" Leon diam untuk berpikir sejenak. "Aku akan bayar semua biaya pengobatannya. Uang jajanku kalau mau papa potong juga gapapa. Ini memang salahku. Sudah seharusnya aku bertanggung jawab kan?"
Rudi hanya diam menatap putranya dengan datar. Sepertinya ia masih merasa tidak puas atas jawaban anak itu. "Itu saja?"
"I–iya. Memangnya jawabanku salah?" sahut Leon panik.
"Pergi ke kantor polisi. Sudah ada teman papa yang menunggumu," Rudi mengedikkan dagunya pada seseorang yang ada di dalam mobil dengan kaca jendela yang terbuka.
Sontak mata Leon membulat ketika menyadari siapa polisi yang sedari tadi menunggunya. "D–dia bukannya kepala polisi, Pa?"
Rudi bangkit dari kursinya lalu mengangguk. "Cepat serahkan dirimu sebelum tanganmu diborgol sama teman papa itu."
"Pa, tapi kan—"
"Dia sudah menemui korban di rumah sakit. Dan korban yang kamu tabrak itu anaknya. Sekarang saatnya kamu bertanggung jawab atas tindakanmu tadi kan?"
Bangsat. Kenapa jadi gini sih? maki Leon dalam hatinya.
.
Bab 23
– The Chaotic –
.
Clarissa melangkahkan kakinya menuju pintu samping gedung ini. Dari jauh ia bisa melihat seorang laki-laki tengah menunggunya. Ia tersenyum sembari berjalan pelan mendekati laki-laki itu. Ia rindu melihat punggung itu dari jauh. Rasanya seperti sedang bernostalgia dengan kenangan mereka di masa lalu.
"Sa," Kevin melambaikan tangannya sambil tersenyum hangat pada seorang gadis yang berjalan ke arahnya.
Clarissa berjalan semakin cepat. Senyumnya pun tak hilang dari bibirnya. "Kakak sudah lama di sini?"
Kevin menggeleng. "Baru lima menit," ia memperhatikan penampilan gadis di hadapannya. Senyumnya pun semakin mengembang. "Lo cantik banget, Sa"
"Masa sih? Tapi masih cantikan Jessica. Kan dia yang tampil," sahut gadis itu malu-malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
High Level (Completed)
Mystery / ThrillerHigh Level merupakan sebuah klub populer di Alana High School. Klub ini terdiri dari 4 orang ambisius yang selalu menguasai ranking teratas sekolah. Mereka adalah : (1) Randy Geraldo, (2) Jessica Leoni, (3) Clifford Helixson, dan (4) Clarissa Helixs...