Nasale

512 83 87
                                    

Ara melangkah pelan memasuki sebuah kafe. Ia duduk di sebuah kursi kosong yang menghadap seorang pria dan wanita. Wajahnya sedikit ia tundukkan karena merasa kurang nyaman dengan tatapan intens dari kedua orang itu.

"Not bad," ucap si wanita dengan suara pelan. "Lo yakin mau melakukan apa pun tanpa banyak protes?"

Dengan cepat Ara mengangguk. "Saya butuh uang yang banyak dalam waktu dekat, Kak. Saya bisa melakukan banyak hal kok. Saya juga orang yang cepat belajar."

Sang wanita mengangguk kemudian melempar sebuah isyarat kepada pria yang duduk di sampingnya. Pria itu pun segera berpindah posisi untuk duduk di samping Ara. Tangan yang awalnya hanya merangkul pundak Ara perlahan bergerak turun ke bawah dengan pelan seperti sedang mengusap atau mungkin mencoba menggoda gadis muda itu.

Ara yang merasa semakin tidak nyaman berusaha untuk menyingkirkan tangan laki-laki itu dari tubuhnya. Namun sayangnya ia malah mendapat ancaman yang berhasil menakutinya.

"Diem atau gue lakukan hal yang lebih dari ini," desis pria itu dengan tangan satunya yang mencengkeram dagu Ara.

Gadis muda yang ketakutan itu hanya bisa menelan ludahnya kasar. Jujur saja ia ingin segera kabur dari tempat ini tetapi ia juga membutuhkan banyak uang untuk melunasi tagihan klub High Level yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat. Tidak memiliki pilihan lain selain menurut sering kali dialaminya, termasuk saat ini. Ia harus berusaha mati-matian menahan rasa takutnya karena ini merupakan pilihan yang sudah dibuatnya.

"Stop," pinta si wanita yang membuat pria itu menjauh kembali dari Ara. "Besok lo datang ke tempat ini. Nurut! Jangan banyak protes kayak tadi. Kalau lo banyak protes nanti bayaran lo akan gue potong. Ingat itu," ucapnya sebelum pergi meninggalkan Ara sendirian.

Secarik kertas yang ditinggalkan wanita itu langsung Ara simpan di dalam saku jaketnya. Ia merasa sedikit lebih tenang ketika dua orang dewasa itu pergi meninggalkannya. Setidaknya saat ini ia tidak perlu khawatir lagi karena dalam waktu dekat akan mendapat banyak uang untuk melunasi tagihan klubnya.

Sementara itu di sudut lain kafe ini ternyata ada Clifford yang secara tidak sengaja melihat apa yang Ara lakukan. Ia memang tidak langsung paham kemana arah pembicaraan ketiga orang itu tetapi ia bisa mencoba menerka pembicaraan mereka dari apa yang dilihat serta didengarnya. "Dasar cewek murahan," ujarnya pelan setelah yakin dengan dugaannya.

***

Clifford meletakkan ponselnya di atas meja. Layar canggih itu menampilkan foto seorang gadis yang tak lain ialah Ara. "Kalian tahu kan dia siapa?"

Leon -salah satu anak geng motor- melihat sekilas pada foto itu. "Bukannya dia itu temennya Jessica?"

Laki-laki blasteran itu tersenyum kecil. "Kalau soal Jessica aja lo cepet."

"Tapi tebakan gue bener kan?"

"Yeah. Not entirely true but-" Clifford sengaja menggantung ucapannya untuk melihat reaksi teman-temannya.

"Tapi apaan? Lo kalau ngomong jangan setengah-setengah dong."

Clifford menegakkan punggungnya yang tadi bersandar di kursi. "Mereka nggak temenan lagi sekarang. Kalian tahu karena apa?"

"Karena cowok?" tebak seseorang.

Laki-laki blasteran itu langsung mengangguk. "Randy lebih tepatnya."

Leon mendengkus kesal saat mendengar nama Randy. "Sialan. Emangnya nggak ada alasan lain apa?"

"Ada sih. Ada alasan lain yang bisa membuat hubungan mereka bertiga benar-benar rusak. Tapi kita perlu melakukan sesuatu untuk merusaknya."

High Level (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang