Humerus

415 36 3
                                    

"Kamu tahu soal ini?"

Kepala Randy seketika mendongak setelah papanya melontarkan kalimat tersebut. "Aku baru tahu."

"Clarissa melakukan ini sendiri?"

"Mungkin. Temen-temenku nggak ada yang bilang apa pun soal ini."

Entah mengapa William merasa kalau jawaban Randy tidak bisa ia percayai sepenuhnya. Meski begitu, saat ini ia sedang malas memperdebatkan hal tidak penting. Kepalanya sudah pusing memikirkan jalan keluar dari kekacauan ini. "Ya sudah, kamu kembali ke kamarmu sana."

"Pa," bukannya mendengarkan, Randy justru tetap ingin melanjutkan rencananya. "Apa yang bisa aku bantu?"

Kini giliran William yang mendongakkan kepalanya. Alisnya berkerut heran karena pertanyaan itu.

"Aku tahu kalau Papa nggak mungkin melakukan hal itu. Aku percaya sama Papa."

Mendengar hal itu spontan membuat raut wajah William berubah 180 derajat. "Kamu... beneran percaya sama papa?"

Tanpa ragu Randy mengangguk. Rencananya harus berjalan lancar seperti yang telah ia susun bersama teman-temannya. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun jika rencana ini ingin berhasil.

Sebaliknya, William justru mulai memikirkan cara lain untuk melibatkan anaknya. Entah cara apa yang akan ia pakai nanti. Intinya ia harus membersihkan semua hal yang mengganggu proyek besarnya.

.

Bab 30

- Now You're Alone -

.

Suara gelas yang baru saja berdenting langsung menggema di ruang makan yang luas namun sepi ini. Sarah meletakkan gelas wine-nya setelah meneguk seperempat dari isinya semula. Ia kemudian menatap wajah suaminya yang terlihat sangat menikmati minuman tersebut. "Ini hari terakhirmu kan?"

William yang tidak memahami maksud istrinya itu sontak menaikkan satu alisnya. "Maksudmu apa?"

"Soal berita itu."

"Kamu percaya sama berita nggak jelas itu?"

"Bukannya itu benar?"

Setelah meletakkan gelasnya, William menopang dagunya dengan salah satu tangan. Dirinya yang sudah setengah sadar terlihat sangat santai menanggapi topik pembicaraan ini. "Itu hanya hoaks. Semua yang dibicarakan Clarissa itu tidak benar. Jangan percaya ucapan anak kecil yang suka cari perhatian."

"Kamu yakin?" kini giliran Sarah yang menopang dagunya. "Beneran nggak ada sesuatu yang mau kamu akui?"

Pria itu terkekeh sebentar kemudian menatap wajah istrinya lagi. "Sudahlah. Jangan dibahas lagi."

"Kamu ingat kan kalau perusahaan ini punya keluargaku?"

Langkah William yang baru saja menjauhi kursi seketika terhenti saat mendengar hal tersebut. Sorot matanya refleks mengarah pada wanita yang masih duduk itu. "Maksudmu apa?"

"Rapat pemegang saham sebentar lagi mau diadakan. Aku rasa posisimu sudah pantas digantikan orang lain yang lebih bersih."

"Ma."

Mata Sarah kembali bertemu dengan lawan bicaranya. Sorot matanya yang tenang dan tidak peduli itu tentu saja semakin membuat suaminya kesal. "Hal kotor harus disingkirkan kan?" ia kembali meneguk minumannya dan semakin bersikap tak acuh. "Akui saja dirimu kotor. Ambisimu yang terlalu besar itu merusak reputasi perusahaan. Aku nggak mau perusahaan keluargaku semakin jelek."

"Tapi itu semua tidak benar!"

Mendengar hal itu seketika membuat Sarah tertawa kecil. "Kamu lupa kalau selama ini kamu cuma jadi alatku?"

High Level (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang