"Kau sama saja mengkhianati eonnie, jika eonnie-mu masih hidup, dia juga pasti melarangmu menjalin hubungan dengan anak dari seseorang yang telah membuatnya terluka"
--
Ucapan Yeji tersebut selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Hyunjin begitu menghargai kakak perempuannya, bahkan sampai sang kakak menutup usia.
Namun disisi lain, Hyunjin masih mencintai kekasihnya itu, bagaimana ia tega meninggalkan Minji ketika hubunganya baik-baik saja. Hanya karena rasa dendam pada ayahnya. Hyunjin juga tidak peduli dengan ucapan ayah Minji yang menyuruhnya untuk berhenti mendekati putrinya.
"Aaaaarrrggghhhh.."
Hyunjin mecoret-coret kanvas di depannya, sedari tadi ia hanya duduk tanpa mendapatkan inspirasi apapun. Saran yang Yeji berikan semakin menambah dilemanya.
Sudah seminggu ia tak bertemu Minji, hanya berkomunikasi lewat ponsel, Hyunjin juga melarang Minji untuk datang ke rumahnya, dengan alasan ia ingin fokus pada tugas akhir kuliahnya dan butuh waktu untuk sendiri.
Sejenak Hyunjin berpikir, apakah lebih baik jika ia bertemu dengan Minji? karena selama ada di dekat kekasihnya itu, ia merasa tenang.
Hyunjin membuka ponselnya, belum sempat ia mengetik pesan untuk Minji, ternyata Minji mengiriminya pesan lebih dulu.
📩[Minji]
Oppa, apa kau sudah makan?📨[Hyunjin]
Aku belum makan,
bagaimana jika makan bersama?
Aku jemput, ya?📩[Minji]
Bolehhhhhhhh
Aku merindukanmu, oppa.📨[Hyunjin]
Aku juga merindukanmu, sayang.
Baiklah, aku akan kesana.Mereka pun bertemu, Hyunjin mengajak kekasihnya makan malam di sebuah rumah makan kecil.
Rumah makan tersebut tidak begitu ramai, namun karena temboknya hanya sebatas bahu orang dewasa, mereka masih bisa menikmati keramaian dan lalu lalang orang di jalanan Hongdae.
"Apa ayahmu ada di rumah?" Hyunjin memulai pembicaraan.
"Tidak oppa, dia sedang ada tugas di luar kota. Kenapa?"
"Tidak apa-apa, apa dia tidak mengatakan sesuatu padamu?"
"Tidak, hmm.. tapi akhir-akhir ini dia sering menyuruhku untuk menjaga diri, apa perasaanku saja, ya?"
"Bagaimana jika ayahmu tidak menyukai hubungan kita?"
"Apa yang oppa katakan?"
"Kita tidak tau berbagai kemungkinan di depan kan? Jawab saja dulu"
"Aku tidak peduli, aku akan tetap memilihmu, bahkan jika aku diusir sekalipun."
Tak membalas apapun. Hyunjin hanya menggeleng dan tertawa dengan jawaban Minji yang menurutnya tanpa berpikir panjang, bagaimana mungkin Minji berani meninggalkan rumah demi lelaki miskin seperti dirinya.
Usai mereka menghabiskan makan malam. Hyunjin menyandarkan dirinya pada Minji yang tengah duduk disebelahnya, sesekali Hyunjin merangkul kekasihnya, melepaskan rindu setelah seminggu tanpa bertemu.
"Oppa, jangan begini, banyak orang yang melihat kita nanti" Minji melepaskan tangan Hyunjin yang merangkulnya.
"Wae? mereka juga akan paham jika kita ini sepasang kekasih."
Minji agak kesal dengan jawaban santai Hyunjin, ekspresi marahnya begitu lucu. Hyunjin yang melihatnya sungguh tak tahan, ingin sekali Hyunjin menggigit bibir kekasihnya yang lucu itu.
"Baiklah, aku berhenti."
"Ya memang harusnya begitu, karena ini tempat umum." jawab Minji dengan sedikit ketus.
"Bagaimana kalau ke rumahku saja?" ajak Hyunjin pada kekasihnya.
Minji pun mengangguk lucu, mengiyakan ajakan Hyunjin.
Hyunjin memandangi Minji beberapa detik, ia tak bisa membayangkan jika ia harus meninggalkan kekasinya yang sangat lucu dan menggemaskan ini.
"Kau kenapa, ayo kita pergi sekarang." ucap Minji sambil melambaikan tangannya di depan muka Hyunjin.
"Baiklah, chagiya."
Mereka pun berdiri dari kursi dan meninggalkan rumah makan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
GOD'S SCENARIO (Minji - Hyunjin) ✔
Fanfic[Completed] Hyunjin kecil hanya mengetahui bahwa kakaknya depresi dan menderita, hingga akhirnya sang kakak menutup usia. Ia hanya mengingat wajah lelaki yang sering menemui kakaknya dan menyimpan dendam padanya. Namun, pertemuan dengan seorang gadi...