-¦- -¦- -¦- 5 -¦- -¦- -¦-

23 3 0
                                    

Motor matic biru tua berhenti di salah satu tempat parkir sekolah. Hari masih pagi dan segar tapi Wahyu dia mematikan motor itu agak kasar, menguncinya agak kesal juga wajahnya penuh dengan rasa dongkol. Alasannya cuman satu, motor yang dia kendarai barusan rasanya begitu tidak nyaman. Dan mereka hampir menabrak mobil di pertigaan karena hal itu.

"Motor lu bapuk banget si, Bal! Stangnya miring, anjir!" Omelnya. "Untung kaga mati tadi. Mana hampir nabrak mobil Pajero. Boro-boro tembus yang ada mental,"

Di belakang seorang siswa bertubuh gemuk turun dari boncengan Wahyu, dia berdiri malas-malas. Menguap begitu lebar. Namanya Iqbal Muhammad, anak dari adik ibunya. Lebih singkatnya, dia itu sepupunya. "Banyak bacot lu, nebeng juga. Males gue, nggak ada waktu, sibuk,"

Wahyu tertawa getir, lucu juga mendengar pernyataan itu, mau bagaimanapun dia itu cukup tahu luar dalam sepupunya ini. Rumah mereka juga hanya berbeda satu rumah. "Anjir, sibuk! Gaya lu. Emang ini bekas apaan si?"

"Nabrak gue semalem," tuturnya. Dia menunjukan bekas lecet di siku kanannya. "Lu liat nih,"

"Nabrak? Nabrak apaan lu?"

"Nabrak motor,"

Wahyu berdecak, dia khawatir tapi agak kesal juga. "Lagian habis darimana si lu? Ke tempat balap?"

Iqbal membalas dengan santai. "Ya, emang lu pikir kemana lagi? Gue mau balik, di belokan gue ngebut, lah gue pikir kaga ada orang. Jam 2 pagi jarang ada orang. Lagian yang gue tabrak lampunya mati, gue kaga liat. Salah dia, untung dia ganti rugi. Mayan buat beli rokok,"

Berbanding terbalik dengan Wahyu, Iqbal sepupunya ini lebih bergelut dengan balapan liar. Dia selalu datang ke tempat balap liar yang tidak jauh dari rumah, dia bukan pembalap hanya seorang penonton. Baginya menonton motor yang tengah balapan terasa begitu asik. Ya, memang ada yang legalnya di televisi tapi bagaimana, ya. Semua orang tahu menonton balapan secara langsung dengan di televisi itu benar-benar berbeda jauh rasanya.

Iqbal tentu pernah mengajak Wahyu ke tempat balap itu, hanya sekali lalu setelahnya dia tidak begitu berminat. Katanya membosankan, lebih baik dia berada di jalur melawan anak-anak sekolah yang menantang dirinya. Benar-benar tidak habis pikir, tapi bagaimanapun juga itu memang Wahyu.

"Pe'a. Tuh duit buat benerin motor oneng! Ini kaga lu benerin habis ini lu ketabrak lagi lu mati!" Omelnya. Dia mengambil kunci motor, lalu memberikannya pada Iqbal. "Karma dari perjudian. Untung kaga mati lu. Dah, ayo masuk,"

Begitu Wahyu melewatinya, Iqbal hanya mencibir mengulangi kalimat barusan. Itu sempat tertangkap basah dan dia dengan cepat mengalihkan ejekannya itu dengan siulan. Wahyu mengeleng heran, dia sebenarnya sudah agak jengah dengan sepupunya itu. Beberapa kali dia agak menyebalkan. Tapi kali ini dia akan menutup mata. Dia ingin segera masuk ke kelas karena ada tugas rumah yang belum dia kerjakan.

Saat kakinya baru melangkah, sebuah suara motor asing yang cukup menarik perhatian membuatnya berhenti di tempat. Apa lagi setelah itu sebuah motor Ninja berwarna hijau datang masuk dari pintu gerbang. Sang pengendara tertutup oleh helm full face, dia menggunakan jaket varsity penuh dengan bordiran naga yang membungkus tubuhnya, motornya berjalan mendekat, melewati Wahyu dan berhenti parkir tempat di sebelah motor matic milik Iqbal.

Begitu dia membuka helmnya dan melihat seorang Dewa yang ada di sana. Wahyu menyeringai kesal. Sebenarnya dia bisa pergi saat Dewa tengah masuk dari gerbang tapi entah mengapa rasanya dia begitu peduli dan ingin melihat tingkah dari anak baru itu. Dia hanya penasaran siapa gerangan yang membawa motor yang cukup menarik perhatian itu, dia akan memaklumi jika itu guru. Tapi anak baru? Di hari keduanya sekolah? Entah mengapa rasa gejolak harga dirinya seperti terpancing. Pertemuan pertama mereka cukup tegang dan itu meninggalkan kesan buruk. Dan Wahyu, dia tidak suka dengan anak baru itu.

How To Get You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang