Hari demi hari berlalu, Minji mencoba untuk terus terbiasa tanpa kehadiran Hyunjin, walaupun rasa rindu itu masih singgah di hatinya.
Sudah tiga bulan dirinya sama sekali tak mencoba untuk mencari kabar tentang Hyunjin.
Tentu saja, hal itu ia lakukan karena Jisung selalu menasehatinya. Bahwa ia harus fokus dengan sekolah dan masa depan, jangan hanya karena masalah hati semuanya jadi berantakan.
Tidak setiap hari, namun beberapa kali Jisung terlihat mengantar-jemput Minji untuk sekolah, di tengah kesibukannya sebagai co-manager salah satu direksi di perusahaan milik ayahnya, sembari menunggu kuliahnya aktif lagi sebagai mahasiswa S2.
Di akhir pekan seperti ini, Jisung sering kali mengajak Minji sekedar untuk makan atau jalan-jalan di luar. Dan tujuan mereka malam ini adalah makan malam di salah satu restoran cukup mewah yang berada di pusat kota.
"Harusnya kau bilang terlebih dahulu jika ingin kemari, lihatlah dandanan mereka cukup modis, jika aku tau oppa mengajakku kemari, aku tidak akan berpakaian casual seperti ini, huh." ucap Minji kesal.
"Apa ada peraturan seperti itu di restoran ini? Ku rasa semua tergantung isi wallet." jawab Jisung dengan nada santainya.
"Tidak ada oppa. Tapi kita, terlihat, cukup, aneh." lanjut Minji sambil mengetukkan jari telunjuknya di atas meja.
"Aishh.. Kau selalu memusingkan hal yang tidak penting. Cepatlah pilih menunya, aku lapar." ucap Jisung berharap perdebatannya dengan Minji tak berlarut.
"Okay." singkat Minji.
Ketika Minji sibuk menentukan menu pilihannya, tiba-tiba suara hentakan heels salah satu pengunjung menyita perhatiannya.
Pandangannya tertuju pada wanita yang sedang berjalan menuju area bar restoran tersebut. Wanita itu sungguh tidak asing bagi Minji.
Wanita itu terlihat menemui seorang pria dengan suit berwarna hitam yang keluar dari ruangan di belakang bar. Sepertinya pria itu orang penting di restoran ini, atau mungkin pemiliknya jika dilihat dari penampilannya yang begitu formal.
Minji terus saja memperhatikan gerak-gerik keduanya. Mereka terlihat sedang beradu mulut, mereka berbicara dengan saling menunjuk satu sama lain, tidak terlalu jelas apa yang sedang mereka bicarakan walaupun keduanya sempat menaikkan nada bicaranya hingga menarik perhatian para pengunjung lain.
Tak ingin melewatkan momen penting ini, Minji menyempatkan untuk mengambil gambar pria dan wanita tersebut walaupun dari jarak yang agak jauh.
Setelah percekcokan tersebut, terlihat si wanita berbalik untuk pergi setelah salah seorang pegawai melerai keduanya. Minji yang menyadari, seketika menutupi wajahnya dengan buku menu yang sedari tadi ia pegang.
"Wae?" spontan Jisung bertanya melihat Minji yang tiba-tiba menutupi wajahnya.
"Ku rasa aku mengenalinya." jawab Minji.
"Siapa?"
"Wanita itu."
"Ahh, aku juga." Jisung menanggapi.
"Maksudmu?"
"Wanita itu kan? Ku rasa aku pernah melihatnya juga." ucap Jisung sambil menyipitkan matanya, berusaha mengingat kapan ia pernah melihat wanita itu.
"Jangan-jangan kau....."
Belum sempat Minji selesai bicara, Jisung memotong pembicaraan Minji.
"Ya, wanita yang bersama mantan kekasihmu waktu itu. Matanya. Aku mengingat matanya!"
"Oppa, kenapa aku jadi mengkhawatirkannya?" ekspresi Minji tiba-tiba berubah murung.
"Memangnya apa hubungan wanita itu dengan mantan kekasihmu?" tanya Jisung penasaran.
"Dia wanita sebelumku, wanita itu berusaha mendekatinya lagi." jawab Minji.
"Aku tau apa yang sedang kau pikirkan. Apa kau berpikir kejadian barusan berkaitan dengannya?" tanya Jisung dengan tegas.
"Entahlah, tapi firasatku mengatakan iya." jawab Minji tanpa beban.
"Berhentilah, jangan berlebihan Minji, ini bukan ranahmu." Ujar Jisung setelah menyadari ekspresi Minji yang terlihat begitu khawatir.
"Ya, kau benar oppa." Minji tersenyum walaupun terlihat begitu memaksa.
"Don't you know that I can take away your hurt, Minji?" Jisung menatap Minji tajam.
"Bukankah tidak secepat itu menghilangkannya, oppa?"
"Ya, aku paham, aku akan menunggu sampai kau benar-benar sembuh." Jisung tersenyum, lalu membuka lagi halaman buka menu yang ia pegang.
Minji tidak dapat menyembunyikan salah tingkahnya mendengar ucapan Jisung barusan.
"Jadi kau mau makan apa?" Jisung mencoba mencairkan suasana kembali.
"Emm, aku mau chicken cordon bleu saja, dan....."
"Lemonade?" lanjut Jisung.
"Ne." Minji mengangguk sambil tersenyum.
"I knew your favorite."
*** to be continued ***
KAMU SEDANG MEMBACA
GOD'S SCENARIO (Minji - Hyunjin) ✔
Fanfiction[Completed] Hyunjin kecil hanya mengetahui bahwa kakaknya depresi dan menderita, hingga akhirnya sang kakak menutup usia. Ia hanya mengingat wajah lelaki yang sering menemui kakaknya dan menyimpan dendam padanya. Namun, pertemuan dengan seorang gadi...