-¦- -¦- -¦- 45 -¦- -¦- -¦-

9 2 1
                                    

Belum masuk sepenuhnya, Wahyu berhenti di pintu masuk metro. Berdiri terdiam begitu dia melihat gadis gebetannya berada di dalam metro yang sama. Karena tidak ada kursi kosong, gadis itu berdiri, sibuk sendiri dengan ponselnya. Tidak menyadari Wahyu menatapnya dengan kagum juga berbinar di belakang sana. Dia sepertinya mulai menyadari semakin jatuh cinta pada gadis itu. Lamunannya berhenti ketika Pendy di belakang mendorongnya untuk segera masuk. Di ikuti Akmal dan juga Rizal yang hampir tertinggal jika dia tidak cekatan.

Mereka sempat ribut karena Rizal yang kesal hampir tertinggal. Menuduh mereka berniat meninggalkannya dengan sengaja. Tapi akhirnya damai karena keadaan metro saat itu agak penuh. Tidak sampai berdesakan tapi cukup sulit untuk bergerak leluasa. Di dalam juga ada beberapa pelajar 07 lainnya tapi tidak banyak. Wahyu saja cukup beruntung dapat pegangan di tempat dia berdiri. Karena metro yang mereka naiki kali ini agak sedikit ugal-ugalan.

"Si Fifi, tuh!" bisik Akmal. Saat yang lain melirik kemana arahnya. Wahyu pura-pura tidak tertarik tapi tetap saja ikut melirik diam-diam. Buru-buru melihat ke arah lain saat Akmal tiba-tiba menyikutnya. "Woi, Yu! Si Fifi, tuh."

Wahyu berdecak kesal. "Iya, bawel, lo. Gue udah liat."

"Elah, masih menghindari aja heran gue." cibir Akmal.

Pendy ikut-ikutan di sebelahnya. "Tahu, kalau lo begini terus kapan bisa jadiannya?"

Wahyu melihat ke luar jendela. Terpaksa menulikan telinganya. "Bodo amat. Mendingan lo pada diem, dah."

Setelah itu mereka berhenti bicara, mungkin sadar Wahyu tidak ingin digangu. Keputusannya untuk menghindari gadis itu tampaknya begitu kuat, jadi walaupun mereka terus memaksa begini dia juga tidak akan  bergerak. Memang masalah yang sedang terjadi harus cepat di selesaikan. Jujur saja, menjauh dari Fifi adalah misi paling berat untuknya. Bertanya-tanya sampai kapan ini berlangsung?

"Yu." panggil Rizal. Tapi yang di sana hanya bergumam, masih asik melihat keluar jendela. "Mendingan lo ke si Fifi, deh."

Decakan lagi-lagi keluar dari bibirnya. Sudah lelah dia menanggapi Pendy dan Akmal sekarang Rizal yang pendiam juga ikut-ikutan. Mulai kesal karena teman-temannya ini senang sekali menjahili dirinya. "Gue nggak mau, Zal. Udah, dah, lo jangan ikut-ikutan kaya Akmal sama Pendy."

"Lah apaan kita, ya?" sewot Pendy.

Akmal menyaut setuju. "Tahu, lo. Kita gini-gini juga baik bantuin lo. Kalau jahat mah, udah gue sikat."

Rizal mengeluh kesal karena mereka mengabaikannya. "Nggak, Yu. Lo kayanya harus ke sana. Serius, deh!"

Bukannya Wahyu, Akmal yang malah penasaran. Begitu juga Pendy. Keduanya kembali melihat ke arah terakhir kali mereka melihat Fifi berada. Gadis itu tetap ada di sana. Tapi kali ini memang agak berbeda. Ada tiga cowok yang berdiri di sampingnya. Mereka tampak berbincang, cuman memang raut wajah Fifi tampak tidak nyaman. Dan dari pandangan buruk mereka, jelas gadis itu sedang digangu.

"Anak mana si?" tanya Akmal.

Pendy memincing, meneliti. Ketiganya mengenakan seragam sekolah yang cukup asing. Tapi sepertinya Pendy punya asumsinya. "Seinget gue, SMA Nur."

Rizal mengeleng tidak peduli. "Nggak peduli anak mana, mendingan lo ke sana, deh, Yu!" sarannya. "Yu?"

Karena tidak ada jawaban, mereka menoleh. Kebingungan Wahyu sudah menghilang entah kemana. Begitu mereka cari, pentolan sekolah sudah meluncur mendekat. Membuat ketiga temannya tertawa getir. Menyurakinya di sana. Meledeknya diam-diam karena sikap yang sok gengsi itu. Seperti yang diharapkan Wahyu secepat kilat menghampiri Fifi yang agak kesulitan. Menyela masuk mengangu mereka.

"Hai, Fi!" sapanya.

"Oh, iya, hai!" balasnya agak gelisah.

Ketiga laki-laki itu sontak menatapnya dengan aura menyeramkan. Tapi Wahyu tidak bergeming. "Ada apa, Fi?"

How To Get You [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang