Siang semakin menerik saja
Angin yang bertiup
Tidak mampu mengusir hawa panas pertempuran
Lalu, apa yang terjadi?
*
Simo Koreng yang sudah merasa senang melihat anak buahnya berhasil membuat mangsa terdesak, tak urung terkejut juga. Tidak disangka, hanya dalam hitungan detik, dua begundalnya tertimpa nasib sial seperti itu.
"Sial... Kuranggg... Tak... Wadooww!"
Makian Simo Koreng, putus di tengah jalan. Karena benda hitam kecil meluncur deras ke arah mulutnya dan menghantam patah dua gigi depannya. Yang membuat ia terpekik kesakitan dengan wajah kerut merut menahan sakit akibat dua giginya tanggal dan berhasil membungkamnya.
Sesaat Simo Koreng hanya bisa meloncat-loncat kesakitan dan tubuhnya terbungkuk-bungkuk menahan sakit.
"Setan Alas. siapa yang berani mati denganku?" semburnya memaki kalang-kabut.
Melihat kejadian ini, pemuda lincahpun tersadar, seharusnya ia yang celaka karena keadaannya sudah terdesak, mengapa sebaliknya, mereka yang celaka karena tidak melanjutkan serangan?
Akibatnya semua pukulannya berhasil mengenai lawan-lawannya dengan mudah.
Keberhasilan karena dibantu oleh orang lain, orang sakti yang diam-diam menyelamatkannya.
"Srett... Srett... Tuk... Tuk... !"
"Wadow... Wadoowww... Aaaa... Aaaa... kaburrrr... ada setannnn!"
Luncuran bayangan kecil hitam menyerang si Simo Koreng dan Si Buntet, rasanya panas bagi api menghantam, pipi, Simo dan dahi Buntet. Serangan sangat cepat dan tidak sedikit pun mereka bisa mengelakannya.
Simo Koreng bukan orang bodoh. Pasti ada orang sakti yang membantu mangsanya. Dari pada mati konyol lebih baik kabur menyelamatkan diri.
Tanpa dikomando empat penjahat itu segera lari tunggal langgang menyelamatkan diri seperti dikejar setan.
*
Tingkah laku empat penjahat itu, semakin menguatkan dugaan si pemuda lincah bahwa ada orang sakti membantunya.
Pemuda lincah mengawasi ke sekeliling hutan kecil itu untuk mencari siapa gerangan orang sakti yang menolongnya.
Sampai ia melihat sesuatu bergerak dari balik semak dan melihat bayangan seseorang. Maka...
"Tunggu, kisanak!"
Tubuhnya yang ringan melayang menghadang langkah orang itu. Direntangkan tangannya, dan sepasang kakinya jatuh lunak tepat di depan Lintang Soka.
"Maaf, Kisanak. Namaku Balung Alit, apakah kisanak yang telah berbaik hati menolongku?"
Suara Balung Alit lunak dan ramah menegur Lintang Soka yang segera mengangkat wajahnya.
Wajah tampan yang tersembunyi di balik topi lebarnya terlihat nyata.
Dagu yang kukuh, mulut penuh senyum, pas dengan hidungnya yang mancung. Tapi...
"Ah, ternyata matanya buta ," batin Balung Alit terkejut.
"Maaf, mungkin kisanak salah orang. Aku hanya seorang pengemis miskin. Namaku Lintang Soka."
Lintang Soka sengaja menyembunyikan kepandaiannya. Menutupinya dengan cara memperkenalkan diri dengan cepat dan berlalu.
Agar Balung Alit tidak bercuriga kepadanya.
"Ma --- af. Kisanak. Mungkin. Aku salah orang. Silakan melanjutkan perjalanannya!"
Balung Alit, menyingkir dari jalan yang akan dilewati Lintang Soka.
Tanpa bicara hanya mengangguk sedikit, Lintang Soka segera meneruskan perjalanannya.
Langkahnya perlahan menuju tujuan awal ke markas Partai Pengemis.
Balung Alit, melihat Lintang Soka menghilang dikelokan jalan. Hatinya masgul, karena tidak berhasil menemukan orang sakti yang turun tangan menolongnya seperti yang diduganya semula.
"Ah, mana mungkin, pengemis buta tadi?" batinnya sangsi sendiri.
*
Sekali berkelebat, tubuh Balung Alit lenyap dari tempat itu.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Maut
ActionLentera Merah menjadi tanda elmaut datang lebih cepat. Benarkah?