Eleven.
Basic Two
Hujan benar-benar berhenti ketika Daniella menginjakkan kaki di asrama. Dia sempat khawatir kalau ada orang yang mengenalinya karena diantar Paris sebelumnya dengan mobil lelaki itu. Paris benar-benar memanfaatkan waktu mereka dengan sangat baik. Mereka sempat makan di salah satu restoran dan semua makanan itu dibayar oleh lelaki itu.
Awalnya Daniella benar-benar merasa tidak enak. Bukan karena dia tidak menghargai ajakan itu hanya saja entah mengapa dia mulai berpikir kalau apa yang dikatakan Emmanuel hampir sepenuhnya benar.
Ketika selesai menyantap makanan itu sebenarnya Daniella ingin mengutarakan semua pada Paris. Dia ingin lelaki itu berhenti untuk bersikap baik kepadanya. Karena selama ini dia tidak begitu suka dengan semua itu, bukan karena dia benar-benar tidak menyukainya. Dia hanya tidak ingin salah paham mengartikan isyarat lelaki itu.
Tetapi disisi lain Daniella juga sadar, konsekuensi yang akan diterimanya bila meminta Paris untuk berhenti bersikap baik kepadanya. Dia sendiri belum tahu apakah Paris benar-benar menyukainya atau tidak. Bisa-bisa Paris malah menertawakannya atau memandangnya aneh karena mengira lelaki itu menyukainya padahal sebenarnya tidak.
Tidak ada yang bisa memastikan maksud dibalik perhatian lebih seorang lelaki pada perempuan. Apakah dia benar-benar memiliki perasaan pada perempuan itu atau semata-mata dilakukan karena perasaan nyaman belaka. Semua tidak akan pernah jelas sampai diungkapkan oleh lelaki itu sendiri.
Dan Daniella percaya akan hal itu. Dia juga tidak ingin terjebak dalam ketidakpastian. Entah mengapa hal itu yang memenuhi isi kepalanya sejak tadi padahal dia sama sekali belum menyentuh buku-buku teksnya yang tengah terbentang didepannya.
"Argh..." Jerit Daniella lalu menyingkirkan buku-buku dari ranjangnya sebelum mengubur wajahnya dibantal. Hari ini cukup melelahkan.
Drrttt drttttt
Daniella bangkit lagi dan mengambil ponsel diatas meja dekat ranjang. Dia melirik sebentar pada caller-id dan mengernyit. Nama Emmanuel tertera disana. Entah mengapa Daniella tak punya daya untuk menjawabnya. Dia menanti sampai panggilan itu berakhir, tetapi dia tak menduga kalau ada pesan yang muncul sesudahnya.
Jawab telpon Gw skrg, ato Gw samperin lo di asrama skrg!
"Aneh... apa maksudnya?"
Ponsel Daniella kembali bergetar. Panggilan dari nomor yang sama. Daniella menghela napas panjang, sebelum akhirnya menjawab. Dia cukup yakin Emmanuel termasuk orang yang dapat melakukan apa yang ingin dilakukannya. Siapa juga yang ingin ditemui malam-malam begini.
"Halo..."
"Lo emang mudah banget buat diancam yah?"
"Maksud lo apaan sih hubungin gue malem-malem gini." Gerutu Daniella melirik angka jarum yang bergerak dalam jam dindingnya.
"Lo tau apa yang gue inginkan. Gue harap lo bisa ngasih jawaban gue atas penawaran itu secepatnya!"
"Kalo gue jawab sekarang, lo nggak bakalan gangguin gue lagi?"
"Tergantung jawaban lo. Kalo lo nolak, gue simpulin kalo lo emang pengecut buat ngaku."
Daniella ingin melempar ponsel kalau tidak ingat itu adalah pemberian berharga dari kakaknya. "Dengar yah, gue nggak akan pernah nerima penawaran apapun dengan lo. Gue juga nggak suka ama lo, atau siapapun sekarang. Dan gue harap jawaban gue ini cukup buat lo ngerti."
Tidak ada jawaban dari seberang membuat Daniella bingung. Dia menjauhkan sebentar layar ponsel, mengira kalau panggilan sudah diakhiri tetapi rupanya belum. "Halo, Emmanuel lo dengar gue?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Better Enemy
RandomEmmanuel Juan adalah musuh abadi Paris. Dia akan melakukan apapun agar bisa melihat kembali luka dimata sang kakak atas kesalahan dimasa lalu keduanya. Termasuk menyeret Daniella mahasiswi idaman sang kakak ke dalam pusaran permainannya. Dia berhara...