-¦- -¦- -¦- 54 -¦- -¦- -¦-

4 1 0
                                    

Dua gelas minuman tiba-tiba diletakan tepat dihadapan Acha dan Fifi. Keduanya sempat saling pandang, sama-sama kebingungan juga heran terlebih pelakunya adalah Bagas dengan cengirannya yang membuat siapapun ingin sekali memukulnya. Dan jelas dia pasti punya maksud dengan apa yang dia lakukan saat ini.

"Apa nih?" tanya Fifi curiga.

Sementara Acha, menatap kehadiran Bagas dengan mata memincingnya. "Buat lo berdua, lah. Es jeruk nipis sama kopi pahit. Kesukaan lo berdua, kan?" katanya bangga.

"Gue nggak suka kopi." balas Acha cepat. "Spesifiknya kopi pahit."

Pengakuan itu membuat gelagat Bagas semakin tidak karuan, kalau sadar keringatnya yang sudah sebesar biji jagung jadi menetes sangking paniknya. "Eh? Bukan, ya? Tapi gue biasanya liat lo minum ini."

"Maksud lo es coklat bang Budi?" koreksi Acha. Dia lalu menyambar kesal. Memukul meja kantin sangking kesalnya karena dia tersinggung. "Lo pikir gue apa? Dukun? Gue sembur juga lo lama-lama!"

Fifi di tempatnya tidak kuasa menahan tawanya, makanya dia di sana tertawa begitu keras. Bagas sendiri menggaruk kepalanya, menelan salivanya. "Gue pikir emang begitu." katanya. Langsung dia dapat tatapan tajam yang membuatnya buru-buru mengelak. "Ok, ok. Gue ganti."

"Udah-udah nggak usah. Lo balikin deh, atau kalau perlu lo minum sendiri. Habis itu lo pergi dari hadapan gue." katanya kesal. Mengusir Bagas dengan jengkel. Sempat keras kepala tapi setelah Acha hampir mengamuk. Baru Bagas pergi kalang kabut. "Kenapa si tuh orang. Kesambet apa coba dia tiba-tiba? Kaga ada angin kaga ada hujan bsa-bisanya traktir es." komennya pedas. Terkejut temannya sibuk sendiri meneguk es pemberian Bagas. "Eh, lo main minum aja. Siapa tahu tuh minuman udah di kasih sianida sama dia."

Fifi tidak bergeming malah semakin menyedot es kesukaannya itu dengan damai. "Ah, seger."

"Budek, dah. Budek." protesnya kesal karena diabaikan. "Kalau lu mati keracunan gue ketawain."

Fifi tertawa geli. "Santai elah. Si Bagas begitu gara-gara kemarin."

"Kemarin? Yang mana?" tanyanya bingung.

"Itu si Rakha dateng. Jemput lo." lapornya. Menahan tawanya karena sangking lucunya. "Dia baru tahu lo sepupunya si Rakha. Makanya dia lagi membujuk lo biar lo kaga laporin dia ke Rakha soal kelakuan dia ke lo kemarin-kemarin. Kan beberapa kali dia malak kita, kan?" adunya. "Kemarin aja gue juga bilang ke dia gue sepupunya Reza. Langsung dia sujud depan gue, bahkan nggak cuman dia si Sultan sama Fikri juga. Gila nggak tuh, udah kek ratu gue. Malu-maluin si tapi puas."

Acha lalu tertawa, tidak percaya tapi itu mengelitik perutnya. "Anjir, serius lo? Ngakak!" Dia lalu mendekat untuk berbisik. "Tapi dia kepedean banget, ya, lagian emang gue bakalan laporin ke si Rakha. Males banget nggak si?"

"Justru itu lo harus manfaatin dia, tolol." omel Fifi. Wajahnya berubah seperti iblis yang mengeluarkan tanduknya. "Lo harus peras tuh bocah sebagai balas dendam kelakukan dia ke kita kemarin-kemarin." Tapi buru-buru dia koreksi. "Jangan, deh, daripada kita malakin dia jadi kita makan-makanan dari duit haram, mendingan jadiin dia babu aja. Kita kerjain dia. Ok, nggak?"

Mendengar ide itu keduanya kontan bertos-an begitu senang. Sama-sama mulai bersekongkol mulai saat itu juga. Ada bagusnya juga sepupu mereka datang menjemput kemarin, walau agak sedikit memalukan juga gelisah jika terjadi sesuatu atas kedatangan mereka di sekolah. Cuman ini jadi kesempatan bagus untuk mereka memberikan pelajaran pada Bagas itu.

Dan sudah sepakat hari ini akan mereka mulai.

"Eh, lo udah denger beritanya belom? Katanya kalau ada tawuran lagi kedepannya sekolahan kita bakalan ditutup." bisik Acha. "Bener-bener tutup total."

How To Get You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang