-¦- -¦- -¦- 2 -¦- -¦- -¦-

53 4 0
                                    

Salah satu gerbang sekolah terbuka, tempatnya bukan di depan. Itu jalan pintas lainnya, gerbang belakang yang ukurannya cukup untuk satu motor. Satu gadis datang dari sana, dia mendorong gerbang itu tanpa ragu.

Fifiana Amalia, gadis biasa yang tengah sekolah di tingkat menengah atas kelas 2. Dia gadis yang semalam, wajahnya kusut lesu kurang tidur. Alasannya, tentu saja karena tadi malam. Saat dia sudah mendapatkan metro, kendaraan umum itu berhenti di sebuah perempatan untuk mencari penumpang. Dan tebak apa, dia sampai ke rumah tepat jam dua belas malam. Sudah lelah karena perjalanan, dia juga diceramahi habis-habisan oleh orang tuanya karena main ke rumah sahabatnya sampai larut malam.

Lalu sekarang dia kurang tidur dan mengantuk seperti zombie kurang gizi.

Untuk beberapa kali dalam masa sekolahnya dia akan lewat sana jika perlu, terutama saat dia hampir telat atau juga menghindari kerumunan orang-orang yang berdesak masuk atau juga keluar. Dan kali ini dia mengantuk sekali, tidak ingin bersentuhan dengan siapapun.

Dan dia tidak ingin diganggu hari ini.

"Eh, Fi?"

Dia mendongak, mendapati satu siswa di sana. Dia duduk di satu-satunya kursi, entah itu berasal darimana tapi yang jelas itu sudah ada sebelum dia jadi murid sekolah ini. Siswa itu mengengam ponsel yang sepertinya tengah membalas sebuah pesan. Siswa yang mungkin bisa di bilang cukup terkenal di sekolah.

"Eh, iya Wahyu" balas Fifi lelah.

"Tumben lo jam segini baru nyampe," katanya masih fokus pada ponselnya. Mereka belum saling bertatapan tapi entah kenapa cowok ini seperti sudah melihat seluruh keadaan gadis di depannya. "Muka lo kusut amat,"

Fifi diam-diam menghela napas. Hari ini dia betul-betul malas untuk bicara pada siapapun. Dia mengantuk sekali, jam tidurnya berkurang banyak. "Ya, kurang tidur," Dia menguap, bukan tanda untuk apa yang dia katakan. Tapi serius, itu datang sendiri. "Ya, gue duluan, ya!"

"Semalem---" sahutnya. Fifi terpaksa berhenti, dia melihat Wahyu dengan malas, yang bahkan cowok itu masih sibuk dengan ponselnya. Menunggu apa yang dia katakan. "---nggak ada apa-apa, kan?"

"Hah?" Mungkin itu efek dari kurang tidurnya, dia jadi agak budek.

"Reza, suruh gue tanya ke lo. Semalem lo balik nggak ada apa-apa, kan?" Tanyanya.

Fifi mengerutkan alisnya. Oh, ya dia sangat kebingungan. Sepupu blangsaknya itu menanyakan keadaannya? Yang benar saja, mana mungkin dia percaya! Semalam saja dia menolak untuk menjemputnya. "Hah? Si Reza?"

Wahyu, cowok itu akhirnya berhenti dengan ponselnya, dia memasukan benda itu pada sakunya. Dan setelah itu baru mereka saling tatap, ada beberapa detik berharga pertemuan mata itu. Tapi Fifi, dia memutuskan lebih dulu. Menunduk cangung. "Ya, nggak ada." Katanya.

Di sambung dengan suara batinnya di dalam. 'Mungkin? Ehe'

"Ya, dia nggak bisa jemput lo semalem," jelasnya.

"Dia lagi sama lo, kan? Nongkrong," Fifi menghela napas. "Ya, gue ngerti. Yaudah, gue kelas dulu,"

"Ini---" lagi, cowok itu menahannya. Fifi mencoba menahan emosinya, juga rasa kantuknya. Tapi setelah dia berbalik dan mendapati sebuah permen disodorkan padanya juga Wahyu yang telah begitu cepat dihadapannya. Entah kenapa dia langsung segar. "---buat lo. Biar seger,"

Gadis itu diam sebentar, dia melihat cowok berkulit sawo matang yang tinggi di depannya. Seragam tidak rapih tapi penampilannya cukup tertata dan ada wangi parfum berasal darinya. Dia menerima itu dengan perasaan yang cukup membingungkan. "Terima kasih,"

Wahyu hanya mengangguk. Setelah itu, gadis itu pamit pergi. Itu agak membuatnya canggung. Dia kenal cowok itu, cukup aneh saja dia memberikan permen di pagi hari ini. Terutama itu padanya. Ketika bayangan gadis itu telah hilang di ujung tembok. Senyuman muncul di bibir Wahyu. Dia memukul udara entah untuk alasan apa.

How To Get You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang