-¦- -¦- -¦- 7 -¦- -¦- -¦-

27 3 0
                                    

Kembali ke kelas, Dewa duduk di kursinya dengan dongkol. Menatap papan tulis agak horor, pasalnya namanya kini telah tertulis di sana bersama nama gadis gila itu. Sebelumnya, gurunya mengatakan ada sebuah tugas yang akan di kumpukan di pertemuan berikutnya, tugas kelompok berisi dua orang. Awalnya semuanya memutuskan untuk sepasang dengan teman sebangkunya tapi entah iblis mana yang membisiki guru bahasa Inggrisnya itu. Dia langsung merubah pilihan dan dengan tegas akan memilih kelompoknya secara acak. Dan nama-nama di papan tulis adalah hasilnya.

Semua protes tentu saja tapi tidak ada yang bisa menolak. Bahkan Dewa sendiri, di antara mereka semua dia adalah yang paling ingin protes dengan siapa rekan kelompoknya. Dia akan memaklumi jika dia akan bersama anak lain, tapi dia dengan gadis gila itu? Entah apa yang tengah terjadi tapi yang pasti artinya mereka secara takdir telah menjadi satu kelompok.

Oh atau arti lainnya, Dewa tengah sial.

'Dari sekian banyaknya orang di kelas. Kenapa harus sama tuh cewek?' batinnya.

Dia melirik sensi ke arah gadis itu, yang di tempatnya. Dia tengah menatap papan tulis dengan tidak percaya lalu tidak lama ikut menatap ke arahnya. Sebentar mereka bicara tanpa kata penuh dengan benci dan mengatakan bahwa mereka saling tidak sudi untuk satu kelompok. Sampai akhirnya keduanya sama-sama memutuskan pandangan karena kesal telah berada di ubun-ubun.

"Ahahaha! Anjirr! Lu berdua satu kelompok," ledek Fikri pada Bagas dan Sultan yang secara takdir juga menjadi satu kelompok. Tertawa begitu lepas. "Untung gue sama Arya. Oi, Arya! Best prent kita! Minggu jadi futsal, ya!" Lontarnya.

Sementara itu, Bagas dan Sultan tengah berbenturan batin. Sekarang keduanya saling lirik sinis. Tentu tidak pernah sudi menjadi satu kelompok sejak dulu. Bahkan sebenarnya sampai kapanpun. "Males banget gue satu kelompok sama kang togel. Bosen liat komok lu," sindir Bagas.

"Heh, kang bokep! Lo pikir gue mau satu kelompok sama lu!" Balas Sultan.

Bagas berdecak jengkel. Keduanya tidak saling benci tapi keduanya memang tidak ingin berada satu kelompok karena mereka tahu jika mereka di jadikan satu. Kedepannya tidak akan berjalan lancar. Dalam artian singkat, mereka itu sama-sama bodoh. Kalau begini sepertinya nilai mereka akan sama-sama buruk. Dia menepuk lengan Dewa yang masih duduk tidak ada rasa semangat sedikitpun di tempatnya. "Eh, Wa! Tukeran temen kelompok, males gue liat mukanya si Sultan. Lagian dia itu pe'a, nanti bukannya ngerjain bahasa inggris malah jadi bahasa suku pedalaman,"

Mendengar itu, Dewa berubah semangat empat lima. Bahkan matanya berbinar-binar. Ini kesempatan emas baginya, dia tidak akan mengeluh tentang Sultan. Toh, dia ini ahlinya bahasa inggris. "Serius lo?"

"Siapa temen kelompok lo?"

"Si Fifi," Bagas terdiam, dia lalu melihat ke papan tulis. Menggaruk kepalanya. Melihat Dewa tidak yakin. "Kenapa?"

"Eh--nggak jadi, Keknya gue sama sultan aja," katanya begitu.

Dewa kontan sewot. Belum setuju dan bernegosiasi, pelanggan ini langsung menolak begitu saja. Apa sopan begitu? "Lah kenapa si emangnya?"

"Nggak papa, gue rada takut aja sama tuh cewek," ungkapnya canggung. "Tapi, Wa, dia pinter, bahasa Inggrisnya juga lumayan. Ulangan kemarin dia nilainya paling gede di kelas, cuman agak gila dan gampang dikadalin aja. Lo suruh aja dia kerjain ini tugas, dia juga mau,"

"Apa?" Balas Dewa keheranan. "Trus nggak jadi tuker?"

Bagas menggeleng bersama wajah tanpa dosanya. Tertawa malu-malu. "Nggak!"

Di situ Dewa menghela napas panjang. Semangatnya kembali hilang secara drastis. Mungkin di saat itu dia tahu, bahwa kegilaan gadis itu sepertinya sudah terkenal. Entah seberapa banyak orang tahu di sekolah ini tapi yang pasti sekarang dia yang tengah kesulitan.

How To Get You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang