"Maaf, tapi Daniella belum kembali. Kami juga sudah menghubunginya sejak dia minta izin tapi dia sama sekali tidak memberi kabar."
Emmanuel merasa sungguh tolol. Berulang kali dia mengunjungi café tempat Daniella bekerja hanya untuk memastikan keberadaan gadis itu tetapi kenyataan yang ditemuinya malah membuatnya semakin jengkel. Usahanya menghubungi gadis itu juga percuma. Tidak satupun panggilan maupun sms yang terbalas. Jangankan dibalas, terkirim pun tidak. Daniella seperti menghilang ditelan bumi.
"Gue nggak nyangka, lo nyampe nyari dia segitunya. Jadi beneran nih, udah cinta?" goda Vegard begitu Emmanuel keluar dari café. Emmanuel sedang tidak bersemangat, dia menuju motornya. Vegard menggeleng sembari menyalakan motornya menyusul sahabatnya itu.
Vegard tidak heran saat motor Emmanuel berhenti didepan club billiard. Fix, sahabatnya sudah stress hanya gara-gara seorang gadis. Vegard berhenti sebentar, tangannya sibuk mengetikan beberapa chat dilayar ponselnya sebelum akhirnya menyusul jejak sahabatnya. Dia belum mau Emmanuel gila sekarang ini.
*
Paris mendrop masuk mobil hingga berhenti sempurna digarasi. Menarik tasnya hendak turun, tatapannya berhenti pada wajah Acancia. "Ada apa?"
Acancia melirik sekilas ke dalam rumah. "Aku rasa, kamu tidak akan menyukainya."
"Apa memangnya..."
Acancia mengulurkan tangan dan meraih tas Paris. "Teman lama Ben sedang berkunjung dan mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting. Sepertinya tentang perjodohan."
"Oh tidak." Paris menggeleng. Lengan kemeja panjangnya sudah dilipat menuju siku. Dia bergerak mengikuti langkah Acancia.
"Masalahnya lebih parah lagi," bisik Acancia sambil celingak celinguk ke dalam rumah.
"Apa?"
"Calon pasanganmu adalah Daniella Everza. Dia bukan gadis biasa, ternyata dia puteri salah satu pejabat ternama. Selama ini dia suka hidup sederhana dan tidak ingin diekspos. Ayahnya dulu pernah masuk penjara karena kasus suap. Tetapi dia hidup bersama Om dan Tantenya. Keluarganya itu ternyata teman lama Ben yang kubilang tadi."
Paris berhenti tepat didepan pintu kamarnya. "Bukannya Papa tidak suka pada Daniella?"
Acancia mengangguk awalnya sebelum menunjuk ke arah ruang tamu dibawah. "Awalnya tetapi setelah dijelaskan oleh wanita itu, Ben sepertinya setuju."
"Tunggu sebentar, aku harus memikirkannya."
Acancia berbalik menuju lantai bawah. "Sebaiknya kau cepat memutuskan. Aku tidak ingin ada masalah baru lagi, Paris."
*
"Makanya hati-hati Dannie, untung aja kamu tau jalan pulang... coba kalo nggak. Siapa yang bisa jemput ntar..."
Daniella mencebikkan bibirnya, kupingnya sebenarnya tidak tahan diceramahi terus menerus. Ariella, kakak tertuanya baru saja memberinya ponsel lengkap dengan nomor perdana baru. Waktu dalam perjalanan menuju kediaman keluarganya Daniella kelelahan, tanpa disadarinya ponselnya tertinggal. Untung saja Daniella tidak tersesat walau saat tiba dirumah besarnya hari sudah larut.
"Iya kak, makasih ya. Aku sudah boleh pulang belum nih?"
"Hati-hati, awas lho. Kalo sampai yang ini hilang, beli sendiri. Aku tidak mau tau lagi."
Daniella terkekeh, dia memeluk pundak kakaknya sebelum beranjak menuju pintu keluar.
"Ingat, rencana tante... kamu harus menurut ya, sudah tidak ada Om lagi buat membantu kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Enemy
RandomEmmanuel Juan adalah musuh abadi Paris. Dia akan melakukan apapun agar bisa melihat kembali luka dimata sang kakak atas kesalahan dimasa lalu keduanya. Termasuk menyeret Daniella mahasiswi idaman sang kakak ke dalam pusaran permainannya. Dia berhara...