EIGHTTEEN [ Another Secret ]

56 8 0
                                    

Gadis itu memutar bola matanya ketika melihat bayangan Emmanuel yang menggandeng tangan seorang cewek disebelahnya. "Jadi ini alasan Prince ninggalin aku sendiri? Prince tega..." Gadis itu menghentak kakinya ke lantai sebelum berbalik ke bagian dalam apartemen.

Daniella yang masih berusaha melepas genggaman Emmanuel shock. Dia menatap Emmanuel dari sudut matanya. Dugaannya tidak pernah salah, Emmanuel memang punya hubungan khusus dengan siswi SMP yang kerjaannya berkeliaran dilantai apartemen cowok itu.

"Tunggu disini, gue urusin dulu yang di dalam."

"Gue pulang aja, daripada gue ganggu."

Emmanuel menahan napas lantas mempererat genggamannya. "Berani lo melangkah dari sini, gue bakal bikin lo nyesal kenal gue..."

Daniella menirukan gaya gadis cilik itu, memutar bola matanya. "Gue nggak peduli."

"Lo tau gue nggak pernah main-main ama omongan gue, kan?"

Daniella mengeram pelan saat tubuh Emmanuel melangkah ke dalam apartemennya. Tak mau dibiarkan berdiri layaknya orang asing Daniella perlahan melangkah masuk. Dia tahu Emmanuel belum mempersilahkannya tetapi bukan urusannya yang ingin tahu.

Deasy memasang tampang sangat cemberut, lututnya menjadi tempat sandaran wajahnya yang tertekuk. Emmanuel menunduk dihadapannya dan menjelaskan alasannya terlambat. Daniella merasa menjadi orang asing diantara mereka. Situasi itu sangat janggal.

"Baiklah, kalo Prince ngomong gitu." Deasy berdiri dan mendekati Daniella. Tangannya terulur pada gadis itu, "Kita teman, sekarang"

Daniella mengerjap dua kali. Anak kecil itu mengajaknya berteman tetapi raut ketidaksukaannya masih nyata dibalik tatapan mata yang terpicing. Daniella balas melirik Emmanuel dan cowok itu hanya mengangguk samar.

"Oke, Deasy."

"NGGAK!" Deasy tiba-tiba menyentak tangannya kemudian berlari menuju kamar dan menutup pintu dengan cukup keras. Daniella shock. Tatapannya masih mengarah pada tangan kosongnya yang diacuhkan seorang gadis SMP. Dia sama sekali tidak paham. Emmanuel menghela napas panjang sebelum membenamkan tubuhnya di sofa.

"Kenapa dia marah," tanya Daniella saking tak mampu menahan penasarannya.

"Gue bilang lo pacar gue sekarang dan dia... begitulah," Emmanuel mengatakannya sambil memejamkan mata. Daniella menggeleng tak percaya. Dia mendekati sofa dan duduk disebelah Emmanuel. "Dia cemburu?" Emmanuel tak bergeming dengan posisinya.

Daniella menggeleng ngeri, "Gue bilang juga apa. selama ini lo dan dia emang..."

"Dia adik gue, Ella."

"APA?"

Emmanuel mengusap telinganya. Teriakan Daniella sungguh diluar dugaan. Cewek itu tampak tak peduli reaksi Emmanuel. Matanya melotot tajam dengan mulut hampir menga-nga. Emmanuel berdecak dalam hati. Kalau bukan karena masih ada Deasy di tempat itu, dia mungkin sudah membungkam Daniella dengan ciuman mautnya. Sayang dia belum mau kehilangan momen bersama gadis itu. Aneh memang, namun Emmanuel merasa sesuatu tentang Daniella tidak pernah tidak aneh.

"Dia anak Ben dari seorang perempuan. Deasy lahir saat gue baru lulus SMA. Waktu Mama meninggal."

"Dari mana lo tau?"

Emmanuel menghembuskan napas. "Mamanya Deasy yang kasih tau. Lo tau kenapa dirumah gue nggak ada pembantu. Karena mamanya Deasy itu dulu pembantu di rumah kami. Karena tahu dia mengandung, Ben memutuskan untuk memberhentikan Mamanya Deasy. Jadinya Deasy dibawa ama mamanya. Tapi Mamanya Deasy sakit. Deasy diadopsi sama orangtua barunya. Dan lo tau, Deasy malah bisa ketemu gue disini karena orangtua baru Deasy adalah kerabat Ben dulunya."

Better EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang