Costae Sporia

379 38 1
                                    

Kevin melangkah pelan mendekati seorang gadis yang sedang bercengkerama bersama teman-temannya. "Sa, bisa bicara sebentar?" ucapnya dengan wajah teduh.

Gadis yang dipanggil itu menoleh kemudian menyuruh teman-temannya untuk pergi ke kantin lebih dulu. "Ada apa, Kak?" senyum yang tadi terlihat kini menghilang karena ia menyadari wajah lawan bicaranya sedang tidak baik-baik saja. "Wajah Kakak kok lesu? Kakak kenapa? Sakit?"

Dengan cepat Kevin menepis tangan Clarissa yang hendak mengecek suhu tubuhnya melalui dahi. "Gue gapapa," ujarnya menghindari kontak mata dengan gadis itu.

"Oh. Maaf, Kak," balas Clarissa yang merasa tidak enak. Apa tindakannya barusan sudah berlebihan hingga respon laki-laki itu seperti tadi? Mungkin mood kak Kevin lagi jelek, batinnya berusaha berpikir positif.

"Sa, soal pengumuman tadi—" Kevin menghela napasnya kasar. "Lo beneran yang nge-bully Ara?"

Clarissa sontak tertawa pelan. "Lo percaya sama rumor itu? Kan nggak ada buktinya, Kak. Lo jangan asal percaya sama rumor nggak jelas itu."

"Sa, tolong jawab gue dengan jujur. Jangan tutupi apa pun lagi dari gue. Please," pinta Kevin yang kembali menatap mata gadis itu.

"Gue serius, Kak. Itu cuma rumor."

Kevin kembali mengembuskan napasnya kasar. "Sa," tangannya menahan kedua bahu Clarissa. "Ayo jujur sama gue. Jujur aja, Sa. Gue nggak akan marahin lo."

Bukannya menjawab permintaan tersebut, Clarissa malah mengernyit heran dengan sikap laki-laki di hadapannya ini. "Lo kenapa sih? Ada masalah?"

"Kalau gue jawab..., apa lo mau jawab pertanyaan gue juga?"

Gadis blasteran itu terdiam sejenak. Entah kenapa perasaannya tiba-tiba terasa tidak enak. Apa terjadi sesuatu dengan laki-laki ini? "Kakak jawab dulu."

Kevin melepaskan tangannya dari bahu gadis itu. "Gue mau pindah ke luar kota. Ada masalah dengan usaha bokap gue. Nanti malam gue berangkat. Gue akan lanjut sekolah di sana."

Deg.

"Lo..., lo bercanda kan?" tanya Clarissa tidak percaya. Telinganya pasti salah mendengar. "Kak, bercanda lo nggak lucu. Jangan ngomong gitu dong."

"Gue serius, Sa. Hari ini hari terakhir gue sekolah di sini. Besok gue udah nggak di Jakarta lagi."

"Kenapa lo perginya mendadak banget sih? Memangnya nggak bisa diundur? Sehari aja gitu."

Kevin menggeleng dengan lemah. "Maaf. Ini sudah keputusan orang tua gue."

"Kak, tapi kan—"

"Sekarang giliran lo jawab pertanyaan gue, Sa," Kevin kembali menyentuh pundak gadis itu. "Bukan lo kan yang nge-bully Ara?"

Sialan, maki Clarissa dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Kenapa? Gue nggak boleh ya marah ke dia? Lo kan tahu alasannya, Kak. Kalau gue—"

"Tapi tindakan lo salah, Sa!" bentak Kevin tanpa sadar. "Lo nggak perlu bully dia sampai dia diskors dari sekolah ini. Lo nggak cuma nge-bully dia tapi fitnah dia juga. Lo sadar sama perbuatan lo nggak sih? Lo kenapa jadi kayak gini?" ucapnya yang melemah di akhir kalimat.

Mendadak suara Clarissa tercekat di tenggorokan. Ia tidak pernah melihat Kevin sehancur ini. Apa tindakannya benar-benar sangat keterlaluan hingga mampu melukai perasaan laki-laki yang selalu setia mendengar keluh kesahnya selama ini?

"Sa..., jangan gitu lagi ya. Gue tahu lo anak yang baik. Gue tahu lo cuma berusaha membela diri supaya nggak dimarahi bokap lo lagi. Gue tahu lo anak yang pinter. Lo pasti akan tetap berada di ranking 4 selama lo berusaha semaksimal mungkin. Lo percaya sama kemampuan lo sendiri kan?"

High Level (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang