Beberapa hal yang benci dilakukan Daniella diluar jam kuliah maupun jam kerjanya adalah melakukan perjalanan menggunakan taksi. Dia terbiasa menggunakan fasilitas bus dibanding taksi. Selain karena biaya, Daniella selalu merasa risih berada didalam taksi berdua dengan supir. Dia lebih memilih berada didalam kendaraan ramai penumpang dibanding seorang diri. Apalagi kasus perampokan yang marak di tv. Masalahnya, alamat yang dikirim Emmanuel adalah jalur kompleks yang hanya dilewati taksi. Jadi Daniella tidak punya pilihan lain.
Sepanjang perjalanan Daniella merenung. Mengapa dia harus sampai sejauh ini melakukan semua yang dikatakan cowok itu. Dia sendiri tak percaya, mau saja mengikuti isi pesan singkat itu tanpa mengecek kebenaran pengirim pesan itu.
Bisa saja itu akal-akalan orang iseng. Tetapi didunia ini, dia hanya mengenal satu Emmanuel. Dia bisa jamin kalau itu benar Emmanuel adalah karena pesan itu diterimanya tepat ketika dia berada diruangan kakak cowok itu.
Kalau pun dari orang lain, siapa lagi yang tahu tentang masalah mereka. Larasati? Buru-buru tahu, Daniella saja tak pernah lagi menceritakan apapun sejak tahu kalau temannya itu bisa berubah wujud menjadi bandar gosip dadakan.
Lantas untuk apa dia jauh-jauh menemui Emmanuel disaat kakaknya sendiri mencari keberadaannya? Hanya demi kotak kayu bodoh itu, mustahil. Apa dia memang benar-benar ingin bertemu dengan cowok itu?
Daniella menggeleng kepalanya sendiri. Tidak. Tidak akan mungkin.
Untuk apa menemui cowok itu diluar jam kampus begini. Dia masih cukup ingat kalau cowok itu sering membawa perempuan untuk diajaknya. Entah melakukan apa, yang jelas semua bayangan buruk lantas menghiasi benak Daniella. Bagaimana kalau nanti dia diapa-apakan saat berada di apartemen cowok itu.
"Ya Tuhan..." Daniella menepuk jidatnya tanpa sadar. Supir taksi didepan hanya meliriknya melalui spion tetapi Daniella mengabaikan tatapan itu. Dia segera mengecek ponselnya. Dia mencari nomor telepon darurat yang bisa dihubunginya sewaktu-waktu. Dia juga mendesah saat taksi akhirnya berhenti tepat di alamat yang ditujunya. Seakan baru ingat kalau ada yang mesti dilakukannya. Setelah membayar argo, dia melirik pelan ke arah gedung elit didepannya. Dengan takut-takut dia akhirnya turun. Belum sempat mengatakan pada supir taksi agar menunggunya, taksi yang ditumpanginya sudah melaju pergi.
"Sial." dumel Daniella saat dilihatnya kalau lokasi itu lumayan jauh dari tempat untuk menunggu taksi. Tidak ada kendaraan luar selain kendaraan pribadi di kompleks ini. Sepanjang jalan Daniella merutuk sampai akhirnya dia masuk lift.
Lantai sebelas.
Daniella menghela napas panjang. Dia memerhatikan dandannya. Tidak ada yang berlebihan. Hanya jeans, kemeja putih lengan pendek dan backpack putihnya yang mulai kumal karena debu. Dia akan baik-baik saja, batinnya sebelum meyakinkan diri dan memencet tombol bel disamping pintu. Mudah-mudahan saja dia tidak salah.
*
"Kakak cari siapa?!"
Dahi Daniella berkerut melihat seorang gadis muda berkepang dua yang membukakan pintu. Gadis itu masih mengenakan seragam sekolah, bahkan kaos kakinya masih membungkus kakinya. Dia hanya mengenakan sendal dan ujung seragamnya telah menggatung diluar rok biru tuanya.
"Emmanuel ada?!" tanya Daniella agak pelan. Mungkin dia tersesat ke apartemen orang.
"Oh cari Prince?! Ada kok lagi mandi tuh. Kakak siapa? Pacarnya?"
Daniella ingin sekali menanyakan hal yang sama pada gadis muda itu tetapi diurungkannya. Dia sadar dia tidak boleh ikut campur, walaupun mulutnya terasa sangat gatal untuk menanyai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Enemy
RandomEmmanuel Juan adalah musuh abadi Paris. Dia akan melakukan apapun agar bisa melihat kembali luka dimata sang kakak atas kesalahan dimasa lalu keduanya. Termasuk menyeret Daniella mahasiswi idaman sang kakak ke dalam pusaran permainannya. Dia berhara...