One [Meet The Bastard]

373 30 0
                                    

Meet The Bastard

Dua minggu OSPEK berakhir. Kelas dimulai. Daniella tak henti-hentinya merutuk, kakinya berderap panjang pendek di sepanjang lorong-lorong ruang kelas. Dia terlambat. Lagi dan lagi. Entah dari awal hingga detik ini, dia tetap saja tak bisa tepat waktu. Aneh memang. Padahal semasa sekolah dulu, Daniella biasanya hadir berbarengan dengan penjaga sekolah. Sekarang malah sebaliknya.

"Aduh." Keteledoran berbuah kesialan. Daniella tak sadar sudah menabruk punggung seseorang dari belakang. Dia terlalu asyik lari-lari sampai lupa kalau didepannya ada penghalang. Untung itu adalah sebuah punggung lebar milik seorang cowok dan bukannya pintu. Bisa berakhir tragis wajahnya kalau itu terjadi.

"Maaf."

"Terlambat juga?!"

Dahi Daniella mengkerut. Dia memandang sekilas wajah cowok yang barusan ditabraknya. Cowok itu tegap, mengenakan kemeja berwarna hitam, agak ketat sebab otot lengan cowok itu tercetak amat jelas. Diluar tingginya yang melewati kepala Daniella, cowok itu juga tampan. Alis tebal, hidung mancung dan rahang kokoh cukup menjelaskan.

Oke itu berlebihan.

"Ng iya. Apa kelasnya sudah dimulai?!"

"Sudah sejak tadi Nona manis."

Cowok ini brengsek, begitu pikir Daniella mendengar reaksi awal yang kurang menyenangkan. Dikepalanya melayang ingatan akan salah satu biang kerok saat OSPEK lalu. Sadar siapa cowok itu dia pun berusaha menghindar tubuh cowok itu agar mencapai pintu dibelakang punggung cowok itu. Usahanya sia-sia karena cowok itu seakan tahu apa yang ingin dilakukannya, jadi dengan sekali langkah dia berhasil menutupi pintu dengan tubuh besarnya.

"Pada dasarnya, kita berdua sudah terlambat. Mau melakukan sesuatu yang berbahaya?!"

Daniella hanya melongo sampai tak sadar tangannya tiba-tiba ditarik menjauhi kelas. Masih kebingungan, Daniella seakan tak memiliki kekuatan untuk menepis tangan cowok asing yang menariknya hingga ke parkiran motor. Disana tanpa protes cowok itu mengalungkan helm berwarna merah ke atas kepala Daniella sebelum menyalakan motornya.

"Hei, lo mau bawa kemana gue. . ."

Cowok itu berpaling sekilas. Mereka bahkan belum kenalan. Sudut bibir cowok itu terangkat. "Kan udah gue bilang kita bakalan lakuin sesuatu yang berbahaya. Lo mau ikut?! Gue. . . nggak maksa kok."

Itu paksaan! Teriak Daniella dalam hati. Mana bisa dia tiba-tiba ditarik begitu saja dari kelas dan dikepalanya sudah dipasang helm kalau bukan pemaksaan namanya.

"Nggak! Gue nggak mau." Seru Daniella segera melepas helm dari kepalanya dan menyerahkannya ke dalam tangan cowok itu.

"Oke, kalau begitu. . . hm Puri, mau ikut gue?!" Seru cowok itu lagi. Tatapannya mengarah ke balik punggung Daniella. Sontak Daniella ikut menoleh untuk memastikan siapa yang dimaksud cowok itu.

Seorang cewek berwajah oriental mendekati mereka. Cewek itu mengenakan rok ketat berwarna pink dengan atasan lumayan pendek pula. Daniella menelan ludah melihat kehadiran cewek itu. Dia bahkan masih tak berkedip ketika cowok itu kembali melakukan hal yang persis dilakukannya beberapa detik yang lalu padanya, memasang helm merah ke kepala cewek itu. Sesudahnya tanpa bicara, mereka melaju meninggalkan Daniella yang dibuat terbegong-begong sendiri.

"Emmanuel brengsek."

*

Paris membereskan berkas-berkasnya dan tak lupa daftar absen kelasnya. Dia tahu hari pertama masuk kelas biasa belum dipenuhi mahasiswa. Hanya saja, first impression menjadi modal penilaian utama baginya untuk menentukan sejauh mana motivasi mahasiswa dalam menerima pembelajaran yang akan dibawakannya. Beberapa kali ditunjuk sebagai pengganti dosen kordinator mata kuliah, biasanya bangku-bangku akan penuh wajah-wajah baru. Kerap kali dia juga harus berhadapan dengan beragam pertanyaan dan terlepas dari semua itu, beberapa mahasiswi beruntung mungkin bisa mendapat nomor ponselnya.

Better EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang